Sorot Pembongkaran Kios di Subang, Pakar ITB Minta Pemprov Tak Tebang Pilih

Sorot Pembongkaran Kios di Subang, Pakar ITB Minta Pemprov Tak Tebang Pilih

Wisma Putra - detikJabar
Jumat, 15 Agu 2025 06:00 WIB
Penertiban warung di sepanjang jalur wisata Ciater Subang.
Penertiban warung di sepanjang jalur wisata Ciater Subang. (Foto: Dok. Satpol PP Subang)
Bandung -

978 warung yang berada di jalur wisata Ciater, Subang dibongkar Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Rinciannya, 233 bangunan masuk wilayah Desa Ciater, 202 di Desa Cisaat, 113 di Desa Palasari, Kecamatan Ciater dan 430 di Kecamatan Jalancagak.

Pengamat tata kota dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Frans Ari Prasetyo mengatakan, jika keberadaan warung tersebut ada di wilayah terlarang dan menyalahi aturan, hal tersebut tepat dilakukan.

"Saya pikir kalau misalnya ini untuk kepentingan publik yang lebih luas karena kalau bangunan liar itu kan dia sangat sektoral, ya. Untuk kepentingan daerah itu saja. Tapi karena ini berada di koridor jalan, koridor ruang publik, koridor akses ruang publik, saya pikir penertiban seperti itu adalah langkah tepat dan strategis untuk memberikan akses dan kemudahan termasuk memberikan kenyamanan orang untuk berkendara terhadap fasilitas publik tersebut," kata Frans kepada detikJabar.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jangan Tebang Pilih

Jika dibandingkan dengan penertiban di kawasan Bogor. Frans sebut, penertiban yang dilakukan Pemprov Jabar ada di kawasan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.

"Nah, problemnya adalah apakah kawasan yang sudah ditetapkan itu ada di rencana tata ruang? Nah, kalau misalnya itu ada di rencana tata ruang, berarti ada yang masalah dengan rencana tata ruang, berarti terkait dengan regulasi dan birokrasi," ungkap Frans.

ADVERTISEMENT

"Tetapi, kalau saya lihat, saya cermati misalnya yang di Bogor ini jadi seperti tebang pilih juga. Jadi, yang Hibisc itu dibongkar, kawasan-kawasan pariwisata itu kan dibongkar yang dimiliki oleh BUMD, kan? BUMD Provinsi. Nah, sedangkan yang dimiliki oleh swasta kok tidak dibongkar? Nah, jadi ini pertanyaan juga, gitu loh," tambahnya.

Menurut Frans, Pemprov Jabar juga harus berani melakukan penertiban terhadap objek wisata milik swasta yang melanggar aturan seperti Hibisc Fantasy yang sudah terlebih dahulu ditertibkan.

"Jadi, seperti pemerintah Provinsi Jawa Barat tidak adil, gitu loh. Ketika misalnya karena tempatnya sendiri atau milik BUMD sendiri, kewenangan sendiri boleh dibongkar aja, seperti untuk pencitraan, tapi dia tidak berani membongkar yang dimiliki oleh investor atau yang dimiliki oleh private," ujarnya.

"Buktinya? Buktinya begini yang BUMD memang sudah dibongkar dan itu mungkin tidak akan muncul lagi. Tapi yang dimiliki oleh swasta masih ada beberapa tempat hiburan atau tempat-tempat wisata yang dimiliki oleh swasta yang tidak dibongkar," tambahnya.

Jangan Ada Politik Tata Ruang

Begitupun terkait objek wisata di kawasan Tangkuban Parahu yang sebelumnya sempat ditutup Pemprov Jabar, namun saat ini pembangunannya berlanjut.

"Sama juga seperti yang di Tangkuban Parahu. Tangkuban Parahu kan tidak dibongkar sampai sekarang. Dibiarkan! Kalau ini sudut pandang saya, akan ada yang namanya deal. Nah, disebutnya perjanjian yang akan lebih menguntungkan pihak private atau pihak swasta," tuturnya.

Menurut Frans, misalnya pihak swasta akan membayar denda atau mungkin nanti akan ada perubahan tata ruang atau misalnya izinnya akan diubah dan lain-lain. Tapi ujung-ujungnya adalah gimana caranya supaya kawasan wisata itu tetap ada dan itu jadi masalah.

"Ini akan jadi politik tata ruang menurut saya nantinya. Akan jadi politik tata ruang yang gimana caranya politik tata ruang itu diotak atik, gimana caranya kalau misalnya pemerintahnya dia taat, birokrasi, tertib, administrasi, dan menaati tata ruang yang ada, misalnya tata ruang Provinsi Jawa Barat kan, dia sudah diubah menjadi tahun 2022 sampai 2042," jelasnya.

"Sebagai pelaksana pemerintahan dan pelaksana tata ruang, harusnya pemerintahan provinsi, dia harus bekerja sesuai dengan amanat tata ruang. Nah, kalau sudah dia bermain di politik tata ruang, dia akan seperti melakukan proses-proses negosiasi politik yang ujungnya akan berimbas kepada tata kelola tata ruang yang disesuaikan berdasarkan order. Nah, takutnya ke arah situ gitu lho dan bukan takutnya, tapi itu udah biasa terjadi saya pikir," tambahnya.

Disinggung Pemprov Jabar harus seperti apa, Frans sebut Pemprov harus bersikap adil.

"Ya harusnya bersikap adil saja, kalau mau dibongkar, bongkar aja semuanya gitu lho, dikembalikan lagi sesuai dengan fungsi tata ruangnya kayak di Bogor, dia kan gak boleh ada bangunan ya, dia dibalikin lagi menjadi kawasan hutan atau kawasan lindung, termasuk misalnya yang di Tangkuban Parahu, gitu lho," ujarnya.

Lalu yang melanggar menurut Frans, harus diberikan sanksi yang dapat memberikan efek jera.

"Dan si yang menggunakan itu dia harus dikenakan sanksi dan denda, sehingga sanksi dan dendanya baik secara administratif maupun secara nominal, termasuk sanksi dan denda dia tidak diberikan lagi perizinan di tempat manapun," pungkasnya.

(wip/yum)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads