Kolaborasi Pemkab Sumedang dan Kejari demi Hukum yang Berkeadilan

Kolaborasi Pemkab Sumedang dan Kejari demi Hukum yang Berkeadilan

Dwiky Maulana Vellayati - detikJabar
Jumat, 01 Agu 2025 23:30 WIB
Pembebasan dua tersangka dari dua perkara melalui restorative justice.
Pembebasan dua tersangka dari dua perkara melalui restorative justice. (Foto: Dwiky Maulana Vellayati/detikJabar)
Sumedang -

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumedang tekan MoU (Memorandum of Understanding) terkait Restorative Justice. Penandatanganan MoU soal hal tersebut pun menjadi kolaborasi pertama kali di Indonesia antara pemerintah dan aparat penegak hukum.

Penandatanganan MoU antara Pemkab dan Kejari Sumedang pun dipimpin langsung oleh Bupati Dony Ahmad Munir dan Kajari Adi Purnama di Kantor Kejari, pada Jumat (1/8/2025).

Menurut Bupati Dony, penandatanganan MoU merupakan salah satu penguatan antara Pemda dan Kejari Sumedang untuk menempatkan upaya hukum bagi masyarakat Kabupaten Sumedang melalui Restorative Justice.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"MoU ini kan menguatkan kita bahwa apa yang kita lakukan ada pedomannya, ada panduannya dibingkai oleh sebuah MoU," ujar Dony.

Dony melihat, Restorative Justice akan digunakan sebagai upaya hukum kepada masyarakat yang dirasa memiliki keterbelakangan perkara kecil sehingga tidak perlu maju dalam persidangan.

ADVERTISEMENT

"Seringkali kita diskusi bahkan secara lisan dikuatkan dengan MoU. Ini RJ yang kedua kalinya yang pertama bersama dengan Pak Gubernur, sekarang dengan Pemda Sumedang yang dua orang," katanya.

Sementara, Kajari Sumedang Adi Purnama menyampaikan penandatanganan MoU kali ini merupakan inisiasi langsung dari Pemda yang dipimpin oleh Bupati Dony.

"MoU nya tadi salah satunya kita inisiasi dengan Pak Bupati itu masalah Restorative Justice. Jadi ke depannya nanti kalau ada Restorative Justice lagi kami akan menyerahkan warga Sumedang itu kita kembalikan ke orang tuanya yaitu Bapak Bupati dan nanti akan dilakukan binaan sosial dan sanksi sosial," kata Adi di tempat yang sama.

Adi mengungkap, setelah penandatanganan nota kesepakatan antara Pemda dan pihaknya langsung menerapkan dua perkara melalui metode Restorative Justice.

"Kita inisiasi pada hari ini tekan MoU dan langsung kita eksekusi dengan memberikan dua Restorative Justice terhadap dua perkara," ungkapnya.

Bebaskan Dua Perkara Melalui RJ

Pemda dan Kejari Sumedang langsung menerapkan Restorative Justice terhadap dua orang dari dua perkara setelah melakukan penandatanganan MoU, hari ini. Ialah kasus kekerasan yang dilakukan oleh tersangka Muhdi dan kasus penipuan oleh tersangka Hifal Maulana Fachturozi.

Untuk kasus Muhdi, berdasarkan uraian kasus yang diterima detikJabar dari Kejari Sumedang, bahwa pada hari Jumat tanggal 30 Mei 2025 sekitar pukul 12.00 WIB bertempat di Dusun Babakan Pangkalan, Desa Cibeureum Kulon, Kecamatan Cimalaka, Kabupaten Sumedang, berawal dari tersangka Muhdi alias Otoy yang merupakan mantan suami dari korban Dewi Sunarti datang ke rumah korban untuk menengok anak-anaknya dan untuk membantu perbaikan atap rumah korban yang sudah rusak. Setelah selesai memperbaiki atap rumah, tersangka berkata kepada korban 'jangan sampai bertemu berduaan sama laki-laki' yang dijawab oleh korban 'ya gapapa, sekarang saya bukan istri kamu lagi' setelah itu korban masuk ke dalam kamar.

Mendengar perkataan korban tersebut, tersangka pun merasa kesal dan cemburu sehingga tersangka memutuskan untuk pulang, namun sebelum pulang tersangka menuju ke dapur untuk mengambil minum dan kemudian timbul niat tersangka untuk mengambil air panas dari dapur tersebut dan menyiramkannya ke wajah korban sehingga menyebabkan wajah korban terasa perih dan panas kelopak mata korban bengkak dan agak menghitam serta penglihatan mata kiri korban menjadi buram dan selalu mengeluarkan air mata. Muhdi pun dikenakan Pasal 351 Ayat (1) KUHP.

Melihat latar belakang dari kasus itu, Bupati Dony memilih perkara tersebut cocok untuk diberikan Restorative Justice. Sebab, Dony melihat kasus tersebut bisa diselesaikan secara kekeluargaan serta adanya sosok anak di balik kasus tersebut.

"Yang satu orang seorang driver terus anaknya tujuh masih kecil-kecil, hanya karena pertikaian di rumah tangga misalnya harus terus diproses dan sudah dua bulan lebih ditahan, kebayang kalau terus dilanjut berapa mungkin hukumannya terus siapa yang ngurus anak-anaknya yang masih kecil-kecil," kata Dony.

"Allhamdulilah ini pun ada pemaafan, ada kesepakatan dari yang menjadi istrinya. Saya ingin mereka menyatu lagi karena semua orang punya kekurangan dan kelebihan. Kalau keluar begini kan Pak Mukidi bisa bekerja kembali," sambungnya.

Untuk kasus kedua, berdasarkan uraian perkara, bahwa berawal pada saat tersangka sedang menunggu ibunya yang dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Sumedang. Karena sangat membutuhkan biaya perawatan dan pengobatan yang harus segera dibayar, sedangkan tersangka tidak mempunyai uang untuk membayar biaya ke rumah sakit sehingga dengan keterdesakan masalah tersebut, tersangka menawarkan lowongan pekerjaan sebagai Security di Rumah Sakit Umum Daerah Umar Wirahadikusumah Sumedang melalui akun sosial media milik tersangka.

Atas unggahan tersebut korban Dadan Supriyatna dan Wawan Kurniawan tertarik dengan lowongan pekerjaan tersebut kemudian komunikasi dilanjutkan melalui WhatsApp antara tersangka dengan para korban.

Selanjutnya pada 6 Mei 2025 dan pada 18 Mei 2025, tersangka dan para korban bertemu di Rumah Sakit Umum Daerah Umar Wirahadikusumah Sumedang. Pada saat bertemu tersangka meyakinkan kepada para korban bahwa tersangka mengaku bernama Herman sebagai Staf Personalia RSUD Umar Wirahadikusumah dan dapat membantu para korban untuk bekerja sebagai Security di RSUD Umar Wirahadikusumah Sumedang.

Atas perkataan tersangka tersebut korban percaya dan menyerahkan berkas lamaran serta uang administrasi masing-masing sejumlah Rp 1,5 juta kepada tersangka. Setelah menerima uang tersebut tersangka menggunakan uang untuk membayar biaya pengobatan dan perawatan ibunya. Akibat perbuatannya, Hifal dikenakan Pasal 372 KUHP Atau Pasal 378 KUHP.

Dony mengatakan, setelah melihat dua kasus dari dua orang tersebut dianggap bahwa keduanya bisa keluar dari penjara dengan memakai Restorative Justice.

"Jadi dua orang ini tuh tepat untuk diberikan Restorative Justice, pertama memiliki tujuh anak terus satu lagi yang sayang kepada ibunya yang," katanya.

Kajari Sumedang Adi Purnama menambahkan Restorative Justice perlu ditegakkan. Sebab, ia menilai jika perkara tersebut maju kepada persidangan tidak ada manfaatnya.

"Setelah berkoordinasi ke saya, setelah kita teliti kita telaah ternyata dua perkara yang diusulkan Pak Bupati ini sudah memenuhi untuk diberikan Restorative Justice, karena kami juga menganggap kalau perkaranya masuk ke persidangan dan menjalani hukuman ini lebih banyak mudaratnya dibanding manfaatnya," kata Adi.

"Dari sudah dilepas dan diserahkan surat ketetapan penghentian tuntutannya, kemudian kita serahkan ke keluarganya dan kemudian menjadi tugas Pak Bupati sebagai orang tua dari masyarakat Sumedang," pungkasnya.

Sementara itu, setelah Muhdi maupun Hifal dibebaskan melalui metode Restorative Justice, keduanya terlebih dahulu diberikan sanksi sosial berupa membersihkan lingkungan di desa masing-masing selama tiga bulan. Setelah itu, keduanya akan langsung diberikan arahan kembali dari Pemda Sumedang melalui Disnaker.

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Video: Kejari Lampung Timur Terapkan Restorative Justice di Kasus Pencurian HP"
[Gambas:Video 20detik]
(dir/dir)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads