Membalas Cinta yang Mustahil Terbalas di Era JKN-KIS

Membalas Cinta yang Mustahil Terbalas di Era JKN-KIS

Yudha Maulana - detikJabar
Rabu, 30 Jul 2025 16:00 WIB
Novan Putra saat menyuapi ayahnya, Wasroni yang didiagnosis kanker otak dan tumor paru-paru
Novan Putra saat menyuapi ayahnya, Wasroni yang didiagnosis kanker otak dan tumor paru-paru (Foto: dok pribadi Novan Putra)
Bandung -

Langit masih gelap ketika desis penggorengan terdengar dari gerobak sederhana di tepi Sungai Cilember, Cimahi. Aroma singkong goreng menandai dimulainya aktivitas Novan Putra Ardiansyah (30).

Dengan cekatan, Novan mengaduk singkong di wajan besar. Setelah matang, ia meniriskannya, menyajikan gorengan untuk buruh pabrik yang pulang lembur. Pukul 08.30 WIB, ia berkemas pulang.

Bukan untuk istirahat, tapi merawat ayahnya, Wasroni, yang terkulai lemah karena kanker otak dan tumor paru yang perlahan-lahan menggerogoti tubuhnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Rasanya lemas saat pertama kali mendengar vonis tersebut di November 2024. Sampai di titik harus menyiapkan diri pada kemungkinan terburuk," ujar Novan saat berbincang dengan detikJabar.

Setelah kebutuhan sang ayah terpenuhi, Novan kembali ke lapak dagangannya yang berada diantara pabrik. Namun, saat jadwal kontrol tiba, mau tak mau ia tinggalkan gerobaknya lebih lama untuk mendampingi ayahnya di faskes.

ADVERTISEMENT

Sebagai anak sulung, Novan memikul banyak peran, ia berdagang, mengurus rumah, merawat ayah, dan membiayai adik di pesantren. Penghasilannya dari singkong menjadi tumpuan hidup keluarga sejak ayahnya sakit dan ibunya berhenti bekerja sebagai asisten rumah tangga.

Pelayanan Tanpa Sekat

Novan Putra saat berjualan singkong goreng di Cigugur Tengah, CimahiNovan Putra saat berjualan singkong goreng di Cigugur Tengah, Cimahi Foto: Yudha Maulana/detikJabar

Pengabdiannya kian diuji pascaoperasi pengangkatan tumor di paru-paru Wasroni. Rasa cemas seolah tak pernah lepas dari pikirannya, karena kondisi ayah sempat menurun drastis.

Beruntung, jauh sebelum sakit, Novan telah mendaftarkan ayahnya sebagai peserta mandiri JKN. Langkah itu menjadi penopang utama ketika pengobatan dibutuhkan, mulai dari pemeriksaan awal di Cimahi hingga tindakan medis lanjutan di Kota Bandung.

"Bapak seharusnya dirawat di kelas 3, tapi karena ruang kelas 3 dan 2 penuh di RS Santosa, untuk sementara beliau ditempatkan di kelas 1. Kami tidak diminta menunggu di luar sampai ruang tersedia, langsung ditangani tanpa dibeda-bedakan," ujarnya.

Pengorbanan Sarjana

Bakti serupa juga ditunjukkan oleh Tiar Agita (24), seorang sarjana muda yang memilih menunda karier demi merawat kedua orang tuanya.

Pagi di Cibaduyut terasa dingin ketika Tiar menarik napas dalam-dalam, lalu memutar kunci motornya. Di jok belakang, sang ibu duduk perlahan, dibantu tangan lembut anak bungsunya. Setelah memastikan ibunya naik dengan aman.

Tiar pun tancap gas menembus kemacetan di pagi hari saat menuju rumah sakit di Kopo. Hari itu ibunya yang stroke dijadwalkan kontrol rutin.

Dahulu bagi Tiar, setiap waktu kontrol ke rumah sakit dengan JKN-KIS merupakan saat-saat yang mendebarkan. Pasalnya, ia harus datang subuh agar tak kehabisan antrean, beberapa kali ia pulang dengan tangan hampa.

Namun, semua itu tinggal kenangan. Sejak layanan BPJS Kesehatan terdigitalisasi, Tiar bisa mendapatkan nomor antrean langsung dari ponselnya.

"Sempat datang pagi-pagi tidak kebagian kuota, datang lagi besoknya. Dulu itu siapa cepat dia dapat, tapi dengan adanya sistem digital ini menjadi lebih terbantu, tidak berebut jadwal," katanya.

Aplikasi Mobile JKNAplikasi Mobile JKN Foto: BPJS Kesehatan

Di saat ibunya membutuhkan perawatan karena stroke, ayahnya pun divonis menderita komplikasi: sakit paru, batu ginjal, dan hipertensi. Dalam sebulan, minimal empat kali ia bolak-balik ke RS untuk mengantar ayah atau ibunya rawat jalan.

Sebagai anak bungsu sekaligus satu-satunya perempuan dari empat bersaudara, Tiar memilih menjadi caregiver utama. Ia tidak sendiri; kakaknya menanggung kebutuhan rumah, tagihan, dan obat. Pilihan itu mereka sepakati bersama.

Dalam Journal of Holistic Nursing dan Health Science UNDIP, disebutkan mayoritas caregiver adalah perempuan. Hal itu sejalan dengan norma dan budaya yang berlaku di Indonesia, yang dimana laki-laki mencari nafkah dan perempuan menjadi perawat keluarga.

"Apa yang membuat saya bersemangat merawat orang tua? Supaya cepat sembuh, supaya bisa normal lagi. Bisa sehat terus," ucapnya dengan penuh harap.

Tiar Agita dan ayahnya, KomarudinTiar Agita dan ayahnya, Komarudin Foto: Yudha Maulana/detikJabar

Di rumah, Komarudin (80) menatap Tiar, anaknya, dengan bangga. Dulu Komarudin adalah pengusaha dus yang sukses di Cibaduyut. Di usia senja usahanya redup, kesehatan menurun, dan kini ia menjadi peserta PBI (penerima bantuan iuran), yang iurannya dibantu negara.

Walau keadaan mendesaknya, cinta anak-anaknya tak pernah pudar kepadanya.
"Saya bangga dan sedih. Sejak wisuda, Tiar belum bisa kerja. Tapi ia memilih merawat kami," ucapnya sambil memandangi wajah Tiar.

BPJS Kesehatan berperan penting dalam proses pengobatan Komarudin dan istrinya. Berbagai layanan kesehatan telah ia rasakan manfaatnya mulai dari rawat inap, operasi, kontrol rutin dan obat. Walau sesekali ada obat yang harus dibeli, tetapi tidak memberatkan secara keseluruhan.

"Sekarang masalah untuk berobat bukan uang, tapi waktu dan kemauan saja, alhamdulillah sampai sejauh ini belum ada aset yang keluar, di tengah usaha yang sedang terjun bebas," ucapnya.

Jembatan Pengabdian

BPJS Kesehatan membuka ruang pengabdian anak kepada orang tuanya. Untuk peserta dari segmen pekerja penerima upah (PPU), orang tua kandung atau mertua bisa ditanggung, dengan tambahan potongan iuran sebesar 1% per jiwa dari gaji pekerja.

"Jika menanggung empat orang tua (ayah-ibu kandung dan mertua), maka total potongan menjadi 4%, ditambah 1% untuk dirinya sendiri," ujar Kepala BPJS Kesehatan Cabang Bandung dr Greisthy Esthy Liana.

Dirut BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti menjamin bahwa pelayanan kesehatan adalah hak dasar setiap warga negara yang harus dipenuhi tanpa pandang bulu.

"Dulu peserta BPJS Kesehatan didiskriminasi, sekarang kami ada janji pelayanan, rumah sakit tidak boleh meminta fotocopy cukup dengan KTP, harus melayani dengan ramah, dan tidak mendiskriminasi (janji pelayanan) ini dipasang di rumah sakit," ucap Ghufron.

Pihaknya menyediakan media pelaporan bila warga mendapatkan perlakuan berbeda di faskes. Warga bisa lapor lewat BPJS Satu, hotline 165 atau Whatsapp 08118165165. Ia juga mengingatkan masyarakat untuk rutin memastikan status kepesertaan JKN tetap aktif agar pelayanan bisa diberikan secara maksimal.

Ruang Refleksi dan Birrul Walidain

Lebih dari satu dekade, BPJS Kesehatan terus berbenah dan kini memasuki era pelayanan berbasis digital yang lebih inklusif dan efisien. Kendati begitu, pakar dan praktisi kesehatan, dr. Eka Mulyana, Sp.OT(K) mengungkapkan masih ada ruang-ruang yang mesti dibenahi dari layanan BPJS.

Ia menjelaskan bahwa sistem JKN memuat dua hal besar yakni, aspek medis dan aspek non medis. Ia berharap, sistem pelayanan kesehatan ke depan bisa memberikan ruang bagi tenaga medis untuk fokus pada kewajiban mereka, yakni memberikan tindakan berdasarkan pertimbangan medis terbaik kepada pasien, dan tak terbentur dengan hal yang bersifat administratif.

"Terkadang kami menghadapi situasi dilematis, contohnya setelah diperiksa oleh dokter bahwa pasien ini harus dirawat atau dioperasi, tapi ternyata tidak bisa karena aturan dari BPJS," ujar eks Ketua IDI Jabar periode 2021-2023 itu.

Kendati demikian, Eka tetap mengapresiasi upaya BPJS Kesehatan yang terus berbenah. Menurutnya, langkah menuju sistem pelayanan yang lebih ideal masih terus terbuka, asal dibangun bersama antara regulator dan pelaksana layanan.

"Kami berharap sebagai tenaga medis, tidak berbenturan dengan aspek non medis. Namanya BPJS katakanlah asuransi yang ditanggung pemerintah tidak untuk mencari profit, karena tujuannya untuk membantu pelayanan kesehatan masyarakat," tuturnya.

Meski masih ada ruang pembenahan, JKN tetap menjadi jembatan pengabdian, tempat birrul walidain tumbuh di tengah tantangan zaman. Dalam ajaran Islam, Ustadz Yazid bin Abdul Qodir Jawas menjelaskan birrul walidain atau berbakti kepada orang tua adalah perintah ilahi. Hal itu juga sesuai dengan pengamalan sila yang ke-2 'Kemanusiaan yang adil dan beradab'.

Berdasarkan data BPJS Kesehatan, jumlah peserta JKN-KIS kategori lansia di Kota Bandung sebanyak 490.340 orang. Sekilas, data tersebut hanyalah angka belaka. Tetapi di balik itu ada ribuan kisah seperti Novan dan Tiar yang memandang bahwa JKN-KIS bukan hanya program yang diciptakan untuk orang sakit semata, tetapi cara tulus membalas cinta yang mustahil terbalas.

(yum/bbn)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads