Hari Anak Nasional yang diperingati setiap 23 Juli seharusnya menjadi momen untuk merayakan kemajuan pemenuhan hak-hak anak. Namun, di tahun 2025 ini, data menunjukkan bahwa anak-anak Indonesia masih belum aman dari kekerasan.
Save the Children Indonesia menegaskan bahwa kekerasan terhadap anak masih menjadi masalah serius dan sistemik. Berdasarkan Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) 2024, 1 dari 2 anak usia 13-17 tahun di Indonesia pernah mengalami kekerasan fisik, psikis, atau seksual sepanjang hidup mereka. Ini menunjukkan betapa luasnya masalah kekerasan yang dihadapi anak-anak, bahkan di ruang-ruang yang seharusnya menjadi tempat aman.
Melansir data terbaru dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI-PPA) hingga Juli 2025 telah terjadi 15.615 kasus kekerasan, dengan rincian sebagai berikut:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
6.999 kasus merupakan kekerasan seksual, menjadikannya bentuk kekerasan paling dominan.
Mayoritas korban adalah anak usia 13-17 tahun.
ADVERTISEMENT
Sebanyak 9.956 kasus kekerasan terjadi di lingkungan rumah tangga, tempat yang seharusnya memberikan perlindungan dan rasa aman.
Bentuk kekerasan seksual yang dialami anak dan remaja sangat beragam. Tidak hanya terjadi secara langsung, kekerasan juga hadir dalam ruang digital yang semakin terbuka terhadap eksploitasi. Anak dan remaja bisa mengalami pelecehan dalam bentuk:
Sentuhan yang tidak diinginkan
Pemaksaan hubungan seksual
Dipaksa menonton tindakan seksual
Diperjualbelikan melalui perkawinan anak
Hingga dipaksa mengirim konten seksual dalam bentuk gambar atau video
Kondisi ini mengundang keprihatinan serius. Dessy Kurwiany Ukar, CEO Save the Children Indonesia. "Ketika rumah tidak lagi menjadi tempat aman bagi anak, maka ada yang salah dalam sistem perlindungan kita. Sudah saatnya semua pihak, tanpa kecuali, bertindak bersama memastikan anak-anak terlindungi. Negara harus hadir, keluarga harus sadar, sekolah harus peduli, dan masyarakat harus ikut menjaga. Anak-anak Indonesia berhak tumbuh tanpa rasa takut," ujar Dessy dalam rilis yang diterima detikJabar, Rabu (23/7/2025).
Save the Children Indonesia terus memperkuat sistem perlindungan anak di berbagai wilayah dengan pendekatan yang menyeluruh dan berkelanjutan. Pendampingan dilakukan di sekolah dan komunitas untuk membangun mekanisme pencegahan dan penanganan kekerasan, memperkuat SOP rujukan kasus, serta mendorong praktik pengasuhan positif di tingkat keluarga. Kesadaran tentang bahaya perundungan ditingkatkan melalui pendekatan partisipatif di lingkungan sekolah, dan ruang aman bagi anak juga dihadirkan melalui pembentukan Digital Youth Council yang mendorong partisipasi aktif anak di ranah digital.
Upaya advokasi juga dijalankan secara aktif melalui keterlibatan dalam diskusi dengan pemerintah serta penyampaian masukan dalam proses penyusunan kebijakan yang berkaitan dengan perlindungan anak. Pendekatan berbasis bukti dan suara anak terus diutamakan agar kebijakan yang lahir benar-benar menjawab tantangan yang dihadapi anak-anak di lapangan. Perlindungan yang efektif hanya dapat terwujud jika negara hadir dan responsif terhadap kebutuhan nyata anak-anak hari ini.
Save the Children menekankan bahwa kebijakan perlindungan anak harus berbasis pada suara anak dan situasi nyata di lapangan, bukan sekadar peraturan di atas kertas.
Dengan mengangkat tema "Anak Hebat, Indonesia Kuat Menuju Indonesia Emas 2045", Hari Anak Nasional 2025 menjadi pengingat bahwa pemenuhan hak dan perlindungan anak adalah fondasi bagi masa depan bangsa. Save the Children mengajak seluruh elemen masyarakat untuk menghentikan segala bentuk kekerasan terhadap anak, memastikan mereka tumbuh sehat, aman, dan bahagia.
"Tidak ada anak yang tertinggal. Tidak ada anak yang merasa takut. Saatnya bergerak bersama, wujudkan Indonesia yang benar-benar ramah anak," tegas Save the Children.
(tya/tey)