Di sebuah sudut tersembunyi di Bandung Barat, terdapat sepenggal warisan Daendels yang kini nyaris terlupakan. Di Rajamandala Lama, dulu berdiri sebuah jembatan yang menjadi bagian dari megaproyek ambisius Jalan Raya Pos. Kini, sisa-sisa kejayaan masa lalu itu tinggal puing reruntuhan.
Jalan Raya Pos atau De Grote Postweg membentang sepanjang 1.000 kilometer dari Anyer di Banten hingga Panarukan di Jawa Timur. Proyek raksasa ini dibangun hanya dalam waktu satu tahun, antara 1807 hingga 1808, di bawah komando tangan besi Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels.
Pembangunan jalan ini menelan korban begitu banyak. Ribuan pekerja paksa harus rela mengorbankan darah, keringat, bahkan nyawanya demi ambisi kolonial Belanda memperkuat pertahanan dari ancaman Inggris.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sastrawan Pramoedya Ananta Toer bahkan menyebut pembangunan Jalan Raya Pos sebagai bentuk genosida, saking kejamnya proses pengerjaan proyek tersebut.
"Daendels ingin memperkuat pertahanan hingga ke pedalaman, dia ingin pasukan yang bergerak cepat. Untuk menunjang itu harus ada jalan," ujar pemerhati sejarah, Machmud Mubarok kepada detikcom, beberapa waktu lalu.
![]() |
Kepentingan militer menjadi alasan utama dibangunnya jalan tersebut, sebab pertahanan kolonial Hindia Belanda kala itu sangat lemah di garis pantai.
Kini, lebih dari dua abad berlalu, Jalan Raya Pos yang membelah lima provinsi dan 39 kabupaten/kota itu telah menjelma menjadi urat nadi lalu lintas masyarakat Indonesia. Sejumlah titik di jalur bersejarah ini bahkan menjadi pusat bisnis, seperti kawasan Asia Afrika di Kota Bandung.
Sepenggal Jalan 'Daendels' yang Ditinggalkan
Namun, lain cerita dengan Rajamandala Lama. Setelah dibangunnya Jembatan Tol Rajamandala pada 1979, jalan yang dulunya jadi penghubung utama Bandung-Cianjur ini perlahan ditinggalkan. Jembatan peninggalan Daendels yang dulu kokoh menyeberangi Sungai Citarum kini telah dirobohkan.
Sebagai gantinya, pengelola PLTA Cirata membangun jembatan baru pada 1986. Namun sisa-sisa fondasi jembatan tua masih bisa ditemukan, seolah menjadi saksi bisu sebuah ambisi besar yang perlahan dilupakan.
"Kalau dulu di sini tuh ramai, hampir tiap tikungan ada yang jualan. Banyak warung-warung warga juga," kenang Jajang (60), warga sekitar.
![]() |
Kini, hanya warga setempat atau pencinta sejarah yang sesekali melintasi jalur sunyi ini. "Paling yang menyengajakan diri saja yang ke sini, karena memang lebih jauh jaraknya," tambahnya.
Bagi pecinta sejarah, kawasan ini tetap menyimpan daya tarik tersendiri. Jika ingin melihat sisa kejayaan masa lalu, traveler bisa mengambil jalur menuju Rajamandala Lama dari simpang Cipatat. Suasana pedesaan yang asri masih terasa, ditemani panorama tebing dan pesawahan.
Dari Jalan Pos ke Tol Terpendek di RI
Rajamandala bukan hanya menyimpan jejak Daendels. Di kawasan ini juga berdiri Jembatan Rajamandala atau Sasak Rajamandala yang menjadi akses utama penghubung Kabupaten Cianjur dan Bandung Barat.
Jembatan yang membentang di atas Sungai Citarum itu bahkan diabadikan dalam lagu karya penyanyi Sunda legendaris Darso berjudul 'Sasak Rajamandala'. Siapa sangka, jembatan sepanjang 200 meter ini dulunya merupakan tol pertama sekaligus terpendek di Indonesia.
Pembangunannya dimulai pada 1972 dan mulai beroperasi tahun 1979 setelah diresmikan Presiden Soeharto. Jembatan ini menggantikan peran jembatan Citarum Lama sebagai akses utama Bandung-Cianjur.
![]() |
Pada masa awal operasionalnya, pengendara dikenakan tarif tol sebesar Rp 50 untuk sepeda motor dan Rp 100 untuk mobil.
"Jembatan ini bukan perlintasan umum, tapi jalan tol. Disebutkan jembatan tol. Pada tahun 1979 sampai tahun 80-an tarifnya Rp 100 untuk mobil," ungkap Ade Samsudin (64), warga Desa Mandalawangi.
Memasuki era 1990-an, tarif tol naik menjadi Rp 100 untuk motor dan Rp 500 untuk mobil. Karena itulah jembatan ini dikenal dengan sebutan 'tol gopek'.
Ade menuturkan, terdapat delapan pintu tol kala itu, terdiri dari enam pintu untuk mobil dan dua untuk motor. Semuanya berlokasi di Rajamandala.
"Kalau ada yang tidak bayar, biasanya dicegat lagi sama petugas di dekat jembatan. Tandanya ketika sirine dibunyikan," katanya.
Tol Rajamandala dikenal sebagai tol terpendek di Indonesia, hanya sekitar 2 kilometer membentang dari pos PJR hingga pintu tol.
Namun, status tol itu resmi berakhir setelah keluarnya Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 37 Tahun 2003 yang menetapkan jalur tersebut sebagai jalan umum.
"Setelah 2003 sampai sekarang sudah jadi jembatan dan jalan umum sebagai akses utama Cianjur ke Bandung atau sebaliknya," pungkas Ade.
(yum/yum)