Kisah Warga Ciamis Berburu Nomor di Era Judi Legal SDSB

Lorong Waktu

Kisah Warga Ciamis Berburu Nomor di Era Judi Legal SDSB

Dadang Hermansyah - detikJabar
Senin, 23 Jun 2025 07:00 WIB
Porkas dan SDSB
Ilustrasi SDSB (Foto: Ilustrator: Edi Wahyono)
Ciamis -

Di balik kesederhanaan kehidupan masyarakat Ciamis, pada era 1980-an, terselip kisah perjudian legal yang menjadi pengalaman yang tak terlupakan dalam ingatan. Perjudian legal yang dimaksud adalah kupon Sumbangan Dermawan Sosial Berhadiah atau SDSB.

Para pelaku SDSB pada masa itu tidak hanya menyasar orang dewasa, namun juga anak-anak sekolah di Ciamis. Sebagian dari mereka sengaja menyisihkan uang jajan mereka hanya untuk membeli kupon berhadiah itu. Bahkan uang yang diperoleh dari menang undian digunakan untuk membeli pakaian hingga alat-alat sekolah.

Salah satunya Budi (50) warga Baregbeg Ciamis. Ia pun menceritakan pengalaman semasa sekolah ikut serta dalam hingar bingarnya SDSB. Ia ingat betul ketika tahun 1989 saat duduk di bangku kelas 2 SMA mulai membeli kupon SDSB karena tahu dari teman-temannya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Waktu itu SDSB sangat ramai, tahu dari teman-teman. Mulai beli ada gen di sekitar di wilayah kampung di Buniseuri, Cipaku," ujar Budi kepada detikJabar, Minggu (22/6/2025).

Budi biasanya diberi uang jajan oleh orangtuanya Rp 50 setiap hari, sebagiannya atau Rp 25 ia gunakan untuk membeli kupon SDSB. Dari beberapa kali beli, Budi akhirnya bisa menang dan hal itu membuatnya ketagihan.

ADVERTISEMENT

"Pasang Rp 25, menangnya Rp 25 ribu, saat uang segitu sangat besar apalagi untuk ukuran anak sekolah. Pernah juga mendapat uang Rp 100 ribu dari pasangan Rp 50 perak. Pasang dua angka," ungkap Budi.

Uang hasil hadiah SDSB itu Budi gunakan untuk berbagai keperluan, seperti membeli seragam sekolah dan alat-alat sekolah lainnya. Ia ingat betul saat itu celana seragam SMA miliknya sudah bolong dan ditambal plester.

"Orang tua tidak tahu, bilangnya mau ada kegiatan di sekolah padahal beli kupon. Memang harapannya supaya bertambah," ucapnya.

Kemenangan undian yang diperoleh Budi itu bukan ujug-ujug. Dari beberapa kali pasang baru bisa menang. Bahkan sebelum memasang nomor, Budi pun pernah mencari orang pintar dengan berbagai syarat. Seperti memakai telur dara (ayam yang pertama kali menetas). Kemudian mencari dengan cara mengerok dahan pohon sirsak.

"Kan bekasnya itu ada tersirat menyerupai angka, nah angka itu dicoba dipasang. Kadang menang tapi kebanyakan gagal. Pernah juga dari mimpi sedang berburu musang lalu ke warung jajan Rp 25, saat itu langsung pasang nomor dan menang," tuturnya.

Ia pun mengingat masa-masa ramainya SDSB. Dia berkumpul bersama orang dewasa setiap malam Kamis dan malam Minggu sambil mendengarkan radio saat pengundian.

Budi mulai berhenti beli kupon SDSB ketika taman SMA karena kesibukan mencari kerja dan mendaftar masuk Polisi namun gagal. Setelah mendapat pekerjaan, ia pun kemudian kembali bermain SDSB hingga akhirnya hilang setelah SDSB jadi ilegal.

Lain halnya dengan Husen, warga Ciamis, yang mengaku tidak pernah membeli kupon SDSB meski sedang ramai kala itu. Namun ketika bekerja sebagai Satpam di Pasar Ciamis, ia menjadi tempat orang bertanya untuk memasang nomor. Tak jarang nomor yang direkomendasikannya tembus dan meraih hadiah.

"Jujur dulu tidak pernah beli kupon. Tapi sempat ada warga yang bertanya, saya asal sebut saja tapi menang. Sejak saat ini sering orang-orang bertanya ke saya minta nomor, padahal saya asal sebut saja," ungkapnya sambil ketawa.




(dir/dir)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads