Setiap sore, notifikasi yang order masuk di ponsel Yayat (55) tak selalu disambut dengan antusias. Jika rutenya mengarah ke Jalan AH Nasution, ia kerap menolaknya.
Bukan karena malas, tapi karena ia sudah terlalu paham, macet di jalan itu bukan sekadar padat, tapi bisa menghabiskan waktu dan melelahkan.
Setiap pagi, ia melintasi Jalan AH Nasution dengan sabar. Ia tahu betul di mana titik padat, kapan arus mulai longgar, dan bagaimana cara mencari jalur alternatif agar tidak terjebak macet terlalu lama.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tapi satu hal yang tak bisa ditoleransi Yayat adalah kondisi Jalan AH Nasution saat sore hari. Bagi dia, kemacetan di sore hari lebih mengesalkan dan melelahkan ketimbang pagi hari.
"Kalau sore mah saya sering tolak orderan yang harus lewat sini," ujar Yayat, pengemudi ojek online yang sudah bertahun-tahun melintasi jalan-jalan di wilayah Bandung timur saat berbincang dengan detikJabar, Selasa (17/6/2025).
Kemacetan sore di Jalan AH Nasution, menurut Yayat jauh lebih sulit diprediksi dibanding pagi. Jika pagi hari macetnya teratur karena jam berangkat kerja atau sekolah, maka sore hari kemacetannya bisa disebabkan oleh macet tumpah ruah dari berbagai arah.
"Sore itu biasanya dari Ujungberung ke Cibiru bisa setengah jam lebih, padahal jaraknya cuma dua-tiga kilometer. Yang bikin ribet juga banyak yang masuk gang-gang kecil, terus keluar lagi, makin nambah macet," tuturnya.
Ia tak sendiri. Menurut Yayat, banyak rekan sesama pengemudi ojek online yang sepakat menghindari AH Nasution saat sore hari. Namun jika kondisi tertentu, mau tak mau Yayat harus menerima orderan meski harus melintasi jalan tersebut.
"Kalau tujuan Cibiru, pilih lewat Soekarno Hatta. Atau kalau ke Ujungberung, lewatnya Cisaranten, lewat sini jarang kalau terpaksa aja," kata Yayat.
(bba/sud)