Perlu Solusi Lebih dari Sekadar Larangan Jam Malam Pelajar di Jabar

Perlu Solusi Lebih dari Sekadar Larangan Jam Malam Pelajar di Jabar

Wisma Putra - detikJabar
Senin, 16 Jun 2025 12:00 WIB
Ilustrasi jam malam.
Ilustrasi jam malam (Foto: Ilustrasi menggunakan Gemini AI)
Bandung -

Dinas Pendidikan (Disdik) Jawa Barat saat ini sedang getol melakukan sosialisasi pemberlakuan jam malam bagi kalangan pelajar. Bukan tanpa alasan, Disdik menganggap pelajar di Jabar saat ini kondisinya cukup memprihatinkan.

Selain itu, akhir-akhir ini beredar narasi 'darurat' kondisi pelajar di Jabar sehingga program ini harus digulirkan. Lalu seperti apa tanggapan Pakar Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Dr Tina Haryati Dahlan menanggapi, narasi darurat tersebut?

"Iya, yang pertama sih sebetulnya kan yang disebut darurat itu sendiri kan kita jadi multitafsir ya, maksudnya apakah memang darurat itu memang perlu intervensi segera, kalau darurat berarti perlu intervensi ya. Kalaupun iya dalam bentuk apa, disebut bingung gak bingung juga ya itu artinya multitafsir," kata Tina dihubungi detikJabar, Senin (16/6/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tina mengungkapkan, jika dikaitkan dengan dunia pendidikan di Jawa Barat, sebetulnya banyak sekali isu-isu yang perlu diangkat, bukan hanya kepada siswa, tetapi juga sistem, seperti partnership, kurikulum hingga model pembelajaran, hal tersebut perlu untuk diperhatikan dan juga diintervensi.

"Nah kalau kita fokus pada jam malam tadi, kemudian juga dikaitkan dengan jam masuk 6.30, pandangan saya yang memang saya kurang tahu dasarnya seperti apa apakah memang sudah FGD dan lain sebagainya, ini dari pemahaman saya aja gitu. Sepertinya ini memang fokus pada siswa gitu ya kebijakan-kebijakan ini, termasuk juga yang kemarin itu yang barak militer juga fokus pada siswa," ungkapnya.

ADVERTISEMENT

Sebagai praktisi yang aktif di bidang psikologi perkembangan dan pendidikan keluarga, Tina juga mempertanyakan apakah dalam hal ini porsi keluarganya diintervensi tidak? "Jadi misalnya sekarang darurat jam malam, tidak boleh ada yang keluar gitu, nah sekarang apa intervensi dari pemerintah Jawa Barat ini kepada keluarga?" tambahnya.

Menurut Tina, apakah dengan kebijakan jam malam, siswa jadi efektif diam di rumah atau malah menimbulkan masalah baru dalam keluarga.

"Bukan berarti saya tidak setuju, saya sangat setuju adanya jam malam ini, tapi ada intervensi enggak di keluarga? Mengingat sekarang karakteristik dari anak-anak Gen Z, Gen Alpha Itu kan mereka sangat kritis, terbuka, kemudian juga mereka tidak hierarchical, kalau sama orang tua ya seolah-olah kayak setara, mereka bisa menjawab, menjawab dalam arti kalau dulu kita diinstruksikan sesuatu kan. Kalau generasi saya, generasi X udahlah diam saja, ngikut," jelasnya.

"Kalau anak sekarang kan enggak. Kenapa gitu? Kenapa enggak boleh? misalnya gitu, kenapa aku enggak boleh pulang terlalu malam? Maksudnya untuk apa? Di rumah juga ngapain, aku kan bosan diam di rumah. Nah apakah hal tersebut juga diintervensi gitu oleh pemerintah Jawa Barat," tutur Tina menambahkan.

Tina mencontohkan, di generasi X sebelum pukul 6 sore atau sebelum maghrib harus sudah di rumah, karena dulu tidak ada pensi atau segala macam kegiatan seperti itu. Kalaupun ada kegiatan, acara adanya bazar yang digelar hingga sore hari. "Nah kalau sekarang, pensi yang membuat anak-anak SMA lah katakan, itu pulang misalnya sampai after midnight, sampai subuh misalnya atau organisasi juga pulang malam dan lain sebagainya. Hal tersebut akhirnya menjadi common kan pada anak-anak ini, nah sekarang dengan adanya hal-hal seperti itu, apakah sistem pendidikannya yang keliru ataukah sebetulnya kita sebagai masyarakat, sebagai orang dewasa tidak memahami kebutuhan dari anak-anak muda atau dalam hal ini remaja," papar Tina.

Tina juga mempertanyakan hal dasar dari kebijakan ini, hingga narasi darurat muncul dan jam malam harus diterapkan. "Misalnya jam malam itu diberlakukan, saya ingin bertanya itu dasar pemikirannya apa kalau memang misalnya hanya jam malam. Karena memang kalau seperti ini apakah akan berdampak tidak pada komunikasi dengan keluarga, kalau dampaknya positif ya alhamdulillah nanti bisa kita lihat. Tapi kalau malah menimbulkan cekcok dan lain sebagainya karena anaknya sangat gabut, itu kan malah akan mengganggu ketahanan keluarga," ujarnya.

Tina menyebut, meski dirinya belum mengkaji secara mendalam terkait program ini. Tapi dia sudah bisa menangkap inti dari jam malam ini, yang bertujuan untuk mendisiplinkan agar menghindari perilaku-perilaku yang negatif.

"Kalau dari tujuannya sih saya sangat mengapresiasi dari Pak Gubernur bahwa ini adalah misi yang sangat positif. Tapi Kita jangan lupa bahwa anak-anak remaja itu butuh ekspresi, mengekspresikan pikirannya, perasaannya yang kita perlu untuk mewadahi ke arah yang lebih konstruktif, yang lebih membangun, bukan yang destruktif," ucap Tina.

"Kalau misalnya Kita hanya menggunakan Intervensi jam malam, sampai ditangkap atau dimasukin ke barak. Selanjutnya bagaimana? Misalnya apa yang perlu mereka lakukan untuk mengekspresikan diri? Ada nggak program-program khusus untuk remaja ini yang membuat mereka sadar, bahwa ada cara yang lebih positif dibanding nongkrong, ada cara yang lebih positif dibandingkan kongkow-kongkow dan ada cara yang positif yang tentunya lebih bisa memanfaatkan potensi mereka, menurut saya Itu perlu untuk digarisbawahi tentang jam malam ini," lanjutnya.

Menurut Tina, program ini lebih ke disiplin tentang responsible behavior atau perilaku-perilaku bertanggung jawab. Pada pelaksanaannya di lapangan, jika petugas bertemu dengan anak-anak ini lewat dari jam malam, apa konsekuensi yang akan didapatkan?

"Apakah dimasukkan ke barak atau apa? Padahal mereka misalnya baru saja kerja kelompok ataupun juga ada hal-hal yang bisa dilakukan di sekolah atau karena kepentingan ekstra kurikuler dan lain sebagainya. Apa itu juga memang tidak boleh gitu? Padahal misalnya itu adalah ajang ekspresi mereka dalam menyalurkan potensi-potensi mereka. Nah ini apakah Pemprov sendiri lebih fleksibel atau memang semuanya harus jam segitu tidak boleh ada di luar rumah, Itu perlu dikaji kembali," tuturnya.

Begitu pun dengan narasi darurat jam malam, Tina sebut itu harus ditinjau lagi agar tidak menjadi multitafsir.

"Kalau misalnya dasarnya adalah observasi ataupun juga ada bukti-bukti empiris yang memang terlihat di Jawa Barat bukan hanya dalam sekup yang kecil maka saya akan setuju, karena ada bukti-bukti empiris.Tapi kalau misalnya hanya pengamatan dalam sekup kecil, apalagi kan ini kan sebetulnya Jawa Barat ya misalnya di Jawa Barat sekupnya kecil hanya di satu kota, misalnya kotanya juga kota besar, kemudian dianggap adalah dunia pendidikan Ini sekarang darurat maka saya tidak setuju karena dasarnya apa? Kalau akademisi menarik simpulan sesuatu itu harus ada bukti dan apakah bukti ini bisa digeneralisasi atau tidak, itu kan kita harus melihat betul-betul dan komprehensif," kata Tina.

(wip/yum)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads