Komisi IV DPRD Kabupaten Sukabumi menerima peserta aksi unjuk rasa dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Sukabumi di depan Gedung DPRD pada Senin (19/5/2025). Massa membawa tuntutan terkait lemahnya pengawasan legislatif terhadap persoalan ketenagakerjaan di salah satu perusahaan industri besar yang beroperasi di Kecamatan Cikembar.
Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Sukabumi, Ferry Supriyadi, SH, menyambut langsung kedatangan massa aksi bersama sejumlah anggota komisi lainnya, yakni Ruslan Abdul Hakim, Rika Yulistina, Rahma Sakura Ramkar, dan Syarif Hidayat.
Dalam orasinya, para mahasiswa menyinggung sejumlah persoalan yang mereka nilai sebagai pelanggaran serius terhadap hak-hak pekerja. Mulai dari status kerja karyawan borongan, jaminan sosial yang tidak sesuai ketentuan, hingga dugaan praktik pungutan liar selama proses rekrutmen.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menanggapi hal itu, Ferry Supriyadi menyampaikan apresiasi atas aspirasi yang disampaikan HMI secara tertib dan konstruktif. Ia juga menyampaikan permohonan maaf atas tertundanya agenda audiensi yang sebelumnya telah dijadwalkan.
"Pertama mungkin ucapan apresiasi yang setinggi-tingginya untuk HMI Cabang Sukabumi yang telah melakukan aksinya hari ini, menyampaikan beberapa aspirasi yang sangat konstruktif dan membangun. Sebelumnya juga kami dari Komisi IV yang kebetulan hari ini mendampingi teman-teman HMI, mengucapkan permohonan maaf yang setinggi-tingginya," ujar Ferry.
Ia menjelaskan bahwa agenda audiensi bersama HMI sebenarnya sudah dijadwalkan sebelumnya pada hari Kamis, namun pada waktu bersamaan pimpinan DPRD meminta Komisi IV menerima audiensi dari pihak lain. Akibatnya, HMI yang telah menunggu cukup lama merasa kecewa dan memilih membubarkan diri.
"Memang HMI itu sudah terjadwal hari Kamis sesuai jadwal dari Komisi IV, tapi waktu itu pimpinan meminta kami untuk mendampingi menerima audiensi dari pihak lain, sehingga HMI tertunda. Mungkin nunggu terlalu lama, teman-teman kecewa dan pulang," lanjutnya.
![]() |
Lebih lanjut, Ferry mengatakan bahwa substansi tuntutan mahasiswa sejalan dengan sejumlah temuan Komisi IV di lapangan. Salah satunya adalah persoalan kerja borongan atau alih daya, di mana perusahaan mitra yang merekrut tenaga kerja ternyata tidak berbadan hukum sesuai ketentuan yang berlaku. Selain itu, praktik pungutan liar yang dilakukan oleh oknum dalam proses kerja juga menjadi perhatian serius. Ia juga menyoroti penggunaan BPJS Penerima Bantuan Iuran (PBI) oleh perusahaan, padahal PBI seharusnya diperuntukkan bagi masyarakat tidak mampu, bukan untuk pekerja formal yang memiliki pemberi kerja.
"Memang ada di suatu perusahaan terjadi praktik kerja borongan. Tapi yang disampaikan teman-teman, perusahaan alih daya itu tidak memenuhi standar karena hanya berbadan hukum CV, padahal seharusnya PT. Juga ada pungutan yang terjadi dalam praktik tersebut. Masih banyak perusahaan yang mempekerjakan pekerja dengan jaminan PBI, padahal pemberi kerja wajib memberikan jaminan sosial," kata Ferry.
Ia menjelaskan bahwa sejak November 2024, Komisi IV telah melakukan upaya penertiban terhadap perusahaan-perusahaan yang terindikasi melanggar aturan ketenagakerjaan. Namun, karena jumlah perusahaan yang terdaftar di Kabupaten Sukabumi mencapai sekitar 5.600, proses penindakan tidak dapat dilakukan sekaligus. Selain itu, jumlah anggota komisi yang terbatas serta minimnya dukungan badan pengawas dari provinsi juga menjadi kendala tersendiri.
"Kami Komisi IV dari mulai kurang lebih November 2024 sudah berjalan dan mulai menyisir itu. Bisa dicek, boleh ditanya ke ketua Apindo dan perusahaan-perusahaan. Kami sudah menertibkan beberapa perusahaan, tapi memang tidak bisa langsung semua, karena di Kabupaten Sukabumi ini yang terdaftar ada 5.600 perusahaan," ujarnya.
Meski begitu, Ferry menegaskan bahwa keterbatasan tersebut bukan menjadi alasan untuk berhenti bekerja. Ia menyatakan bahwa DPRD akan terus mengawal dan memaksimalkan pengawasan terhadap perusahaan-perusahaan agar tidak ada lagi pihak yang memanfaatkan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi.
"Kami tetap akan kawal dan maksimalkan itu, sehingga tidak ada pengusaha-pengusaha yang nakal memanfaatkan fasilitas negara untuk kepentingan pribadinya," tutupnya.
Sentil Sikap Pengusaha
Ferry lalu angkat suara soal pengusaha yang dinilai kerap bersikap arogan terhadap lembaga pemerintah. Menurutnya, sejumlah pengusaha enggan hadir langsung ketika dipanggil DPRD untuk membahas dugaan pungutan liar (pungli) atau persoalan di dunia ketenagakerjaan.
"Saya atas nama Komisi IV dan teman-teman menyampaikan bahwa pengusaha di Kabupaten Sukabumi itu bertindak layaknya seperti raja," kata Ferry, Selasa (20/5/2025).
Ferry mengungkap, Komisi IV sebelumnya telah memanggil salah satu perusahaan yang ramai diperbincangkan di media sosial terkait dugaan praktik pungli dalam proses rekrutmen tenaga kerja. Perusahaan itu, kata Ferry, sudah tiga kali dipanggil, tapi tak pernah dihadiri oleh pimpinan tertingginya.
"Kita sudah panggil (beberapa perusahaan yang terindikasi ada persoalan) di tanggal 28 April 2025. Kita meminta dan atau memanggil itu pimpinan perusahaannya, karena ada indikasi kuat keterlibatan middle manajemen atau HRD atau level apapun di sana yang ada di belakang praktik-praktik seperti ini," jelasnya.
Namun hingga pemanggilan ketiga, kata Ferry, pimpinan perusahaan tetap mangkir. Yang datang hanyalah perwakilan dari level manajemen bawah, padahal indikasi pelanggaran justru mengarah ke mereka.
"Waktu itu menolak, meneruskan dan mengundang ulang. Kedua datang lagi sama timnya yang datang, kita tolak kembali. Undang yang ketiga kalinya tidak datang juga, akhirnya kita sepakati melalui rapat-rapat kita lanjutkan ke tim Saber Pungli," ucap Ferry.
Komisi IV pun akhirnya mengadukan dugaan praktik pungli itu ke Saber Pungli. Namun, Ferry menegaskan pengaduan tersebut bukan laporan resmi karena DPRD tidak memiliki kewenangan sebagai pelapor.
"Sampai detik ini kami tidak menerima laporan, belum ada laporan secara resmi bahwa saya korban. Padahal untuk memberantas pungli itu harus ada keberanian dan jangan takut juga untuk semua masyarakat. Kami akan rahasiakan identitasnya, kami akan jaga keselamatannya," imbuhnya.
Ferry juga menyoroti kecenderungan masyarakat yang hanya mengeluh di media sosial tanpa mau mengambil langkah hukum yang sah.
"Kami butuh itu, tidak hanya speak up, mencela, mencaci, tapi kami tidak diberi senjata untuk melangkah, karena memang ini kan delik aduan. Yang melaporkan juga harus korban. Kami sebagai lembaga pun kemarin hanya mengadukan, bukan melaporkan, karena tidak ada hak untuk kami melaporkan," tegasnya.
Ferry memastikan bahwa DPRD sudah lebih dulu memantau persoalan ini jauh sebelum mahasiswa HMI menggelar aksi protes. Ia pun berharap, para pengusaha menghargai institusi pemerintah dengan menunjukkan itikad baik saat dipanggil untuk berdialog mencari solusi.
"Saya berharap mitra kerja kita pemerintah bisa bersama-sama untuk tegas dalam hal ini. Agar setiap pengusaha yang berusaha di wilayah Kabupaten Sukabumi bisa punya adab juga. Ketika pemerintah yang manggil ya datang, karena mungkin akan membahas sesuatu yang bisa menjadi solusi dalam jangka panjang," kata Ferry.
"Sekarang mereka hanya mewakilkan-mewakilkan, mereka kan tidak bisa, perwakilan tidak bisa memberi solusi. Mereka bakal datang ke kantornya menceritakan dan selanjutnya mempertanyakan bagaimana solusinya, jadi ada jarak komunikasi yang panjang," tandasnya.
(sya/yum)