Cerita inspiratif datang dari warga RT 27 RW 13 Dusun Panyingkiran, Desa Ciharalang, Kecamatan Cijeungjing, Kabupaten Ciamis. Mereka bergotong royong membangun jalan ratusan meter dengan dana dari uang perelek dan sumbangan tokoh masyarakat.
Pantauan detikJabar, Minggu (18/5/2025), sejumlah bapak-bapak nampak semangat membangun jalan menggunakan semen, pasir dan kerikil. Sedangkan ibu-ibu mereka memasak untuk konsumsi warga yang telah mengerjakan jalan.
Warga berinisiatif membangun jalan yang awalnya berupa tanah dan bebatuan tersebut secara swadaya. Pasalnya, menunggu bantuan pemerintah sejak sekian lama tak kunjung terealisasi. Jalan tersebut dibutuhkan warga untuk beraktivitas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jalan yang dibangun sepanjang 300 meter dari uang perelek yang dikumpulkan dari warga RT 27, Rp 1.000 per hari untuk setiap keluarga. Juga ditambah bantuan dari warga Haji Rosidin DKM Nurul Iman," ujar Dadang, Ketua RT 27.
Diketahui, Perelek merupakan tradisi masyarakat Sunda, di mana pengumpulan beras atau uang dari warga. Hasilnya digunakan untuk kepentingan umum atau membantu warga.
Tradisi perelek di RT 27 Dusun Panyingkiran ini sudah berjalan sejak lama, namun kembali digencarkan sejak tahun 2020. Dari hasil perelek berupa pengumpulan uang itu sudah digunakan untuk keperluan umum dan masyarakat. Di RT 27 sendiri terdapat 37 kepala keluarga.
"Untuk sekarang jalan dengan panjang 300 meter dengan alokasi Rp 10 juta. Tahun 2023 juga membangun jalan 500 meter, membangun gapura, hampir total kurang lebih Rp 25 juta. Kemarin lebaran juga memberikan bingkisan sembako untuk setiap keluarga," ucapnya.
Dadang mengatakan, warga berinisiatif membangun jalan sendiri karena setiap mengajukan ke pemerintah belum terealisasi. "Daripada tidak ada bantuan pemerintah, kami perbaiki sendiri dari kas RT hasil perelek," katanya.
Selain untuk pembangunan, uang perelek juga digunakan untuk santunan bagi warga yang sakit, mengalami musibah dan juga alat kematian.
Menurut Dadang, awalnya warga mengumpulkan uang sebesar Rp 500 untuk piknik setiap setahun sekali. Warga pun kemudian bermusyawarah dengan menaikan perelek menjadi Rp 1.000. Uang tersebut bukan hanya digunakan untuk piknik tapi berbagai keperluan lainnya. Kenapa uang? Karena awalnya pengumpulan beras susah laku dijual atau beras habis digunakan ngaliwet.
"Sudah tiga kali piknik satu RT, dengan sewa bus. Ke Pangandaran, ke Cireong, ke Kampung Teratai. Intinya untuk kebersamaan dan silaturahmi. Bahkan dari uang perelek ini bisa membeli sepeda motor bekas untuk inventaris RT," tuturnya.
Sementara itu, Ade Kusmayadi, Tokoh Masyarakat, menyebut kebersamaan dan gotong royong warga sangat tinggi. Warga selalu kompak untuk menjaga lingkungan, baik melaksanakan siskamling, bersih-bersih dan lainnya.
Di RT 27 juga terdapat tabungan warga untuk hari raya dan juga pembayaran pajak PBB. Tabungan itu dibagikan dua Minggu sebelum hari raya beserta sembako.
"Alhamdulillah untuk tahun 2025 ini PBB untuk warga RT 27 sudah lunas, itu dari tabungan setiap hari yang dikumpulkan warga," pungkasnya.
(dir/dir)