Libur Lebaran dimanfaatkan oleh masyarakat Kampung Cilenga, Desa Selawangi Kecamatan Sariwangi, Kabupaten Tasikmalaya untuk menggelar berbagai perlombaan.
Acara yang diinisiasi oleh para pemuda kampung setempat ini, berlangsung meriah. Anak-anak dan orang tua, larut dalam kemeriahan beragam lomba.
Perlombaan yang dihelat tak beda jauh seperti pertandingan di acara 17 Agustusan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ada balap makan kerupuk, pukul kantung air, lomba joget balon, mapay awi dan lain-lain. Acara berlangsung sejak H+1 Lebaran atau Selasa (1/4/2025) hingga H+3 Lebaran.
Untuk kegiatan hari Rabu (2/5/2025) ini, diisi oleh lomba "mapay awi" dan mancing. Mapay awi adalah lomba meniti batang bambu yang membentang di atas kolam.
Lomba ini cukup seru, karena peserta banyak yang berjatuhan akibat gagal meniti batang bambu. Momen terjerembab ke kolam, kerap mengundang gelak tawa.
Tak hanya diikuti anak-anak, orang tua pun tak mau ketinggalan menjajal tantangan ini. Mereka yang berhasil langsung mendapatkan hadiah, berupa makanan, minuman, sabun dan lain sebagainya. Hadiahnya tergolong sederhana, tapi kebahagiaan dan kebersamaan yang tercipta jauh lebih berharga.
![]() |
Kegiatan ini juga membuat suasana libur Lebaran di Kampung Cilenga menjadi lebih meriah. Masyarakat tak perlu pergi keluar untuk berwisata, karena suasana di kampung sendiri pun sudah ramai.
"Tradisi di kampung kami memang seperti ini. Rutin setiap tahun, jadi perlombaan seperti Agustusan justru digelar pada saat libur Lebaran," kata Encang Beben, ketua panitia kegiatan.
Untuk membiayai acara itu, panitia mengumpulkan sumbangan dari para perantau yang mudik.
"Dari masyarakat untuk masyarakat. Warga yang perantau juga senang, hampir semua menyumbang, karena suasana kampung meriah, mereka memberikan bantuan untuk kegiatan ini," kata Encang.
Yedi Supriadi salah seorang tokoh pemuda Kampung Cilenga menjelaskan, tradisi "raramean" di lobir Lebaran ini sengaja digelar untuk menjadi wahana bersilaturahmi antar warga. Sekaligus menjadi sarana hiburan bagi masyarakat.
"Ajang silaturahmi dan hiburan. Dari pada rebahan di rumah atau berwisata tapi malah macet-macetan di jalan, lebih baik kita gelar acara di kampung sendiri. Anak-anak senang, para orang tua juga mendukung," kata Yedi.
Dadang Holis (50) warga lainnya mengaku mengapresiasi inisiatif pemuda yang masih melestarikan tradisi ini.
"Alhamdulillah tradisi ini masih terjaga, sejak saya kecil memang setiap Lebaran selalu ramai," kata Dadang.
Menurut dia kegiatan di kampung ini bisa mengurangi tingginya mobilitas masyarakat di saat momentum Lebaran.
"Kalau banyak kampung yang menggelar seperti ini, bukan tak mungkin kepadatan di jalan akibat mobilitas masyarakat bisa ditekan, jadi tak macet. Karena masyarakatnya betah di kampung sendiri," kata Dadang.
(yum/yum)