Boys will be boys, pepatah bahasa Inggris yang berarti anak lelaki akan tetap menjadi anak lelaki, meski usianya telah dewasa, boleh jadi ada benarnya. Untuk urusan hobi, para lelaki tak akan pernah merasa dewasa sehingga harus menyudahi kegemarannya.
Ini juga yang berlaku bagi para mancing mania, aktivitas berburu ikan ini menjadi salah satu jenis hobi yang digandrungi kaum pria.
"Saya kelahiran 1953, hobi mancing sejak masih bujangan," kata Maman Suparman, warga Gunungcupu Ciamis, saat ditemui di Leuwi Tonjong, salah satu spot mancing Sungai Citanduy di Kecamatan Indihiang Kota Tasikmalaya, Kamis (6/3/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengaku menemukan kepuasan dengan aktivitas hobinya itu, meski sebagian orang menilai hobinya itu dengan istilah "pangedulan" (aktivitas seorang pemalas).
"Zaman dulu banyak orang tua yang memarahi anaknya kalau suka mancing, "pangedulan" katanya. Tapi kalau kata saya, semua juga asal jangan berlebihan, asal tahu waktu. Sok dari pada hobi "beger" (selingkuh), mendingan hobi nguseup (mancing)," dalih Maman.
Terlebih Maman berkilah hobinya sebatas mancing di sungai, yang notabene lebih irit biaya ketimbang mancing di kolam pemancingan. "Ini mah hobi murah meriah, tuh umpannya juga cuma goreng tempe. Beda sama kongkur (mancing di kolam pemancingan), sekali mancing habis Rp 200 sampai 500 ribu," kata Maman.
![]() |
Karena sudah senior dalam dunia mancing di sungai, khususnya Sungai Citanduy, Maman mengaku pernah mendapatkan semua jenis ikan di Citanduy, termasuk ikan-ikan khas Citanduy. Meski populasinya semakin minim, tapi menurut Maman ikan khas Citanduy masih banyak.
"Jarang iya, tapi kalau punah sepertinya tidak. Masih banyak, semacam ikan balar, kampal, bebeong, cili-cili, kancra. Kan kalau ikan-ikan macam itu memang hidupnya di sini, mereka beranak pinak di Citanduy, tidak ada yang budidaya," kata Maman.
Menurut dia kemunculan ikan-ikan semacam itu tergantung kondisi air sungai. Ikan bebeong misalnya, dia akan muncul ketika kondisi air keruh dan keluar pada sore hingga malam hari. Maman juga menyebut, ikan-ikan tertentu biasanya musiman. "Seperti balar itu biasanya musiman, mungkin dia sedang pindah dari hilir ke hulu, tiba-tiba saja kita dapat balar terus-terusan. Tergantung kondisi air," kata Maman.
Meski memiliki tujuan menangkap ikan, namun para pemancing biasanya akan melepas kembali ikan-ikan khas yang masih kecil atau ukuran tanggung untuk dikonsumsi.
"Pernah tiba-tiba dapat beberapa ekor bebeong sebesar jempol, ah saya lepas lagi. Ya soalnya dimakan juga tanggung, mendingan dilepas lagi biar besar dulu. Kecuali kalau dapatnya ikan yang memang kecil, misalnya beunteur atau ikan-ikan budidaya," kata Maman.
Maman juga mengaku bersyukur Sungai Citanduy masih memiliki ikan yang melimpah dan menjadi perantara bagi dirinya mendapatkan rejeki. "Melak henteu, diuseupan unggal poe, tapi teu beak-beak. Eta pan kersaning Gusti Allah. (Menanam ikan tidak, dipancing tiap hari, tapi ikan tak ada habisnya. Jelas itu kuasa Allah SWT)," kata Maman.
Tudi (44), pemancing lainnya mengaku nongkrong berjam-jam di tepi sungai menjadi cara dia mendapatkan hiburan. Momen strike adalah saat yang dinantikan. Menurut dia sensasi strike di sungai berbeda dengan strike di kolam pemancingan.
"Jadi strike ikan nilem ukuran 2 jari di sungai, sama strike ikan mas sekilo di kolam, menurut saya lebih nikmat di sungai. Soalnya perjuangannya kan beda," kata Tudi.
Memancing di sungai pun, menurut dia harus kuat mental dan sabar, karena potensi tak dapat ikan sama sekali sangat tinggi. "Mancing di sungai di-zonk itu sudah biasa, tak jadi beban dan nggak kapok. Beda kalau mancing di kolam, tak dapat ikan itu jadi beban, malu di-bully teman," kata Tudi.
Namun jika sedang mujur, memancing di sungai bisa ketiban rejeki nomplok. Misalnya strike ikan caung atau bebeong berukuran besar, itu bisa dijual dengan harga yang tinggi. "Dapat bebeong sebesar lengan aja, ditenteng sambil pulang, itu pasti banyak yang nawar. Setidaknya Rp 75 ribu bisa laku, karena ikan itu jarang dan tidak ada di pasar," kata Tudi
(yum/yum)