Bayang-bayang Ketakutan Kala Sungai Cikapundung Meluap

Bayang-bayang Ketakutan Kala Sungai Cikapundung Meluap

Wisma Putra - detikJabar
Minggu, 16 Mar 2025 12:56 WIB
Permukiman di Jalan Braga Bandung sempat diterjang banjir
Permukiman di Jalan Braga Bandung sempat diterjang banjir (Foto: Wisma Putra/detikJabar).
Bandung -

Neng Nining (53) selalu tidak bisa tenang saat hujan deras mengguyur, karena khawatir Sungai Cikapundung meluap. Pasalnya, kawasan rumah tinggalnya kerap dilanda banjir luapan air Sungai Cikapundung.

Warga RW 8, Kelurahan Braga, Kecamatan Sumur Bandung, Kota Bandung ini mengatakan, banjir kembali melanda kawasan Braga, Sabtu (14/3) kemarin. Banjir menerjang cukup besar.

"Banjirnya lumayan gede, di jalan selutut, di dalam rumah semata kaki, tapi di dapur sebetis," kata Neng Nining sambil menunjukan bekas air banjir yang ada di tembok rumahnya, Minggu (16/3/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Neng Nining, barang-barang yang ada di dalam rumahnya terendam banjir. Dari mulai lemari hingga kasur yang digunakannya untuk dia tidur. Sementara untuk elektronik, disimpan ke lantai atas rumahnya.

"Semua terendam, dapur terendam. Kamar mandi juga, segini (menunjuk pinggang)," ujarnya.

ADVERTISEMENT

Meski banjir sudah surut, Neng Nining dibantu anak-anaknya membersihkan sisa-sisa banjir yang masuk ke ruangan kamar rumahnya. Air itu masih tersisa karena tanahnya rembes.

"Ya masih bersih-bersih, masih kotor, rembes soalnya," ujarnya.

Rumah Jebol di Tahun 2024

Banjir akibat luapan Sungai Cikapundung menyisakan kisah kelam bagi Neng Nining. Puluhan tahun tinggal di Braga, rumahnya sudah dua kali rusak atau jebol akibat amukan Sungai Cikapundung.

"Ini bekas jebol Januari 2024, ini tuh belum selesai dibenarkan, masih tanah (lantainya belum dikeramik)," ucapnya.

"Saya di sini 1972, tapi banjirnya sering. Jebol juga dua kali, tahun 2015 jebol kamar mandi, setelah itu banjir terus dan gede lagi 2024 kemarin, lebih parah dari 2015," tambahnya.

Neng Nining mengaku tak tenang jika debit air Sungai Cikapundung naik. Dia khawatir rumahnya kembali rusak.

"Was-was, tarauma karena sudah mengalami jebol, ini tuh jebol semuanya tinggal langit-langit saja," tuturnya.

Pada tahun 2024 itu juga, selain kehilangan sebagaian rumah miliknya karena dihantam amukan aliran sungai. Neng Nining juga kehilangan anaknya dan suaminya yang sakit. Anaknya meninggal karena DBD tiga haru setelah kejadian banjir yang merusak rumahnya dan suaminya dua bulan kemudian meninggal karena sakit menahun yang sudah diidapnya.

"Anak meninggal karena DBD, virusnya sudah ke otak. Kalau suami, dua bulan kemudian," ujarnya.

Tak hanya rumahnya, seluruh rumah warga uang ada di bantaran sungai juga kerap terendam banjir "Pemukiman yang ada di bantaran sungai mah pasti," ujarnya.

Neng Nining menyebut, karena sudah terbiasa dengan banjir. Ketika debit air Sungai Cikapundung sudah melebihi batas normal, dia langsung membereskan barang-barang yang ada di rumahnya.

"Beres-beres barang kalau debit air naik, nutupin lubang wc, patokan debit air Sungai Cikapundung, kalau sudah ada dibatas kuning semua warga juga siap-siap," tuturnya.

Dia juga selalu menginformasikan kepada warga. "Saya suka pantau karena dekat dengan aliran dan menginformasikan kepada warga," tambahnya.

Neng Nining menyebut, bukan tidak mau pindah dari rumahnya ini, karena tak memiliki rumah lagi. Akibatnya dia harus bersahabat dengan banjir yang sering terjadi di musim hujan.

"Mau pindah, pindah ke mana, bertahan saka di sini, ini juga rumah sebelumnya milik orang tua," pungkasnya.




(wip/mso)


Hide Ads