Jubaedah (80), seorang nenek renta meratap. Dia meminta tolong kepada Presiden RI, Prabowo Subianto dan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi agar sudi memberinya perhatian dan pertolongan. Tanah yang dibeli suaminya dahulu, kini akan dieksekusi Pengadilan Negeri Bale Bandung.
Permintaan tolong itu disampaikan dalam sebuah video yang tersebar di media sosial. Akun Tiktok @calonmenkeu mengunggah video ratapan Nenek Jubaedah itu pada Jumat (7/5/2025).
"Kepada Pak Presiden dan Gubernur tolong saya warga bapak, merasa dizalimi. Suami saya beli dan sekarang Leter C di desa dirobah," kata Nenek Jubaedah di dalam video.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Video itu dilanjutkan dengan keterangan perempuan yang juga lahan milik keluarganya menjadi korban dugaan praktik mafia tanah dengan manipulasi data di tingkat desa. Yang akibatnya, meski memiliki Akta Jual Beli (AJB) tanah, kepemilikannya dirampas lewat surat eksekusi.
"Bapak Dedi Mulyadi, Bapak Aing, Gubernurna Pasundan dugi ka iraha Pak, ieu warga Jabar nu tos kieu sepuhna diantep dina kazoliman pengadilan. Buku tanah robah tina aslina. Mugia Bapa tiasa ngabantos abdi sareng masyarakat sanesna tina ngabela ieu sepuh (Bapak Dedi Mulyadi, Bapak Aing, Gubernur di Pasundan, sampai kapan Pak, ini warga Jawa Barat yang sudah renta begini dibiarkan di dalam kezaliman pihak pengadilan. Buku tanah rubah dari yang aslinya. Moga bapak bisa membantu saya dan masyarakat lainnya dalam membela orang tua ini)," kata Ayu Septia Ningrum di dalam video.
Ayu Septia Ningrum saat dihubungi detikJabar, Sabtu (8/3/2025) mengatakan tanah yang disengketakan ini berada di RT01 dan 05, RW05, di Jalan Kapten Sangun, Kampung Simpen, Desa Tenjolaya, Kecamatan Cicalengka, Kabupaten Bandung. Keluarga Ayu sendiri tinggal di lahan itu sejak lama. Ayahnya, Mochammad Ridjekan (58) membelinya dari Apud Kurdi (alm.), suami Jubaedah. Ada dua bidang milik keluarga Ayu, kedua bidang itu luasnya 20 tumbak.
Kini, lahan milik keluarganya, milik pemegang AJB lain, milik Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Bina Muda, juga yang didiami para penyewa harus dikosongkan berdasarkan surat dari Pengadilan Negeri Bale Bandung, nomor 2129/PAN.W11.U.10/HK2.4/III/2025 tertanggal 5 Maret 2025, tentang pemberitahuan eksekusi, pengosongan, dan penyerahan lahan. Lahan itu akan dieksekusi pada 8 April 2025, sepekan seusai lebaran.
Kronologi Sengketa
Apud Kurdi dan Jubaedah memiliki tanah hasil membeli di Kampung Simpen, Desa Tenjolaya, Kecamatan Cicalengka Kabupaten Bandung. Menurut data, tanah itu dahulu merupakan tanah kering. Waktu bergulir. Sebagian tanah itu disewakan. Lambat laun, tanah-tanah itu sebidang-sebidang dijual kepada perorangan. Tanah yang sebelumnya disewa pihak SDIT Bina Muda pun pada akhirnya terbeli.
Bertahun-tahun lamanya, tidak ada persoalan apapun yang muncul, hingga pada tahun 2009 ada gugatan dari kelompok yang mendaku sebagai ahli waris Ny. Oce bin Mansur yang dilayangkan kepada ahli waris Apud Kurdi. Pihak ahli waris Ny. Oce bin Mansur itu mengeklaim bahwa tanah yang dikuasai pihak Apud Kurdi adalah hak mereka. Gugatan itu dalam perkara bernomor 159/PDT.G/2009/PN.BB yang pada putusannya di tahun 2010, gugatan itu ditolak.
Pada tahun 2011, pihak Ny. Oce bin Mansur kembali melayangkan gugatan kepada Pihak Apud Kurdi. Sejumlah pihak seperti Yayasan Sosial dan Pendidikan Bina Muda sebagai pengelola SDIT Bina Muda, pemilik AJB dan para penyewa lahan di lahan yang disengketakan juga menjadi turut tergugat. Perkara ini bernomor 39/Pdt.G/2011/PN.BB.
Dari tahun tersebut hingga tahun 2023, proses hukum terus terjadi. Kedua pihak saling melayangkan gugatan. Pada 2022, eksekusi oleh juru sita Pengadilan Negeri Bale Bandung sempat akan dilakukan, namun mendapat penolakan keras dari warga. Ketika itu, Selasa, 18 Oktober 2022, eksekusi pun dilakukan ketika siswa SDIT Bina Muda masih melaksanakan kegiatan belajar mengajar.
Penggunaan jalur hukum masih ditempuh, bahkan upaya peninjauan kembali (PK) terjadi. PK dimohonkan pihak Apud Kurdi ke Mahkamah Agung (MA) bernomor 312/PK/Pdt/2023 yang amar putusannya, PK itu ditolak.
Dugaan 'Perluasan' di Tingkat Desa
Ayu Septia Ningrum mengatakan permulaan sengketa lahan ini adalah dugaan manipulasi data tanah di tingkat desa. Data tanah berupa Leter C diduga dirubah sehingga salah satu pihak merasa berhak mencaplok hak tanah orang lain.
"Saya sempat datang rapat sama penjual tanah (ahli waris Apud Kurdi), memang Leter C itu ada yang mengubah sejak dulu, mengapa demikian hal itu terjadi?" kata Ayu.
Dugaan ini dibuktikan dengan perubahan data Leter C di tingkat Desa Tenjolaya ketika sebelum dimekarkan, dengan setelah dimekarkan. Dahulu, Desa Tenjolaya Kecamatan Cicalengka sangat luas. Menurut data yang terhimpun, pada tahun 1901 saja, wilayah ini sudah berbentuk desa yang dipimpin lurah bernama Moehammad Sanoesi.
Waktu bergulir. Penduduk bertambah. Desa Tenjolaya kemudian dimekarkan. Desa ini pada 23 September 1982 dimekarkan menjadi dua, yaitu Desa Tenjolaya dan Desa Panenjoan. Namun, jika umumnya desa baru punya kantor pemerintahan desa yang baru, dalam hal ini Kantor Desa Tenjolaya lah yang berpindah dari semula (tahun 1950-an) di kawasan Kebon Kalapa, berpindah ke Jalan Kapten Sangun, Kampung Simpen.
Dalam data sebelum pemekaran, tanah pada persil 112 c, yang dimiliki Ny. Oce bin Mansur adalah 130 desiare (1300 meter persegi). Tulisan mengenai persil ini juga bertinta merah. Namun, pada salinan data tanah setelah pemekaran, persil 112 c ini bertambah luas menjadi 920 desiare (9200 meter persegi), atau dalam hal ini ada 'perluasan' 720 desiare.
Harapan Kepada Pemangku Kebijakan
Keluarga Ayu Septia Ningrum dan warga puluhan pihak lainnya, termasuk di dalamnya pemilik AJB, warga penyewa lahan, dan SDIT Bina Muda resah dengan adanya keputusan eksekusi lahan dari Pengadilan Negeri Bale Bandung yang akan berlangsung seusai lebaran Idulfitri 2025 ini. Sebab, meski tergugat adalah pihak ahli waris Apud Kurdi, mereka juga terancam minggat.
Terlebih, pihak Pemerintah Kecamatan Cicalengka telah melayangkan surat undangan kepada para pemilik AJB untuk berdialog yang pada intinya, dialog itu adalah desakan pemerintah untuk merelakan tanah mereka diekseskusi.
Warga sendiri merasa heran, sebabnya, AJB adalah produk hukum yang legal dalam jual beli tanah yang diketahui oleh camat. Tetapi di kemudian hari, AJB itu hangus begitu saja setelah ada putusan pengadilan tersebut.
"Waktu ada lagi pemberitahuan eksekusi, respons saya dan keluarga khawatir dengan hal itu. Ternyata benar menurut tetangga yang mengikuti undangan ke kecamatan, undangan itu supaya kami angkat kaki dari rumah,"
"Secara langsung diusir memang tidak, tapi jelas-jelas tidak ada tindakan dari pemerintah yang mungkin membuat kita harus bertahan. Malah pemerintah yang seolah-olah memfasilitas pengusuran itu, karena berbicara (kami) sudah kalah dan mungkin sulit untuk PK (peninjauan kembali),"
"Harapan kami, pemerintah dapat mengatasi kasus seperti ini, bahwa sedang terjadi kasus seperti ini di masyarakat, khususnya di Tenjolaya, dan berharap (Gubernur Jabar) bisa menanggapi dengan cepat dan cermat, agar tidak terpuruk, karena kasus ini terjadi begitu lama," kata Ayu yang kini bertindak mewakili ayahnya dalam upaya mempertahankan tanah, sebab ayahnya jatuh sakit telah tiga tahun lamanya.
(tya/tey)