Tahun 2025 tinggal menghitung hari, membawa semangat baru dan resolusi yang menggema di mana-mana. Namun, di balik riuh rendah optimisme itu, terselip cerita sunyi dari sudut-sudut Kota Bandung yang kerap terlupakan.
Cerita tentang mereka yang bekerja tanpa pamrih demi menjaga kota tetap bersih, meski kehidupan mereka sendiri jauh dari kata layak. Mereka menyusuri jalanan dengan tangan mengais sisa-sisa yang dianggap tak berharga oleh banyak orang. Di balik tumpukan barang bekas yang mereka angkut, tersimpan suara-suara lirih memendam harapan sederhana untuk tahun selanjutnya. Tubuh yang sehat, makanan yang layak, dan secuil perhatian dari pemerintah. Suara kecil ini pantas didengar di tengah gegap gempita kota besar.
Untuk mendengar lebih dekat cerita-cerita tersebut, pada Senin (22/12/24), tim detikJabar menyusuri kawasan Cihampelas, Kota Bandung. Kawasan ini menjadi salah satu lokasi di mana banyak masyarakat marginal mencari rezeki di tengah hiruk pikuk kota. Dalam perjalanan ini, kami berkesempatan mewawancarai beberapa narasumber yang kesehariannya dihabiskan dengan bekerja keras mengais barang-barang bekas untuk dijual kembali ke pengepul.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satu narasumber yang kami temui adalah Edi (63), seorang pria yang usianya sudah lewat baya, tekun melakukan pekerjaannya selama 15 tahun. Setiap pagi hingga sore, ia berkeliling menyusuri jalanan Cihampelas hingga Ciumbuleuit demi mengais rezeki dari barang-barang rongsokan seperti botol plastik, besi bekas, atau apapun yang bisa dijual kembali. Meski lelah selalu menyapa setiap langkahnya, ia tetap tegar menghadapi. Dengan hasil timbangan sekitar Rp13.000 per hari, Edi tetap bersyukur atas rezeki yang diperoleh. "Namanya rezeki nggak akan ke mana," ucapnya dengan senyum sederhana.
Namun, perjuangan Edi bukan tanpa tantangan. Di balik senyum tersebut, tersimpan perjuangan berat yang terus ia hadapi. Salah satu kendala terbesar yang ia hadapi adalah harga barang yang terus fluktuatif, dan bantuan pemerintah yang belum pernah ia rasakan. Maka, menjelang pergantian tahun ini, Edi tak berharap muluk-muluk. "Harapannya sehat terus aja," ujarnya ketika ditemui di sela-sela pekerjaannya. Ia juga bercerita bahwa dalam beberapa tahun terakhir, bantuan langsung dari pemerintah nyaris tak pernah ia rasakan. "Semoga tahun depan ada bantuan dari pemerintah buat ngeringanin harga kebutuhan," tambahnya, mengungkapkan harapan yang serupa dengan banyak masyarakat kecil lainnya.
Perjuangan seperti yang dialami Edi ternyata juga dirasakan oleh banyak orang lain di kawasan Cihampelas. Salah satunya adalah Eti (65), seorang pemulung asal Subang yang kini mengadu nasib di Kota Bandung. Setiap hari, ia memulai pekerjaannya sejak siang hingga malam, dengan sabar memilah dan mengumpulkan plastik di sekitar Cihampelas untuk dijual ke pengepul di Baltos. Seperti Edi, pekerjaan berat ini ia jalani tanpa banyak keluhan. "Kalau hujan, ya berhenti dulu. Kalau lagi panas, jalan terus," ujar Eti yang tinggal bersama suaminya di kawasan Cihampelas.
Ketika ditanya soal harapan di tahun 2025, matanya berbinar, menyiratkan impian yang sederhana namun bermakna. "Maunya punya uang cukup biar bisa pulang ke kampung (Subang)," tuturnya dengan mata menerawang. Sama seperti Edi, Eti juga berharap pemerintah lebih peduli terhadap nasib masyarakat kecil. Ia menginginkan bantuan yang benar-benar sampai ke tangan yang membutuhkan. "Semoga pemerintah kasih bantuan, apa aja," tutupnya singkat namun penuh harap.
(sud/sud)