Pekerjaan di ketinggian saat ini menjadi salah satu profesi yang begitu jarang dilakoni banyak orang. Selain karena pekerjanya membutuhkan keahlian yang tersertifikasi, risiko besar juga mengancam dan tak sedikit sampai menimbulkan korban.
Sejak 2007, para pekerja ketinggian itu menghimpun diri dalam Asosiasi Rope Access Indonesia (ARAI). Kemudian di Jawa Barat (Jabar), pada 2022 pengurus provinsi atau Pengprov pun didirikan sebagai komitmen ARAI dalam memberikan perlindungan bagi para pekerja di ketinggian.
Akhir pekan lalu, ARAI Jabar menggelar acara bertajuk Revive Height Worker West Java di Bappeda Jabar. Puluhan anggota pun hadir mengikuti paparan materi sejumlah instruktur yang biasa menangani keselamatan pekerja pada ketinggian.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tujuannya dari pertemuan ini untuk mengasah lagi, mengingatkan kembali kepada anggota yang terdaftar di ARAI supaya mereka tetap waspada dari bahaya risiko jatuh dalam pekerjaan di ketinggian," kata Ketua ARAI Jabar Didin Wahyudin belum lama ini.
Menurut Didin, pekerja di ketinggian punya banyak ragam. Tapi yang paling umum, biasanya mereka ditugaskan untuk melakukan pembersihan gedung-gedung bertingkat hingga perawatan sejumlah proyek infrastruktur, salah satu seperti menara telekomunikasi yang menjulang tinggi.
Karena pekerjaannya begitu berisiko, orang yang menjalani profesi ini jelas wajib mengantongi lisensi untuk bekerja di ketinggian. Di sini kemudian ARAI berperan membantu pemerintah, dalam hal ini Dinas Ketenagakerjaan untuk menekan potensi timbulnya risiko kecelakaan kerja.
"Peran ARAI tugasnya membantu pemerintahan supaya angka kecelakaan di Jawa Barat atau di Indonesia ini, kalau bisa ditiadakan untuk kecelakaannya. Harapannya seperti itu," ungkap Didin.
"Di program kita ini, itu mempertemukan para teknisi dan instruktur supaya mengingatkan kembali bagaimana SOP kerja yang dilakukan. Sebetulnya mereka keilmuannya sudah ada, kita hanya merefresh kembali apa yang menjadi risiko bahaya di tempat kerja," imbuhnya.
Ketua Pengurus Pusat ARAI Haddy Ahmad Chalidi menerangkan, sebelum ARAI didirikan, angka kecelakaan bagi pekerja di ketinggian selalu muncul hingga menimbulkan korban jiwa. ARAI pun kemudian berkomitmen memberikan perlindungan bagi pekerja supaya mereka tidak mengalami kecelakaan dan bisa pulang ke rumahnya masing-masing dengan aman.
"Akhir 2000an sampai 2003-2004, kita banyak memberikan influence terkait keselamatan pada bekerja di ketinggian. Karena banyak kecelakaan, mungkin 4-7 orang per hari, dan itu makin meningkat," katanya kepada detikJabar.
"Sehingga kita enggak pengin kecelakaan kerja di ketinggian lebih banyak. Maka ada concern diupayakan aman untuk orang bekerja, maka dibuatlah asosiasi (ARAI) ini," ungkapnya menambahkan.
Menurut Haddy, ARAI berpedoman kepada faktor kemanusiaan dari sisi si pekerja ketinggian. Sehingga di masa mendatang, para pekerja yang menggeluti bidang tersebut menjadi lebih aman dan risiko potensi kecelakaan kerjanya bisa dihilangkan.
"Dan acara ini tujuannya untuk remainding hal-hal yang bersifat pedoman dan pelatihan pekerja pada ketinggian. Jadi ini mengembalikan lagi, kilas balik daripada pedoman pelatihan, sekaligus untuk diskusi hal-hal yang sifatnya mungkin masih bisa dilanjutkan, ditingkatkan, atau beberapa yang tidak relevan lagi saat ini," tuturnya.
"Jadi harapannya walau risikonya besar, harapannya risikonya dapat diukur, sehingga layak dijalankan," pungkasnya.
(ral/dir)