Bupati Sukabumi Marwan Hamami menanggapi hasil temuan WALHI yang menyebut aktivitas tambang sebagai penyebab bencana ekologis di Sukabumi. Menurut Marwan, pemulihan dampak lingkungan akibat tambang harus menjadi tanggung jawab perusahaan tambang melalui program reklamasi dan Corporate Social Responsibility (CSR).
Marwan menegaskan bahwa perusahaan tambang memiliki kewajiban memulihkan kondisi lingkungan apabila terbukti menimbulkan dampak bencana. Hal ini diatur dalam regulasi terkait reklamasi pascatambang yang harus ditanggung oleh pihak perusahaan.
"Ketika mereka menambang, reklamasi harus dilakukan oleh mereka dengan biaya sendiri. Namun, dalam konteks kebencanaan, memang tidak ada klausul yang mewajibkan perusahaan tambang membantu langsung. Tapi melalui CSR, mereka seharusnya bisa membantu masyarakat terdampak," ujar Marwan, Selasa (17/12/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia juga menyoroti kendala terkait perizinan tambang yang saat ini berada di bawah kewenangan pemerintah provinsi dan pusat, bukan daerah. "Kewenangan amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) itu ada di provinsi, meskipun kami di daerah bisa memberikan rekomendasi terkait potensi tambang. Tapi kajian lingkungan itu harus melibatkan semua pihak, termasuk masyarakat," tambahnya.
Marwan menjelaskan bahwa sejak program Online Single Submission (OSS) berlaku, izin tambang dikeluarkan oleh pemerintah pusat. Pemerintah daerah hanya memiliki kewenangan terkait tata ruang.
"Selama jadi bupati, izin tambang itu lewat OSS. Posisi kami hanya memeriksa kesesuaian tata ruang. Namun, terkadang izin keluar lebih dulu tanpa kajian mendalam," ungkapnya.
![]() |
Sebagai contoh, Marwan menyebut kasus tambang di Cidahu dan Parungkuda. "Jangan sampai bupati disalahkan, karena izin itu keluar dari pusat. Kami hanya memastikan bahwa syarat dasar seperti tata ruang terpenuhi," tegasnya.
Dia juga memastikan pihaknya akan menindak tambang yang tidak memenuhi kajian amdal atau menyalahi prosedur. Hal itu pun sudah diberlakukan ke salah satu perusahaan tambang batu granit.
"Ada tambang batu granit yang izinnya OSS, tapi belum melengkapi amdal. Sementara ini kami tutup sampai persyaratan dipenuhi. Jika ada pelanggaran, Pemda akan mengeluarkan peringatan," katanya.
Selain tambang, Bupati Marwan juga menyoroti alih fungsi lahan yang berpotensi merusak lingkungan. Menurutnya, perubahan fungsi lahan baik yang dikelola PTPN maupun Perum Perhutani berada di bawah kewenangan kementerian.
"Ada izin yang kami coret karena adanya penebangan pohon di zona taman nasional. Tapi kebijakannya tetap ada di pusat," jelasnya.
Marwan mengakui tantangan terbesar adalah relokasi warga terdampak bencana yang sering terkendala status lahan. "Lahan di bawah PTPN dan Perhutani sulit digunakan karena harus melalui izin kementerian. Solusi BNPB adalah pemda membeli lahan, tapi lokasinya jauh dan tidak selalu sesuai," ucap dia.
Hingga saat ini, pemerintah daerah bersama tim geologi sedang melakukan kajian mendalam terkait wilayah terdampak bencana. "Jika ada tambang yang terbukti menjadi penyebab bencana, maka tanggung jawab pemulihannya ada pada perusahaan. Surat terkait CSR sudah kami keluarkan melalui Bappeda," katanya.
Ia juga menegaskan bahwa pemerintah daerah akan terus memantau aktivitas tambang dan memastikan ada keterlibatan masyarakat dalam pengawasan. "Bencana ini menjadi pengingat penting agar kajian lingkungan dilakukan secara serius, tidak hanya formalitas," tutupnya.
Sebelumnya diberitakan, Kapolres Sukabumi AKBP Samian merespons serius temuan WALHI Jawa Barat yang menyoroti dugaan aktivitas pertambangan sebagai salah satu pemicu bencana ekologis di Kabupaten Sukabumi. Dia menegaskan, langkah awal yang diambil adalah memanggil beberapa perusahaan tambang untuk memberikan klarifikasi.
Pihaknya juga akan mengecek legalitas kegiatan pertambangan tersebut serta menilai kepedulian perusahaan terhadap lingkungan, baik saat menambang maupun setelahnya.
"Dalam minggu ini, kami akan mengundang tiga perusahaan untuk klarifikasi. Mereka tersebar di beberapa kecamatan. Selain itu, kami akan memeriksa di lapangan apakah aktivitas pertambangan ini memiliki legalitas dan bagaimana dampaknya terhadap lingkungan," kata Samian.
(orb/orb)