Gempol, Desa Cikadu, Kecamatan Palabuhanratu, kini diselimuti keheningan. Rumah-rumah berdiri miring dengan dinding retak dan lantai yang sebagian amblas. Pantauan detikJabar, Rabu (11/12/2024) gang-gang sempit yang biasanya ramai oleh canda tawa anak-anak dan sapaan hangat tetangga, kini hanya menyisakan jejak pergerakan tanah yang membekukan aktivitas warga
Hujan yang mengguyur deras pada Selasa (3/12) hingga Rabu (4/12) menjadi awal mula bencana. Saat malam menjelang dinihari, tanah di perkampungan padat penduduk itu mulai bergeser perlahan, menciptakan retakan-retakan yang menandai kehancuran.
Ratusan warga, digerakkan oleh ketakutan akan bahaya yang lebih besar, memilih mengungsi ke tempat yang lebih aman. Di posko pengungsian sekitar satu kilometer dari kampung, sebagian besar warga kini berkumpul. Ada pula yang sementara tinggal di rumah kerabat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, setiap kali mereka kembali untuk melihat rumah atau memeriksa ternak, suasana mencekam menyergap. Suara retakan yang masih terdengar dari bangunan-bangunan itu mengingatkan mereka bahwa ancaman belum sepenuhnya berlalu.
Kampung yang Tak Lagi Sama
Lutfi (26), salah satu warga yang rumahnya terdampak, menceritakan bagaimana malam itu mengubah segalanya. "Waktu itu saya sedang di rumah. Tiba-tiba terasa ada getaran, terus suara keramik retak seperti 'beletek-beletek.' Lantai rumah langsung amblas," katanya.
Meski tanda-tanda seperti retakan kecil sudah terlihat sebelumnya, ia tidak menyangka dampaknya akan sebesar ini. Kini, ia bersama keluarganya bertahan di posko pengungsian, meninggalkan rumah yang tak lagi layak huni.
Hal serupa juga dialami Hamdan (24), anak pemilik salah satu rumah yang rusak. Ia mengingat jelas detik-detik ketika keluarganya harus dievakuasi.
"Awalnya suara retakan terdengar dari jalan. Lalu di dalam rumah juga mulai 'keretek-keretek.' Kami langsung keluar dan bawa barang-barang yang sempat terselamatkan. Tidak sampai tiga jam, rumah kami hancur total," ujarnya.
Keheningan yang Menyimpan Cerita
![]() |
Saat siang, Kampung Gempol terasa seperti kampung mati. Tidak ada aktivitas seperti biasanya. Hanya suara angin dan kadang-kadang langkah kaki warga yang datang memeriksa rumah untuk sekadar merapikan barang yang ditinggalkan.
Camat Palabuhanratu, Deni Yudono, mengungkapkan bahwa 55 kepala keluarga dengan total 210 jiwa terdampak pergerakan tanah ini. Pemerintah setempat telah menyiapkan posko pengungsian dan mendistribusikan bantuan. Namun, langkah jangka panjang untuk mengatasi bencana seperti ini masih menjadi pekerjaan besar.
Di tengah keheningan Kampung Gempol, ada harapan yang masih menggantung. Warga berharap ada solusi, baik untuk mereka yang kehilangan rumah maupun untuk mencegah bencana serupa terulang di masa depan.
(sya/iqk)