Sejumlah foto bayi dalam keadaan meninggal dunia viral di media sosial Facebook. Dalam narasi yang menyertai unggahan tersebut, pengunggah mengaku menjadi korban dugaan kelalaian pihak rumah sakit saat melahirkan di RSUD Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi.
"Sabar ya, Dede. Maafin Mama ya. Tunggu Mama sehat, Mama minta keadilan buat Dede. Udah keseringan kejadian kaya gini. Kalau yang lain diem, maaf-maaf tidak dengan saya. Mungkin kalau masih ada yang ingat, dulu juga saya pernah ngelakuin hal sama ya," kutip detikJabar dari unggahan tersebut, Jumat (29/11/2024).
Penelusuran detikJabar, pembuat unggahan itu bernama Defhisa Abriani Husein, seorang ibu rumah tangga berusia 38 tahun. Defhisa, warga Kampung Ciwaru, Desa Loji, Kecamatan Simpenan, Kabupaten Sukabumi, membenarkan ia menjadi korban dugaan kelalaian pihak rumah sakit saat melahirkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu anak saya. Meninggal dunia pada hari Rabu (27/11/2024)," tutur Defhisa kepada detikJabar melalui sambungan telepon.
Defhisa menjelaskan, dokter yang menangani kehamilannya sebelumnya menyarankan agar proses persalinan dilakukan melalui operasi caesar (sesar). "Sudah disarankan untuk sesar. Saya pilih sesar meskipun memang semua ada risikonya. Masalahnya, katanya berat badan bayi masih kurang," kata Defhisa.
Ia mengaku bersama suaminya sudah berulang kali meminta proses persalinan dilakukan dengan sesar, tetapi petugas medis menolak.
"Kami sudah bilang ke entah bidan atau perawat, saya mau sesar. Tapi katanya enggak bisa, ini sudah pembukaan. Saya bilang posisi bayi saya melintang, bukan sungsang, tapi lintang. Usia kandungan masih 8 bulan, berat badan bayi kecil, dan air ketuban sudah habis," ungkap Defhisa.
Menurutnya, petugas tetap memaksakan proses persalinan normal meskipun kondisi bayi tidak memungkinkan.
"Saya bilang saya enggak bisa normal, dokter bilang saya harus sesar, itu berulang kali sampai di detik saya mau melahirkan. Mereka bilang 'bisa bu, ibu berjuang sendiri, ini pantat anak ibu sudah keluar duluan'. Setelah itu, dia bilang 'kakinya bu sudah kelihatan', katanya 'ayok bu dorong'. Ternyata kaki saya dipegang dua-duanya sama masing-masing dua orang, ditarik dipaksa keluar kaki ternyata yang keluar bukan kaki, tapi tangan bayi," lirih Defhisa.
"Setelah itu dia bilang bu, ibu nggak bisa normal, ini yang keluar tangan katanya, ibu harus operasi. Saya dari tadi bilang saya harus operasi kenapa dipaksa harus lahiran," keluh Defhisa.
Defhisa menyebut saat itu dokter yang menangani selama masa kehamilannya tidak ada di dalam ruangan. Ia menyebut saat proses melahirkan ditangani oleh bidan dan perawat.
"Iya sudah minta sendiri karena dokternya karena dokternya sendiri sudah bilang ibu ini enggak bisa normal harus sesar," tutur Defhisa mengatakan sejak mendapat kabar posisi bayi melintang ia dan suaminya berharap bisa melahirkan secara sesar.
Defhisa juga menyebut proses operasi dilakukan secara mendadak tanpa persiapan. "Mereka baru mempersiapkan operasi setelah saya tidak kuat lagi. Saya kontraksi berat, tapi harus menahan agar bayi tidak terdorong keluar," katanya lirih.
Proses pembiusan juga sempat menjadi persoalan. Defhisa menginginkan pembiusan dilakukan sambil berbaring miring karena tubuh bayi sudah keluar sebagian, tetapi petugas tetap memaksanya duduk.
"Saya minta dibius sambil miring, tapi mereka bilang tidak bisa. Posisi duduk lebih nyaman buat mereka untuk menyuntik, padahal pikir saya dalam kondisi berbaring miring pun bisa. Saya akhirnya menurut saja dalam keadaan duduk, dengan tubuh diminta condong ke depan, tidak terbayang saat itu posisi tangan bayi sudah keluar," tuturnya.
Pada akhirnya, bayi Defhisa berhasil dilahirkan melalui operasi, tetapi dalam kondisi meninggal dunia.
"Saya tahu semuanya karena hanya dibius setengah. Setelah itu saya tidak sadar karena dibius total. Ketika sadar, anak saya sudah tiada," ujarnya sedih.
Saat dikonfirmasi, Humas RSUD Palabuhanratu, Bili Agustian, mengatakan akan menyampaikan kasus ini ke bidang pelayanan. "Sebentar, saya sampaikan dulu ke Bid Pelayanan," singkat Bili.
Sementara itu, dokter Rika Mutiara membenarkan adanya kejadian tersebut. "Kami sedang mengupayakan penyelesaian dengan keluarga. Mudah-mudahan hari ini selesai," kata Rika.
Namun, Rika enggan memberikan kronologi lengkap kejadian tersebut. "Kronologinya belum bisa diberikan karena masih harus dilengkapi dengan hasil mediasi. Silakan komunikasi lebih lanjut dengan humas," pungkasnya.