Indonesia tengah menghadapi krisis gizi yang serius. Ini bukan hanya tentang stunting dan kekurangan pangan, tetapi juga tentang tantangan gizi berlapis. Tantangan ini dikenal sebagai "beban rangkap tiga" malnutrisi-kekurangan gizi, kelebihan gizi, dan defisiensi zat gizi mikro yang berdampingan, mempengaruhi jutaan masyarakat Indonesia.
Berdasarkan data Survei Kesehatan Indonesia 2023, 21,5% anak di bawah usia lima tahun mengalami stunting, sementara 31,2% perempuan mengalami obesitas. Di samping itu, 27,7% ibu hamil di Indonesia mengalami anemia, yang menunjukkan bahwa krisis ini memengaruhi banyak aspek kesehatan bangsa dan memerlukan solusi yang segera.
Di balik tantangan ini adalah sistem pangan Indonesia yang kompleks dan terfragmentasi. Krisis ini tidak terlepas dari kesenjangan akses terhadap pangan bergizi serta adanya pergeseran pola konsumsi yang lebih menonjolkan pangan olahan yang tinggi gula, lemak, dan garam. Seiring dengan urbanisasi, digitalisasi, dan perkembangan ekonomi, masyarakat Indonesia semakin 'tertarik' pada makanan cepat saji yang praktis namun miskin zat-zat gizi yang dibutuhkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pergeseran pola konsumsi ini memperburuk kesehatan masyarakat. Pola konsumsi ini telah memberikan sumbangan pada peningkatan penyakit tidak menular, seperti penyakit jantung, hipertensi dan stroke dan diabetes (Global Burden of Disease Study 2021). Biaya ekonomi yang harus ditanggung negara dan masyarakat terus tumbuh untuk mengatasi penyakit ini.
"EAT-Lancet (2019) melaporkan pola konsumsi telah memberikan kontribusi pada kenaikan penyakit tidak menular dan juga pada peningkatan emisi gas rumah kaca," ujar Country Director Global Alliance for Improved Nutrition (GAIN) Indonesia Agnes Mallipu dalam keterangan tertulis, Kamis (21/11/2024).
Beban ekonomi dari ketiga penyakit tersebut mencapai 73 triliun pada tahun 2023 (Investigasi Kompas, 2024). Selain itu, kematian akibat penyakit ini tidak hanya berarti kehilangan nyawa tetapi juga hilangnya sumber daya manusia yang berharga, generasi bonus demografi.
Produksi pangan untuk memenuhi kebutuhan populasi yang terus meningkat juga memiliki dampak besar terhadap keberlanjutan lingkungan planet bumi. Pembukaan lahan untuk pertanian seringkali melibatkan penggundulan hutan yang dapat memicu terjadinya perubahan iklim, dan penurunan keanekaragaman hayati. Deforestasi akibat program food estate dan konversi lahan pertanian di Indonesia mencapai 3.5 juta hektar (FAO, 2023). Sektor pertanian dan pangan menyumbang 13% dari total emisi gas rumah kaca di Indonesia.
Sementara itu, pemerintahan baru mengejar target swasembada pangan dengan hadirnya Kemenko Pangan. Hal ini memiliki peluang dan tantangan bagi sistem pangan di Indonesia. Di satu sisi, program tersebut dapat membantu masalah kekurangan gizi. Namun di sisi lain, juga berisiko deforestasi.
Komisi EAT-Lancet, dalam laporan mereka "Planetary Health Diet, mengusulkan pedoman diet global yang dapat mengatasi dua masalah besar yang saling terkait sekaligus, yaitu kesehatan manusia dan keberlanjutan lingkungan planet bumi. Laporan ini ditulis karena adanya kesadaran tentang bagaimana pola konsumsi manusia mempengaruhi tidak hanya kesehatan individu, tetapi juga kondisi iklim, lingkungan dan keberlanjutan ekosistem bumi.
Laporan tersebut menegaskan dunia membutuhkan transformasi sistem pangan yang mempromosikan pola konsumsi berbasis pangan berkelanjutan dan ramah lingkungan. Prinsip diet ini mencakup keseimbangan buah, sayuran, biji-bijian, protein nabati dan hewani, serta fleksibilitas untuk menyesuaikan dengan preferensi lokal.
Namun, perubahan pola makan bukanlah hal yang mudah. Di tengah ketergantungan kita pada pangan olahan dan tingginya harga pangan sehat, perubahan ini memerlukan dukungan lintas sektor dan kebijakan yang berpihak pada akses pangan bergizi bagi semua.
Lebih lanjut, sistem pangan kita membutuhkan inisiatif-inisiatif dan partisipasi aktif dari berbagai sektor pembuat kebijakan, koki, pemimpin sektor makanan, inovator, pelaku usaha, hingga pemasar untuk menghasilkan solusi yang dapat diterima secara kultural oleh masyarakat dan diterapkan di tingkat lokal dan nasional.
Di tengah berbagai tantangan yang dihadapi, termasuk kenaikan harga pangan dan perubahan iklim, kita perlu berani mengambil langkah baru. Kita butuh kesempatan-kesempatan unik untuk memanfaatkan kreativitas dan semangat masyarakat Indonesia dalam mengatasi krisis gizi dan iklim.
Dalam konteks inilah Kompetisi Dietary Shift (DISH) 2024 hadir. Diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan Indonesia bekerja sama dengan GAIN (Global Alliance for Improved Nutrition), EAT, FOLU, dan Nutrition Connect, kompetisi ini bertujuan untuk menggali ide-ide lokal yang inovatif untuk yang diharapkan dapat berkontribusi pada transformasi sistem pangan Indonesia. Kompetisi DISH mengambil panduan dari rekomendasi 'Planetary Health Diet'.
Selain itu, kompetisi ini menawarkan pendanaan bagi solusi terbaik, serta dukungan berkelanjutan berupa bimbingan dan jaringan nasional dan internasional. Terdapat lima kategori dalam kompetisi ini, yaitu Kebijakan dan Regulasi, Strategi Iklan dan Budaya, Intervensi Layanan Pangan, Keterampilan Kuliner, dan Inovasi Produk.
Adapun lima kategori ini membuka ruang bagi individu dengan berbagai latar belakang profesi dan organisasi untuk dapat memberikan sumbangan ide sebagai solusi dari permasalahan diatas. Organisasi masyarakat sipil, pemerintah pusat dan daerah, serta sektor swasta , semuanya dapat ikut berpartisipasi.
Melalui pendekatan ini, GAIN dan para mitra berharap solusi yang dihasilkan bisa membawa masyarakat Indonesia menuju pola makan yang lebih sehat dan berkelanjutan, selaras dengan budaya dan kebutuhan setempat. Saat ini telah terkumpul 400 lebih solusi dan telah terjaring 25 besar solusi terbaik, yang nantinya saat final akan terpilih 15 solusi terbaik.
"Mari kita manfaatkan momentum ini untuk bekerja sama, berinovasi, dan menciptakan perubahan berkelanjutan bagi sistem pangan. Transformasi sistem pangan dan pola makan dapat mendukung masa depan kesehatan bangsa Indonesia dan mengatasi krisis iklim," tutupnya.
(akn/ega)