Di musim penghujan, kasus demam berdarah dengue (DBD) kembali jadi momok menakutkan. Nyamung 'belang' Aedes aegypti kembali mengancam, terutama bagi warga Kota Bandung.
Hingga kini, Kota Bandung masih menjadi daerah penyumbang tertinggi DBD di Jawa Barat. Total kasus DBD di Kota Bandung hingga November 2024 mencapai 7.146 kasus. Hal itu diutarakan oleh Kepala Bidang Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (Kabid P2P) Dinkes Jabar, Rochady.
"Kota Bandung berdasarkan laporan saat ini (kasus DBD) mencapai 7.146 kasus," ucap Rochady, Rabu (20/11/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, kasus DBD tinggi biasa terjadi di wilayah perkotaan dengan pemukiman padat penduduk, pusat perdagangan, pendidikan, industri, pariwisata, dan masyarakat dengan mobilitas tinggi. Seperti diketahui, tingginya kembali kasus DBD bisa dipengaruhi dari beragam faktor.
Bisa karena cuaca musim kemarau beralih ke musim penghujan, sehingga nyamuk yang sudah kawin dan bertelur seperti 'menabung' bibit selama kemarau dan panen di musim hujan. Telur yang dorman tersebut, kemudian berkembang menjadi jentik, pupa, dan nyamuk.
Maka penyebaran virus DBD dari nyamuk Aedes aegypti pun jadi tinggi, bukan cuma di Bandung tapi juga ke daerah lain juga. Selain itu beragam faktor lain seperti banyaknya sampah, perilaku masyarakat, dan lainnya juga bisa mempengaruhi.
Menurut Rochady, tren kasus DBD di Jabar cenderung meningkat tiap bulannya. Dalam rentang satu bulan yakni September-November misalnya, terjadi penambahan sekitar 3 ribu kasus DBD dan 12 kasus kematian.
"Ini harus menjadi perhatian kita semua, karena DBD ini akan meningkat di September, November, Desember, Januari, Februari. Jadi tentunya kita harus menyiapkan dengan cara membersihkan di lingkungan sekitar kita," ungkapnya.
"Supaya nantinya tidak ada tempat-tempat yang bisa menyebabkan terjadinya pertumbuhan nyamuk Aedes aegypti," tambah dia.
Di Bandung, selain kasus DBD yang tinggi, angka kematian akibat DBD juga termasuk yang teratas yakni 28 kasus kematian. Menurut Rochady, sebagian besar kematian akibat DBD terjadi karena keterlambatan pasien melakukan pengobatan.
"Sehingga dalam hal ini masyarakat harus mengenali tanda bahaya DBD agar bisa dilakukan pengobatan pertama di fasyankes (fasilitas layanan kesehatan)," ungkapnya.
Secara total, Rochady menyebut kasus DBD di Jawa Barat sepanjang tahun 2024 mencapai 53.361 kasus dengan angka kematian 304 orang. Selain Kota Bandung, sejumlah daerah memiliki kasus DBD yang tidak kalah banyak.
"Kota Depok 4.473 kasus dan Kota Bekasi 3.986 kasus. Jadi berdasarkan laporan kasus DBD tertinggi terjadi di wilayah perkotaan dengan permukiman padat penduduk," ujarnya.
(bba/orb)