Detik-detik Keceriaan Siswa Madrasah Berganti Petaka di Irigasi Tasik

Detik-detik Keceriaan Siswa Madrasah Berganti Petaka di Irigasi Tasik

Faizal Amiruddin - detikJabar
Minggu, 03 Nov 2024 19:19 WIB
Lokasi saluran irigasi yang menyebabkan seorang pelajar hilang terseret arus.
Lokasi saluran irigasi yang menyebabkan seorang pelajar hilang terseret arus. Foto: Faizal Amiruddin/detikJabar
Tasikmalaya -

Kecelakaan yang menyebabkan H (10) seorang siswa madrasah Jamiatul Al Washliah Kampung Sindangpalay Kelurahan Sukamaju Kidul Kecamatan Indihiang Kota Tasikmalaya, hilang terseret arus pintu air irigasi Batu Bangkong dan terhempas ke sungai Citanduy, menyisakan cerita pilu bagi Andri (42) warga Cigeureung Kecamatan Cipedes.

Andri adalah petugas pintu air irigasi yang berlokasi di Batu Bangkong Kelurahan Sirnagalih Kecamatan Indihiang itu. Dia saksi mata detik-detik perubahan keceriaan anak-anak madrasah itu menjadi jerit ketakutan.

Menurut penuturan Andri, kejadian itu diawali dari kedatangan rombongan 24 anak-anak madrasah dan beberapa orang guru pendampingnya. "Saya membuka pintu air itu sejak jam 6 pagi, mereka datang sekitar jam 7 lebih," kata Andri di lokasi kejadian, Minggu (3/11/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Saat itu Andri melihat anak-anak menyeberangi saluran irigasi melalui jembatan bambu. Posisi Andri sendiri saat itu berada di pintu air yang sedang dia buka, jarak ke anak-anak sekitar 50 meter.

Dia mengatakan saat itu belum ada anak-anak yang berenang. Meski demikian melihat kondisi itu, dia mulai riskan karena khawatir anak-anak terjatuh ketika menyeberangi saluran irigasi.

ADVERTISEMENT

"Saat itu belum ada yang berenang, tapi saya sudah memperingatkan agar berhati-hati. Takut jatuh, saya berteriak dan memberi tanda dengan tangan agar berhati-hati. Anak-anak itu antre mau melalui jembatan yang hanya bambu dua batang," kata Andri.

Di momen itu pun Andri mengaku dia sudah memberi peringatan agar tak ada yang turun ke irigasi karena pintu air pembuang sedang dibuka. "Jadi sudah saya warning, tapi entah mereka dengar atau tidak, saya tak tahu," kata Andri.

Andri mengaku saat itu sempat menyarankan agar anak-anak itu menyeberang di depan pintu air, karena jembatannya relatif lebih kokoh dan lebih lebar, sehingga lebih aman untuk dilintasi. "Sebagian ada yang mendekat ke saya dan menyeberang di jembatan depan pintu air," kata Andri.

Tak lama berselang, karena merasa aman tak ada orang yang turun ke irigasi, Andri beranjak ke saung dekat pintu air. Fokusnya sempat teralihkan, tak lagi memperhatikan rombongan anak-anak itu.

"Nah tiba-tiba kok suara anak-anak gaduh, pas saya lihat ternyata sudah ada beberapa yang turun ke irigasi. Dari situ saya panik," kata Andri.

Andri yang tahu bagaimana kuatnya arus air irigasi yang sedang dibuang ke sungai Citanduy, menyadari apa yang terjadi di hadapannya adalah malapetaka besar.

Sementara di sisi lain, anak-anak yang sedang berada di saluran irigasi justru terlihat ceria, larut dalam kegembiraan 'papalidan' atau berenang mengikuti arus air. "Anak-anak awalnya terlihat senang, mereka polos. Papalidan ikut arus irigasi," kata Andri.

Dia tak tahu persis berapa jumlah anak yang berada di saluran irigasi. Yang pasti menurut dia lebih dari 10 anak, sementara guru pembimbingnya berjalan di tepian irigasi mengikuti anak-anak yang sedang mengikuti arus.

Dalam situasi itu Andri akhirnya berteriak-teriak memberitahu bahaya yang akan dihadapi anak-anak itu. Opsi menutup pintu air, dianggap sudah tak memungkinkan karena prosesnya memakan waktu sementara posisi anak sudah dekat. "Sudah dekat tak lebih dari 10 atau 5 meter, sudah nggak mungkin nutup pintu," kata Andri.

Teriakan kepanikan Andri, sontak mengubah keceriaan anak-anak yang sedang berenang menjadi kepanikan. Mereka berusaha menepi, tapi arus semakin kuat karena semakin dekat dengan pintu air.

"Saya langsung jaga di dekat pintu, beberapa anak berhasil saya tarik ke atas. Sekitar 3 atau 4 anak saya berhasil tarik untuk diselamatkan, tak tahu bagaimana saya bisa sekuat itu menarik anak-anak itu dengan satu tangan," kata Andri.

Sementara di tengah kepanikan itu dua guru pembimbing langsung loncat ke irigasi untuk melakukan upaya penyelamatan.

"Dua orang guru sempat terjun untuk menyelamatkan, sempat bertahan dengan berpegangan, tapi saya tak sempat menolongnya, pegangannya lepas langsung tersedot," kata Andri.

Akhirnya menurut Andri 5 orang yang terdiri dari 2 guru dan 3 anak tersedot pintu air dan terhempas ke sungai Citanduy. Dua guru itu adalah Bima Maulana dan Abdul Hafid, sementara tiga siswa adalah N, A dan H.

Usai terhempas Bima berhasil selamat bersama N, seorang siswa perempuan. Sementara Hafid berhasil menyelamatkan A, meski bagian jidat A mengalami luka robek yang cukup serius.

Malang bagi H, usai insiden itu keberadaannya tidak ditemukan. Diduga dia terbawa arus sungai. Hingga Minggu sore, proses pencarian masih dilakukan oleh tim SAR gabungan.

Sebelumnya Bima Maulana, guru pembimbing yang selamat menyampaikan keterangan yang selaras dengan keterangan Andri. Dia mengakui keinginan berenang di saluran irigasi itu datang dari anak-anak dan diizinkan oleh dia dan guru lain.

"Saat mulai bergerak ke hilir, ada orang (petugas pintu air) yang memberi peringatan. Menyuruh kami segera naik," kata Bima.

Bima yang saat itu sebatas mengawasi dari pinggir sungai, langsung terjun untuk mengevakuasi anak-anak dari irigasi.

"Jarak ke pintu air semakin dekat, saya sebisa-bisa menaikkan anak-anak yang sedang di air, saya dorong dari bawah, di bantu sama si bapak itu (petugas pintu air) di atas," kata Bima.

Dia juga menjelaskan kegiatan ke kawasan irigasi ini merupakan bagian dari kegiatan malam bina iman taqwa (Mabit) di madrasah. Kemudian pada Minggu pagi, 24 siswa madrasah itu melaksanakan kegiatan olahraga. "Sekitar jam 06.30 WIB, kami berjalan kaki ke kawasan irigasi ini," kata Bima.

(sud/sud)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads