Langit di pesisir Subang utara berwarna keemasan saat sang fajar baru naik ke atas peredarannya. Pagi itu suasana di Desa Legonwetan, Kecamatan Legonkulon, Kabupaten Subang sudah ramai dengan perahu-perahu nelayan yang pulang dari peraduannya.
Di tengah hiruk pikuk nelayan yang pulang, terlihat Ratih (50) warga Kampung Kranjan RT 04 RW 01, dengan wajah yang kusut. Sejak pagi buta, wanita berkerudung biru itu menyauk air yang menyusup ke dalam rumahnya yang kini sejajar dengan permukaan air laut.
Rumah Ratih terletak beberapa puluh centimeter dari badan jalan yang membendung kanal menuju Teluk Ciasem, sedangkan di belakang rumahnya terhampar laut Jawa yang melahap tambak puluhan hektare milik warga.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini ibaratnya tidur berkalang air. Banyak airnya sampai bantal dan kasur kebasahan. Semalam air pasang cukup tinggi naik ke permukaan, ini juga belum surut-surut," ucap Ratih saat berbincang dengan detikJabar.
![]() |
Bisa dikatakan rumah seukuran kurang lebih 3x4 meter yang ditinggali Ratih sangat tidak layak. Lantainya basah bercampur dengan pasir lautan, untuk menghalau angin dari laut Ratih hanya mengandalkan spanduk usang bergambar wajah sang kepala negara.
Bukan tak ada keinginan untuk pindah ke tanah yang lebih aman. Tetapi keadaan ekonomi yang pas-pasan dan sulitnya beralih pekerjaan yang ditekuni secara turun temurun menjadi tantangannya.
"Kalau ke darat kerja apa, makan apa. Sehari-hari sudah bekerja di sini, kemana-kemana harus pakai uang. Sudah pasrah saja sama yang Maha Kuasa," katanya.
Saat ini Ratih hanya mengandalkan pemasukan dari anaknya yang pergi melaut. Itu pun penghasilannya tak tentu, tergantung dari hasil tangkapan.
Kondisi yang dialami Ratih, juga dialami oleh Darsih (46). Lokasi rumah mereka hanya terpaut kurang lebih lima meter. Halaman belakang rumah Darsih bahkan berhadapan langsung dengan Laut Jawa.
![]() |
Bertahun-tahun Darsih harus berjalan di antara genangan air untuk beraktivitas. Tak ayal, Darsih mengeluhkan sakit sandi di bagian kakinya, karena terendam air dalam waktu yang lama.
"Kaki ibu rematik mungkin karena sering kena air selama bertahun-tahun. Air juga masuk k rumah," kata Darsih yang tinggal bersama dengan anak dan cucunya itu.
Mereka berharap ada bantuan dari untuk membedah rumah agar mereka bisa tinggal lebih layak lagi.
Hampir Tenggelam Saat Berkemul di Kamar
Ada satu kejadian yang tak pernah bisa dilupakan Muhammad (52), seorang warga di Legonwetan, Kabupaten Subang. Ia nyaris tenggelam kala berkemul di atas pembaringannya.
Ia yang terlelap usai seharian melaut, tersentak oleh belaian air laut yang menyusup lewat celah-celah pintu kamarnya. Kala itu terjadi air pasang di musim angin barat.
"Saya waktu itu baru pulang melaut, capek, ingin istirahat sekitar jam 19.00 WIB. Kemudian saya tidur, tapi kok rasanya enggak nyaman. Pas bangun, baru nyadar kalau badan sudah terendam, tinggal sisa kepala aja," ujar Muhammad kala berbincang dengan detikJabar belum lama ini.
Menurut Muhammad warga hanya bisa pasrah menghadapi keadaan ini. Tidak bekerja atau melaut selama satu hari bisa membuat keuangan mereka defisit, karena bisa jadi mereka jadi terjerat utang walau hanya untuk sekedar bisa makan.
Desa Legonwetan merupakan salah satu dari tiga desa, selain Mayangan dan Tegalurung yang terdampak banjir rob dan abrasi di Kecamatan Legonwetan. Sama halnya dengan desa Mayangan yang terpisahkan oleh kanal, wilayah yang dahulu kaya dengan tambak produktifnya kini perlahan-lahan ditelan Laut Jawa.
Keresahan warga di tiga desa tersebut akhirnya mendapatkan perhatian dari berbagai pihak, termasuk Wanadri, yang menggagas konsep Wali Mangrove dan membentuk Tim Siaga Pesisir Utara (SIPUT) untuk membangun sabuk hijau di pesisir Teluk Ciasem sejak 2016.
Wanadri juga mendirikan Rumah Edukasi Mangrove untuk membina dan memantau kondisi hutan mangrove. Proyek penghijauan pesisir Subang Utara, termasuk di Desa Mayangan, Tegalurung, dan Legonwetan, melibatkan bibit mangrove dari warga. Kendati begitu perjalanan untuk menyelamatkan tempat berpijak masih panjang dan butuh perhatian dari berbagai pihak.
(yum/yum)