Yo (70) menempati sebuah rumah di Jalan Jamika nomor 9. Rumah tersebut kerap dinarasikan sejumlah content creator sebagai rumah sisa kecelakaan pesawat latih di akhir tahun 90-an itu.
Sebab, fasad rumah terlihat hanya tinggal separuh fondasi. Mirip seperti rumah yang hendak dibongkar, tapi tak kunjung jadi dibongkar. Nyatanya, Yo mengaku rumah tersebut sudah berbentuk demikian, jauh sebelum terjadinya kecelakaan.
"Pasti dikira bekas kapal (kapal terbang, sebutan orang zaman dulu) jatuh kan? Padahal mah bukan. Sudah banyak sekali orang nanya, pasti nanyanya rumah ini bekas kapal jatuh. Padahal ini itu karena pelebaran jalan," ucap Yo kala detikJabar sambangi rumahnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Yo menceritakan jauh sebelum pesawat latih itu jatuh, Jalan Jamika sempat mengalami pelebaran jalan. Pemerintah Kotamadya Bandung, kata Yo, kala itu membongkar sebagian bangunan lalu berniat menggantinya dengan sejumlah uang.
"Dulu kan ada pelebaran jalan, sudah dibongkar separuh tapi belum dibayar semuanya. Terus katanya nanti dibongkar lagi kalau sudah dibayar, tapi sudah ditanyakan berkali-kali nggak dibongkar-bongkar dan nggak dibayar, ya sudah lah biarkan saja begini," ucap Yo.
"Saya mau dibangun lagi ya malu atuh semua bangunan sudah dimundurkan. Tapi mau dibongkar sendiri juga gimana? Ya sudah lah nggak papa, biarkan saja. Saya juga nggak tahu ya kalau detailnya karena saya itu cuma numpang di sini," sambungnya.
Kenangan kecelakaan pesawat 28 tahun yang lalu, masih tergambar jelas dalam ingatan Yo. Rumah turun-temurun yang ia dan keluarga tinggali itu, hanya berjarak dua rumah dari titik jatuhnya pesawat.
Pada Kamis, 18 Januari 1996 sekitar pukul 11.00 WIB, sebuah pesawat latih Beechcraft Baron 58 jatuh menimpa setidaknya empat ruko di Jalan Jamika, Bojongloa Kaler, Kota Bandung. Pesawat itu milik lembaga Pendidikan dan Latihan Penerbang (PLP) Curug, yang akan terbang menuju Curug, Tangerang, melalui Bandara Halim Perdana Kusumah, Jakarta.
"Pagi itu saya baru ke pasar, jam 10-11 an lah. Terus ibu saya waktu itu masih ada dan sedang di sini. Banyak yang bilang waktu itu pesawat terbang dari arah Husein kan dari sana lah (arah Jalan Nurtanio), terus sayapnya itu kebetulan nabrak tiang di tengah, jadi nggak sampai sini," cerita Yo.
Ia ingat betul, sepulangnya dari pasar melihat banyak kerumunan dan pemadam kebakaran di jalan itu.
"Ada mobil, becak, ikut kebakar. Saya nggak ingat berapa yang meninggal dan yang luka-luka, tapi ada banyak. Tetangga sini ada yang anaknya mau wisuda, mau nikah, terus meninggal. Tapi mukjizat Allah ya, di belakang ruko itu kan ada kayak tempat sholat yang disediakan pemiliknya, itu nggak kena pesawat lho," katanya.
Namun semua kenangan itu kini hanya tersimpan di ingatannya. Kata Yo, baik ruko atau pun tempat ibadah yang jadi saksi jatuhnya pesawat itu, kini sudah dihancurkan.
![]() |
Tanah itu, menurut Yo kemudian dijual dan dijadikan ruko baru. Kini, ruko tinggal Yo yang menjual aneka sarung dan kain batik menjadi salah satu yang menjadi saksi bisu kejadian hari itu.
"Sekarang mah sudah pada meninggal yang punya, terus itu sudah dijual ke orang lain. Jadi itu isinya sudah orang-orang baru, rukonya juga sudah dibangun yang bagus kan. Jadi ya sudah nggak ada sisanya, yang ngefoto juga nggak ada dulu belum ada hape," ucap Yo.
"Paling ada kamera hitam putih, dulu yang punya dokumentasi paling TVRI sama koran gitu. Sekarang pokoknya tempat kejadian itu sudah diperbarui, dibangun lebih bagus semua. Karena pascakejadian itu pada diganti kerugian oleh pihak pesawat, setahu saya ya," sambungnya.
![]() |
Kantor Berita Antara memiliki satu foto jepretan tangan Saptono, sehari setelah kejadian yakni Jumat, 19 Januari 1996 silam. Wajah empat ruko tersebut terlihat hangus dan jadi tontonan para warga.
Sejumlah kendaraan terlihat padat karena separuh jalan dipenuhi warga Bandung yang berdiri menonton bekas kecelakaan pesawat. Di situ, terlihat rumah Yo yang wajahnya masih sama seperti hari ini, hanya tinggal separuh.
(aau/yum)