Negara-negara Teluk Arab memilih sikap netral di tengah memanasnya konflik Iran-Israel dalam beberapa waktu terakhir. Sikap ini diberikan negara Teluk Arab saat kekhawatiran memuncak bahwa eskalasi konflik lebih luas bisa mengancam fasilitas minyak mereka.
Melansir detikNews, para menteri dari sejumlah negara Teluk Arab dan Iran, berdasarkan dua sumber yang dikutip Reuters, Selasa (8/10/2024), menghadiri pertemuan negara-negara Asia yang digelar oleh Qatar, pekan lalu, dengan pembahasan berpusat pada deeskalasi atau meredakan ketegangan.
Teheran melancarkan serangan rudal besar-besaran terhadap Tel Aviv pada 1 Oktober lalu, dengan apa yang disebut sebagai pembalasan atas pembunuhan para pemimpin senior Hamas dan Hizbullah oleh Israel serta kejahatan Tel Aviv di Jalur Gaza dan Lebanon.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Otoritas Iran menegaskan serangannya, yang melibatkan ratusan rudal itu, telah berakhir kecuali ada provokasi lebih lanjut. Israel sendiri bersumpah akan membalas dengan keras serangan Iran tersebut.
Para pejabat Tel Aviv, yang dikutip media Axios, mengatakan Israel bisa menargetkan fasilitas produksi minyak di dalam wilayah Iran dalam pembalasannya.
Menurut salah satu sumber yang dikutip Reuters, deeskalasi yang mendesak telah menjadi agenda utama dalam semua diskusi yang berlangsung saat ini.
Kementerian Luar Negeri Qatar, Kementerian Luar Negeri Iran, Kementerian Luar Negeri Uni Emirat Arab, Kementerian Luar Negeri Kuwait dan kantor komunikasi pemerintah Arab Saudi belum memberikan komentar resmi atas laporan tersebut.
Iran sejauh ini tidak mengancam akan menyerang fasilitas minyak di kawasan Teluk Arab. Namun Teheran telah memperingatkan jika "para pendukung Israel" melakukan intervensi langsung, maka kepentingan mereka di kawasan akan menjadi sasaran.
"Negara-negara Teluk berpendapat kecil kemungkinannya bahwa Iran akan menyerang fasilitas minyak mereka, namun Iran memberikan petunjuk bahwa mereka akan melakukan serangan semacam itu dari sumber-sumber tidak resmi. Ini adalah alat yang dimiliki Iran untuk melawan AS dan perekonomian global," sebut komentator Saudi, Ali Shihabi, yang dekat dengan otoritas Kerajaan Riyadh.
Artikel ini sudah tayang di detikNews, baca selengkapnya di sini.
(mso/mso)