Sejumlah pelajar di Madrasah Tsanawiyah (MTs) di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, diduga menjadi korban perundungan fisik oleh sesama pelajar. Para pelaku dan korban diketahui berasal dari sekolah yang sama, namun berbeda kelas.
Dugaan perundungan fisik tersebut bahkan terkam video dan viral di media sosial. Dalam video berdurasi 37 detik tersebut, terlihat pelajar telanjang dada berjejer di lokasi yang dikelilingi pohon.
Di sisi lain, ada dua orang pelajar mengenakan pakaian hitam sambil merokok. Salah satunya yang mengenakan kalung dan sandal putih mulai melakukan tindakan kekerasan. Satu per satu anak-anak yang telanjang dada dipukul di bagian perutnya. Bahkan, beberapa anak tampak tersungkur sambil memegang perut karena kesakitan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menanggapi kejadian ini, Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kabupaten Tasikmalaya segera turun tangan untuk memberikan pendampingan, baik dalam proses hukum maupun dalam pemulihan psikologis korban dan pelaku. Keduanya diberikan terapi untuk mengatasi dampak psikologis dari peristiwa ini.
"Jadi kami KPAI langsung bertindak, kami upayakan menyelamatkan anak-anak. Kami dampingi pemulihan psikologis anak korban dan anak yang jadi pelaku. Kita terapi," kata Ketua KPAID Kabupaten Tasikmalaya Ato Rinanto, Jumat petang (4/10/2024).
Selain itu, KPAID juga mengunjungi sekolah tempat kejadian untuk memberikan sosialisasi terkait bahaya perundungan. Meskipun kasus ini menjadi viral, kegiatan belajar mengajar di sekolah tetap berjalan normal.
"KPAI datang ke sekolahnya juga, kita dialog dengan guru dan siswa. Pembelajaran tetap berjalan seperti biasa," kata Ato Rinanto.
Hasil pendalaman KPAID mengungkap bahwa aksi perundungan ini didorong oleh pengaruh media sosial, yang menggambarkan pembentukan geng pelajar sebagai cara untuk melindungi diri. Pelaku, bersama seorang teman, secara spontan mencoba merekrut pelajar dari kelas di bawahnya dengan alasan proteksi.
"Jadi latar belakangnya itu karena lihat di medsos soal geng, nah untuk proteksi mau dibuat geng itu dibuatlah proses rekrutmen oleh pelaku bersama satu temanya. Itu pun spontan. Gak ada perencanaan. Dan di sekolah itu, belum ada genk," kata Ato.
Sejauh ini, dua siswa senior diduga sebagai pelaku, dengan salah satunya melakukan kekerasan fisik terhadap korban. Meski demikian, korban tidak mengalami cedera yang serius.
(iqk/iqk)