Isu potensi megathrust ramai diperbincang. Namun, megathrust bukan hanya satu-satunya yang memang jadi sorotan. Dekan Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Institut Teknologi Bandung (FITB ITB) sekaligus pakar gempa Irwan Meilano mengingatkan tentang potensi dari sesar aktif di daratan.
"Kita seringkali berfokus pada potensi gempa dari zona subduksi di selatan (megathrust). Namun, gempa kali ini mengingatkan kembali bahwa sumber gempa lain juga bisa berasal dari sesar aktif di daratan," kata Irwan dalam keterangan tertulis yang diterima detikJabar, Minggu (22/9/2024).
Irwan mengungkapkan, baik gempa yang bersumber dari sesar maupun megathrust, keduanya sama-sama merupakan hasil dari proses pergeseran tektonik yang ada di cincin api Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Meskipun magnitudo gempa dari sesar aktif ini biasanya lebih kecil, gempa sesar yang jaraknya lebih dekat dengan permukaan bisa menyebabkan kerusakan yang sama signifikannya dengan yang diakibatkan megathrust," ungkapnya.
Irwan juga menjelaskan kemungkinan mengenai adanya berbagai gempa susulan yang terjadi usai gempa melanda Kabupaten Bandung pada Rabu (18/9/2024). Menurutnya sebuah gempa dapat diikuti dengan gempa susulan sebagai pelepasan sisa energi. Oleh karena itu, masyarakat perlu diimbau agar tetap waspada.
"Sebuah gempa akan diikuti dengan gempa susulan, hal ini mengindikasikan gempa melepaskan energi satu kali saja. Sisa energinya dilepaskan dalam energi susulan," jelasnya.
Dalam hal mitigasi bencana, Irwan menilai kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat dibutuhkan. Pendekatan yang terintegrasi, baik dari atas ke bawah maupun dari bawah ke atas, dinilai krusial dalam meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi risiko gempa yang ada.
"Karena kalau masyarakat bergerak sendiri, hasilnya tidak akan optimal," ujarnya.
Menurut Irawan, untuk meningkatkan pemahaman tentang risiko gempa dibutuhkan peta kajian risiko yang lebih mendalam, lebih detail dan menjadikannya acuan dalam perencanaan pembangunan, terutama untuk kebijakan tata ruang, baik dari segi infrastruktur, pemilihan lokasi dan jalur evakuasi yang mempertimbangkan risiko gempa di suatu wilayah.
Irwan juga menyebut, perlunya peningkatan literasi bencana bagi masyarakat, baik melalui jalan formal seperti pengadaan kurikulum, maupun jalur informal melalui komunitas.
"Saya percaya bangsa Indonesia punya modal untuk itu (mitigasi bersama), salah satunya dengan budaya kita gotong royong. Kita harus menanamkan bahwa dengan kemampuan yang kita miliki, dengan bersama-sama kita bisa melakukan upaya pengurangan resiko bencana," pungkasnya.
(sud/sud)