Puluhan warga Kampung Lebak Muncang, Desa Cikujang, Kecamatan Gunungguruh, Kabupaten Sukabumi menggeruduk kantor desa, Rabu (14/8/2024). Warga menuntut agar pihak desa bertanggungjawab usai posyandu (Pos Pelayanan Terpadu) dijual.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, kantor posyandu yang diberi nama Anggrek 09 itu dijual oknum Kepala Desa Cikujang pada Agustus 2022 lalu dengan luas bangunan sekitar satu are. Saat ini, bangunan yang asalnya posyandu sudah menjadi rumah hunian.
Wendi Solihin (55) salah satu tokoh masyarakat setempat mengatakan, isu terkait kantor posyandu yang dijual itu sudah menjadi rahasia umum. Pihak warga hanya menuntut agar Pemdes membangun ulang atau menyediakan posyandu yang baru.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kepala desa pernah berjanji akan membayar tanah (untuk posyandu) tapi sampai sekarang belum selesai dan belum dibayar, makanya warga datang ke kantor desa," kata Wendi kepada detikJabar.
Dia mengatakan, posyandu merupakan aset pemerintah Desa Cikujang yang dibangun pada 2008 lalu dengan menggunakan program PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat).
"Namun dijual oleh Kepala Desa Cikujang pada Agustus 2022 lalu dengan harga Rp46 juta kepada warga Desa Cikujang. Dan kalau ditotalkan dengan surat-surat AJB-nya ada sekitar Rp48 juta," kata dia.
"Jadi posyandu yang dijual oleh Bu Kades itu, sekarang jadi rumah tinggal Pak Denis, untuk layanan posyandu terpaksa dialihkan ke daerah perumahan," sambungnya.
Para warga meminta agar posyandu tersebut dibangun hingga batas waktu 31 Agustus 2024. Apabila tak ada iktikad baik, pihaknya menuturkan akan membuat laporan polisi.
"Kedatangan warga ke sini, merupakan salah satu bentuk kekecewaan karena merasa dibohongi oleh Kepala Desa. Intinya, kami ingin menanyakan, kapan akan dibangun posyandu itu. Kalau memang belum dibayar, maka kepala desa itu bohong dan sudah mempermainkan warga," timpalnya.
Penjelasan Kepala Desa
Menanggapi hal tersebut, Kepala Desa Cikujang, Heni Mulyani mengklaim, bahwa lahan di lokasi Posyandu Angggrek 09 merupakan tanah yang ia beli atas nama pribadi.
"Saya dulu menjabat sebagai Kepala Desa itu dari tahun 2007, pembelian tanah itu tahun 2008, ada bukti kwitansi semuanya, pada saat itu anggaran PNPM, itu tanah tidak dihibahkan, tidak diwakafkan, hanya saya menyerahkan silahkan untuk dipergunakan sebagai posyandu," kata Heni.
Dia mengatakan, selama dua tahun posyandu tersebut tidak dipergunakan hingga terlantar. "Karena terlantar dan karena tanah itu milik saya, akhirnya saya jual karena saya merasa tanah itu milik saya, akhirnya ramai mencuat. Nah, itu dijual tahun 2022 saat saya kembali menjabat sebagai kepala desa lagi," ungkapnya.
Setelah dijual, kata dia, Pos Pelayanan Terpadu pun dialihkan ke perumahan klaster. "Akhirnya dihibahkan si tanah dan bangunan itu (posyandu), masyarakat teriak lagi karena merasa tidak mau di situ, padahal posyandu itu sudah dipergunakan," jelasnya.
Usai menuai protes dari masyarakat, pihaknya akan membuat perjanjian kembali dengan masyarakat, untuk penggantian tanah baru dengan nilai harga tanah Rp15 juta.
"Selain penggantian tanah, pada perjanjian itu dijelaskan bahwa, bangunan akan dikembalikan seperti semula dengan ukuran 4x6 meter, tapi dengan satu catatan rumah yang berada di klaster tersebut kembali menjadi milik saya," tutupnya.
(yum/yum)