Tips Cegah Penyakit Ginjal Kronik Sejak Dini, Supaya Terhindar dari Cuci Darah

Tips Cegah Penyakit Ginjal Kronik Sejak Dini, Supaya Terhindar dari Cuci Darah

Anindyadevi Aurellia - detikJabar
Kamis, 01 Agu 2024 23:30 WIB
Ilustrasi penyakit ginjal
Ilustrasi penyakit ginjal (Foto: Shutterstock)
Bandung -

Konsultan Nefrologi Anak Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Prof Dany Hilmanto dan Staf Divisi Nefrologi RSHS Bandung, dr Ahmedz Widiasta menjelaskan penyebab maraknya anak terkena penyakit ginjal kronik hingga harus cuci darah. Dua konsultan ginjal anak itu pun memberikan tips yang bisa dilakukan orang tua sejak dini, untuk mencegah penyakit ginjal kronik.

Prof Dany Hilmanto menjelaskan bahwa terjadi mispersepsi bahwa pola makan yang tak sehat menjadi penyebab utama penyakin ginjal kronis. Baik Prof Dany dan dr Ahmed yang merupakan konsultan ginjal anak, menampik rumor yang beredar tersebut.

"Dari tahun ke tahun, penyakit-penyakit yang disebabkan oleh junk food itu melalui tahap yang panjang. Dia harus melalui ke hipertensi dulu, diabetes mellitus dulu, obesitas dulu, yang merupakan risiko untuk penyakit ginjal kronik. Jadi untuk makanan yang manis-manis, asin-asin, junk food, perlu waktu yang cukup panjang. Perlu puluhan tahun untuk menjadi hipertensi sehingga nanti akhirnya menjadi penyakit ginjal kronik," ucap Prof Dany.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia mengaku angka kejadian penyakit ginjal kronik pada anak yang memerlukan cuci darah seumur hidup, itu memang ada kecenderungan meningkat. Tapi bukan karena minuman manis dan makanan yang tak bergizi lainnya.

Prof Dany mengungkap bahwa mayoritas pasien ginjal kronik pada anak, berusia di atas 5 tahun. Paling banyak akibat penyakit glomerulus atau bocor ginjal. Tapi sayangnya, Prof Dany mengungkap hingga kini penyakit glomerulus bersifat idiopatik atau tidak diketahui sebabnya.

ADVERTISEMENT

"Jadi apabila pola makan yang salah, pola hidup yang salah dalam jangka panjang, akan mengakibatkan penyakit-penyakit yang berisiko untuk penyakit ginjal kronik pada orang dewasa. Sedangkan pada anak sebetulnya, penyakit ginjal kronik yang memerlukan cuci darah seumur hidup itu kalau dia terkena di bawah usia 5 tahun, umumnya terjadi karena kelainan struktur saluran kencingnya," ucap Prof Dany.

"Tetapi kalau pada usia di atas 5 tahun, umumnya penyakit yang sering mengakibatkan penyakit ginjal kronik itu adalah penyakit glomerulus. Itu sampai saat ini paling banyak dan idiopatik. Kita sebutnya sindrom nefrotik yang umumnya dia tidak memberikan respons yang baik kalau kita obati," sambung dia.

Sebagai informasi, ginjal memiliki fungsi utama menyaring racun, kemudian menyerap hal-hal yang diperlukan oleh tubuh. Fungsi ginjal untuk mengeluarkan sisa-sisa racun yang dihasilkan oleh tubuh dan menjaga keseimbangan cairan terutama elektrolit. Cairan tersebut tidak boleh berlebihan atau pun kekurangan.

Apabila ginjal tidak berfungsi, maka cairan dan racun yang menumpuk di dalam darah itu akan memberikan beban berat bagi tubuh. Kejadian fungsi ginjal yang berkurang ini bisa terjadi secara mendadak atau disebut akut, dan terjadi secara kronik yang berlangsung lama.

Meski pola makan yang tak bergizi tak langsung menyebabkan ginjal kronik, namun jika sejak dini anak sudah dibiarkan mengonsumsi makanan dan minuman tak sehat akan berpotensi mengalami ginjal kronik di kemudian hari. Staf Divisi Nefrologi RSHS Bandung, dr Ahmedz Widiasta pun membagikan tips untuk mencegah penyakit ginjal kronik sejak masa kanak-kanak.

"Sebetulnya kalau untuk anak itu cukup dengan menu gizi seimbang. Jadi nanti setiap anak itu kan memiliki KMS apabila masih balita ya. Dipantau terus aja. Kalau masih tidak kegemukan, tidak overweight, itu biasanya aman," kata dr Ahmedz.

Ada lima tahapan yang orang tua wajib perhatikan dan berikan pada anak. Pertama, anak harus terus aktif alias tidak boleh malas gerak atau kerap disebut mager. Dari kecil, anak harus dididik untuk melakukan hobi yang bergerak, bukan hanya jarinya yang bergerak, tapi bergerak badannya, mulutnya, dan juga bersosialisasi.

"Kedua, harus mengontrol tekanan darahnya terutama sejak anak menginjak usia 3 tahun. Tekanan darah harus terkontrol karena sering penyakit ginjal kronik masih ketemu di stadium awal, karena tekanan darah itu masih bagus," ucap dr Ahmedz.

"Ketiga, penggunaan garam dibatasi. Kita kan orang Indonesia senang makan, jadi mungkin garamnya sekarang kita mulai biasakan tidak berlebih. Keempat yakni monitoring gula darah. Kalau dipikir monitoring gula darah hanya untuk orang dewasa atau lansia, ternyata sejak masa kanak-kanak pun sudah mulai harus mengontrol gula darah," lanjutnya.

Terakhir atau kelima, yakni anak harus minum air putih yang cukup dan melakukan monitoring fungsi ginjal. Hal ini tentu harus digaris bawahi juga, mengingat saat ini banyak anak yang jadi tak suka minum air putih karena kerap minum minuman kemasan.

Monitoring fungsi ginjal pun perlu dilakukan sebab fungsi ginjal akan terpantau melalui urin rutin dan melalui pemeriksaan darah, urium, katinin, natrium, dan kalium. Dr Ahmedz berharap, pengecekan kesehatan ini bisa lebih rutin dilakukan semua anak dan bahkan disediakan gratis oleh pemerintah.

"Nah yang kami inginkan di sini, ingin seperti di negara maju sebetulnya. Ada penapisan urin rutin setiap tahun, untuk anak-anak, gratis, dilakukan oleh pemerintah. Seperti pemberian vitamin A di bulan Februari dan Agustus, nah ini ada pengukuran tekanan darah dan urin rutin misalnya setiap bulan Maret setiap tahun, sehingga kita bisa mengetahui sejak dini kalau ada potensi anak dengan penyakit ginjal kronik," doa dr Ahmedz.

Sebab ngerinya, penyakit ginjal kronik tidak bergejala kecuali sudah ada komplikasi. Maka dari itu, dr Ahmedz berharap selagi belum ada gejala, potensi penyakit bisa ditangkap supaya bisa diobati. Hal ini disebut sebagai pencegahan sekunder.

"Kalau diketahuinya cepat, itu jauh lebih baik prognosisnya atau harapannya, daripada kalau ketahuannya sudah yang perlu cuci darah tadi. Penyakit ginjal kronik ada tahap 1-5, yang perlu cuci darah itu tahap 5. Kalau bisa kita kenali di tahap 1 sehingga tidak naik ke tahap 2. Karena kalau sudah di tahap 2 tidak bisa kembali ke tahap 1. Dengan tahap 1 kita maintain dengan obat-obatan yang murah ada di BPJS, insya Allah tidak naik ke tahap 2," ungkap dr Ahmedz.




(aau/tey)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads