Terminal Cicaheum, gerbang Kota Bandung menuju wilayah timur ini dibangun pada tahun 1974. Terminal legendaris ini jadi saksi busu hilir mudik para penduduknya. Terminal Cicaheum tentu menyimpan banyak kenangan bagi mereka yang mengadu nasib di Kota Kembang.
Memori indahnya masih terekam jelas dalam ingatan Yuli (49), perantau dari Wonosobo, Jawa Tengah. Ibu tiga anak itu sudah 26 tahun berdagang batagor di Cicaheum.
Bersama sang suami, sekitar akhir tahun 90-an lalu, pasangan itu memutuskan untuk mengadu nasib ke ibu kota Jawa Barat. Selain berdagang, Yuli juga menjadikan Cicaheum sebagai pelabuhan bagi ia dan keluarga pulang ke kampung halaman.
"Dulu saya sering pulang ke Wonosobo, sering banget. Karena pendapatan masih banyak, terus juga di sini masih ramai banget. Sekarang pulang cuma setahun sekali, pokoknya sudah beda jauh lah Cicaheum dulu dan sekarang," cerita Yuli pada detikJabar, Kamis (25/7/2024).
Sekitar tahun 90-an kala itu, harga tiket bus di Cicaheum masih senilai Rp15 ribu. Jauh di bawah harga bus saat ini yang rata-rata sudah jadi Rp150 ribu. Tiket bus tambah mahal, sementara pengunjungnya makin sedikit.
"Dulu di terminal itu rame banget, ibaratnya penumpang rebutan bus. Dulu mah penumpang ngejar-ngejar bus, sekarang bus yang ngejar penumpang. Dulu juga loket bus itu antre, sekarang sepi banget," lanjut dia.
Kini, tak terdengar lagi teriakan 'air mineral.. air mineral!! Prutang.. kacang.. ciki..!!' dari para pedagang asongan. Bayangan itu selalu Yuli rindukan. Cicaheum yang padat dan riuh, semakin lengkap dengan adanya pada pedagang asongan yang menawarkan dagangannya.
Sekarang, pedagang asongan bisa dihitung jari. Begitupun warung-warung di sekitar Cicaheum, jumlahnya tak lagi sebanyak dulu. Kalau detikers kerap menonton sinetron komedi (sitkom) Preman Pensiun di televisi, mungkin masih tergambar seberapa ramainya Cicaheum kala itu.
"Di sini ramenya tahun 90-an sampai 2015 lah, waktu ada Preman Pensiun syuting itu masih rame. Asongan sampai masuk-masuk ke bus. Terus ada Covid, langsung tutup, menurun drastis," kenang Yuli.
Cicaheum Terkenal Ada 'Preman Pensiun' dan 'Preman Sungguhan'
Cicaheum yang dulu banyak penumpang, sebetulnya juga menyimpan masa kelam. Yuli bercerita, selain Cicaheum jadi tempat syuting Preman Pensiun, dulu Cicaheum juga terkenal banyak preman.
"Iya, dulu mah banyak sejak tahun 80-an katanya. Kalau saya sih alhamdulillah nggak pernah kena ya, kena palak atau diapain gitu, pada baik-baik alhamdulillah. Cuma ngerinya dulu itu kios pernah diminta tolongin dititipin barang-barang, kayak celurit gitu," ceritanya dengan suara lirih.
"Tapi mah sekarang nggak ada, sudah ada hukum (hukum sudah kuat), jadi udah nggak pernah ada lagi. Jadi ada Preman Pensiun itu, ya memang betul ada preman dulu," sambungnya.
Memori di Cicaheum itu juga sempat dicicipi oleh Ricky (42), supir bus PO Budiman yang sudah 25 tahun jadi pengantar para perantau di Kota Bandung. Ricky bercerita betapa menyenangkannya wajah Cicaheum kala itu. bus-bus dikelilingi oleh para penumpang, tapi tak jarang juga ditemukan banyaknya kriminalitas.
"Dulu itu rame banget, telat sedikit aja jadwal berangkatnya, penumpang banyak yang pada berebut bus udah kayak di pasar. Sampe akhirnya ada COVID-19, jadi libur 2 tahun gaada beroperasi, jadi busnya yang rebutan penumpang," kata Ricky.
"Terus juga dulu itu banyak banget preman. Jadi penumpang banyak, preman juga banyak. Kalau sekarang mah udah pada tua-tua, udah pada tobat, pensiun. Sekarang banyaknya pedagang yang mati-matian nyari uang buat anak istri," celetuknya sambil tertawa.
Sebab kini, kondisi di Cicaheum tak lagi ramai. Ibaratnya, para 'penunggu' di Cicaheum hanya berusaha mencari cara untuk makan sehari-hari.
Di lain sisi, kini beredar Terminal Cicaheum akan berhenti beroperasi dan beralih jadi Depo BRT Bandung Raya. Ricky pun menyinggung soal isu angkutan akan dipindah dari Cicaheum ke Leuwipanjang. Menurutnya, pemindahan itu berpotensi untuk mengulang kesemrawutan.
"Saya nggak setuju terminal akan pindah ke Leuwipanjang, soalnya tambah numpuk nanti premanisme nambah. Ibaratnya di sana udah ada preman lama, nambah lagi ada preman baru karena jadi rame. Jadi pusing nanti. Premanisme banyak, pengangguran juga banyak kalau di sini nggak beroperasi," ucap Ricky.
Wajah Cicaheum yang Tak Lagi Secantik Dulu
Terminal Cicaheum diresmikan oleh Wali Kota Bandung ke-8, R Otje Djundjunan pada tanggal 23 Agustus 1975 silam. Terminal penumpang tipe A yang terletak di Jalan Jenderal Ahmad Yani, Cicaheum, Kiaracondong, Kota Bandung ini merupakan salah satu terminal induk di Kota Bandung selain Terminal Leuwipanjang.
Kompleks terminal dengan luas sekitar 1.200 meter persegi itu memiliki 14 shelter pemberangkatan yang mampu menampung sekitar 517 bus selama 24 jam. Tapi kini, jumlah bus yang beroperasi sudah tak lagi sebanyak dulu.
"Terminal ini jadi tempat bus beroperasi ke wilayah Jateng, Jatim, dan Denpasar selama 24 jam. Sekarang PO bus di sini jumlahnya 20-an, dulu waktu masih rame ada 50-an. Belum lagi per PO, itu dulu punya 10 unit, sekarang cuma 2-3 unit. Sepanjang lima tahun yang lalu kurang lebih ada 4-5 PO yang bangkrut," kata Kepala Terminal Cicaheum, Roni Hermanto.
"Pengunjungnya pun menurun drastis, kalau puncak mudik busa sampai 20 ribu penumpang dan hari biasa lebih dari 10 ribu. Sekarang lebaran tahun ini 4.300-an, hari biasa hanya 600-700 orang," lanjutnya.
Pantauan detikJabar pada Kamis (25/7/2024), Terminal Cicaheum memang terlihat sepi pengunjung. Bukan cuma itu, hanya ada segelintir bus-bus yang parkir menanti penumpang.
Pemandangan ini semakin miris dengan terlihat potret kumuhnya Cicaheum. Toilet yang berbau tak sedap, kios-kios terlihat tutup, tempat tunggu yang jadi 'tempat tidur' pedagang dan kucing liar, bahkan kantor Kepala Terminal punya akses yang tak apik. Cicaheum yang kehilangan pamor jadi makin tak diperhatikan.
"Kekurangan di Cicaheum itu ruang tunggunya, di sini ada tiga tempat tunggu, masing-masing busa menampung kurang lebih 50 penumpang. Kalau toilet juga ada tiga, ya kondisinya apa adanya, lalu tempat parkir kan kita juga nggak ada," ucap Roni.
"Kios juga banyak yang tutup. Kalau dulu itu UMKM ada sekitar 100-an, sekarang hanya 46 yang aktif. Dulu juga yang paling jaya itu ada Peyeum, tapi sekarang masih ada tapi tinggal sedikit yang masih jual," lanjutnya.
Wajah tak apik Cicaheum juga dikeluhkan oleh Riris (29), perempuan asal Yogyakarta yang hendak pulang setelah menemui suaminya. Riris bahkan kaget melihat kondisi Cicaheum, setelah sempat transit ke Leuwipanjang.
"Saya baru pertama kali juga kesini. Ya menurut saya kurang bersih di Cicaheum, kalau di Leuwipanjang bagus banget kan tadi pagi saya sempat ke sana. Jadi sampai sini, kaget karena beda jauh. Terutama tempat tunggunya ya, kotor. Semoga segera dapat perhatian dan busa dibenahi," harap Riris.
(aau/sud)