Sejarah dan Mitos Hari Jadi Cianjur

Sejarah dan Mitos Hari Jadi Cianjur

Ikbal Slamet - detikJabar
Jumat, 12 Jul 2024 22:30 WIB
Peta Kabupaten Cianjur di Halaman Pendopo Cianjur
Peta Kabupaten Cianjur di Halaman Pendopo Cianjur. Foto: Ikbal Slamet
Cianjur -

'Dua belas 12 Juli, tanggal nu abadi' (12 Juli tanggal yang abadi), begitulah penggalan lagu tiga pilar budaya Cianjur. Tanggal tersebut merujuk pada Hari Jadi Cianjur yang jatuh pada hari ini (12/7/2024).

Kini wilayah yang dikenal dengan Kota Santri atau Kota Tauco tersebut berusia ke-347. Lantas bagaimana awal mula Cianjur menjadi sebuah daerah?

Berikut awal mula Cianjur berdasarkan sasakala atau mitos dan kisah sejarahnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

1. Sasakala Cianjur

Terdapat beberapa cerita mitos atau dongeng soal Cianjur, salah satunya terkait donget kakek kikir yang tenggelam usai mencabut sebatang kayu.

Tetapi, Sejarawan Cianjur Luki Muharam, mengetakan dongeng tersebut bukan dongeng yang umum di Cianjur, bahkan dipertanyakan oleh para budayawan.

ADVERTISEMENT

"Dongeng aki kikir yg nyabut iteuk tidak dikenal dikalangan budayawan Cianjur. Karena dongeng itu baru beredar sekitar tahun 2004. Bahkan cerita dari dongeng itu ngajiplak sasakala situ bagendit Garut," kata dia, Jumat (12/7/2024).

Di sisi lain, Luki menyebut ada juga dongeng atau mitos yang umum menjadi cerita awal nama Cianjur. Luki menyebut dongeng yang berdasarkan karangan dari Dr Edie Ekadjati, menceritakan tentang sosok Aki Lengser atau Aki Panyumpit dari Karajaan Kertarahayu yang saat ini merupakan Limbangan Garut.

Kertarahayu merupakan karajaan daerah bawahan Kerajaan Pajajaran, dengan Raja Sunan Rumenggong.

"Sang raja punya anak putri cantik bernama Nyai Rambut Kasih ngaranna. Bahkan kecantikan Nyai Rambut Kasih sampai pada Prabu Siliwangi raja Pajajaran yang memerintah di pusat kota Pakuan atau Bogor," kata dia.

Kemudian Aki Panyumpit diperintahkan untuk membawa Nyai Rambut Kasih ke Pakuan. Namun setelah berjalan jauh naik turun bukit, Aki Panyumpit terhalang sebuah sungai.

Bahkan pada akhirnya Aki Panyumpit menyebut kalau air sungai tersebut deras atau dalam bahasa sundanya Caina Anjur.

"Sejak itu dikenal sungainya Cianjur dan menjadi nama daerah Kabupaten Cianjur," ucap dia.

2. Sejarah Berdirinya Cianjur

Sejerawan Cianjur Pepet Johar menjelaskan sejarah berdirinya Kabupaten Cianjur berawal dari Raden Aria Wira Tanu I atau Jayasasana atau Dalem Cikundul.

Dalem Cikundul kemudian memiliki anak salah satunya ialah Wiramanggala atau Raden Wira Tanu Datar II atau Dalem Pamoyanan Tarikolot.

"Saat itu dia masih dengan orang tuanya, Dalem Cikundul dan di tinggal di Cibalagung. Dia 'ngababakan' atau membuka lahan untuk sawah," kata Kang Pepet.

Saat membuka lahan, Dalem Pamoyanan didatangi orang tua tak dikenal memberi anjuran. Saat itu belum ada nama Tjiandjoer.

Isinya 'lamun hayang maju, pindah ka palebah kidul sari ngulon. Teangan keur puseur dayeuh, pangguyangan Badak Putih, taneuh bahe ngetan'.

"Kalau mau maju, pindahkan (negeri) ke sebalah selatan sedikit ke barat. Carilah tempat untuk ibukota atau nol kilometer, tempat berkubang Badak Putih, hamparan tanah menurun ke timur," ungkapnya.

Memang posisi Cianjur sesuai dengan gambarannya jika dilihat dari Cibalagung. Sementara Situs Pangguyangan Badak Putih berlokasi di Jalan Siti Jenab, tepat di samping Pendopo Kabupaten Cianjur.

"Dulu memang di sini ada Badak Putih, tempat berkubangnya di lokasi yang kita kenal sebagai Jalan Siti Jenab. Dulu ada mata air. Beberapa orang bilang badak putih yang dimaksud adalah orang Belanda, karena perawakannya yang besar dan putih kulitnya. Padahal bukan," jelas Kang Pepet.

Dirinya meyakini, jika spesies megafauna langka dan terancam punah itu pernah ada di Cianjur, namun kini semuanya berada di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) Banten.

Sementara, maksud dari hamparan tanah yang menurun ke timur, merupakan lokasi perkotaan Cianjur saat ini yang cenderung berada di sebelah timur Gunung Gede.

Awalnya, Raden Wiramanggala membuka lahan pertama di Kampung Muka. Muka, kata dia, berasal dari Bahasa Sunda artinya membuka.

"Di situlah Dalem Pamoyanan membuka lahan pertama kali," ungkap Kang Pepet.

Lalu, Bupati Kedua Cianjur itu membuka lahan di Kampung Sayang Heulang atau yang kini diketahui sebagai Jalan Bypass/Dr Muwardi.

Kata dia, penamaan sayang heulang karena daerah tersebut banyak terdapat sarang burung elang.

Lalu terus ke barat ke arah Panembong. Nama panembong dari kata katembong, artinya terlihat. Di situ Raden Wiramanggala melihat dan menyadari jika datarannya menurun ke arah timur, seperti yang disampaikan orang tua sebelumnya.

Lantas, dirinya melanjutkan pembukaan lahan ke arah tenggara, Selakopi. Kata Kang Pepet, Raden Wiramanggala menamai selakopi karena dirinya melihat bunga kopi yang terselip di antara sela-sela pohon salak

Tak sampai di situ, Raden Wiramanggala kembali membuka lahan ke arah selatan hingga bertemu sungai besar. Kini dikenal sebagai Sungai Cianjur.

"Di situ awal mula nama Tjiandjur dan Pamoyanan. Pamoyanan artinya tempat berjemur saat kedinginan setelah berenang di sungai," kata Kang Pepet.

"Sementara Tjiandjoer terpikir oleh Dalem Pamoyanan saat menangis di sisi sungai. Air matanya jatuh ke sungai saat mengingat anjuran dari orang tua untuk pindah dari Cibalagung ke tempat dia berada. Muncullah kata Tjiandjoer. Hingga akhirnya pemerintahan pun pindah di tempat yang kini diketahui sebagai Pendopo," kata dia.

(sud/sud)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads