DAS Citarum Tercemar Paracetamol, Ini Kata KLHK

DAS Citarum Tercemar Paracetamol, Ini Kata KLHK

Wisma Putra - detikJabar
Selasa, 09 Jul 2024 17:00 WIB
Aktivis dari Walhi Jawa Barat menunjukkan contoh kualitas air dari Sungai Citarum untuk diteliti saat Aksi untuk Kualitas Air Sungai Citarum di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Minggu (19/5/2024). Aksi dalam rangkaian Hari Citarum yang diperingati tiap tanggal 24 mei tersebut sebagai bentuk kampanye terkait kualitas air dari Sungai Citarum yang masih tercemar. ANTARA FOTO/Novrian Arbi/YU
Aktivis dari Walhi Jawa Barat menunjukkan contoh kualitas air dari Sungai Citarum untuk diteliti saat Aksi untuk Kualitas Air Sungai Citarum di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Minggu (19/5/2024). (Foto: ANTARA FOTO/NOVRIAN ARBI)
Sumedang -

Hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum dilaporkan tercemar paracetamol dan amoxilin berdasarkan hasil penelitian Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Peneliti mendeteksi adanya kontaminasi bahan aktif obat atau APIs.

Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK Ir Sigit Reliantoro, mengatakan penemuan kandungan paracetamol dan amoxilin masih kecil kadarnya.

"Sebetulnya penemuan itu masih kecil sekali, istilahnya nano, tapi itu jadi new emergency pollution, memang di beberapa negara belum ada baku mutunya, tapi juga harus jadi konsen," kata Sigit kepada detikJabar usai meresmikan Ekoriparian Leuwi Padjadjaran, Jatinangor, Sumedang, Selasa (9/7/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sigit berujar, KLHK akan langsung turun tangan dan menelusuri dampak dari laporan tersebut.

"Kita kerjakan sekarang, siapkan sciencetific evidence, kira-kira dampak terhadap lingkungan, terhadap biota dan manusia sehingga kita bisa batasi," ujarnya.

ADVERTISEMENT

Disinggung terkait sumber kandungan paracetamol dan amoxilin yang masuk ke dalam aliran DAS Citarum, pihaknya masih memerlukan penelurusan lebih lanjut.

"Itu sumbernya masih perlu kita pelajari karena mungkin kalau pestisida, kalau yang dari farmasi sebetulnya mungkin budaya kita pemakaian obat-obatan umum itu kan tidak mengikuti kaidah yang bagus sehingg kita banyak sekali over consumption untuk obat-obatan itu dan kemudian sistem kita tidak sepenuhnya bisa menjaring mungkin langsung membuang ke sana dan juga mungkin waktu kita buang obat-obatan kadaluarsa juga tidak dibuang ke tempat yang semestinya," jelasnya.

"Dan kalau dilihat dari IPAL-nya kita sedang mempelajari bagaimana mengintegrasikan parameter itu sebagai parameter yang harus diatur dan diawasi," pungkasnya.

Diberitakan sebelumnya, Peneliti Kelompok Riset Ekotoksikologi Perairan Darat, Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air BRIN Rosetyati Retno Utami mengatakan penelitian dilakukan dengan penghitungan banyak aspek. Mulai dari konsentrasi bahan aktif obat yang diminum, frekuensi obat, jumlah obat yang dikonsumsi, dan berapa lama masa sakit responden dalam setahun.

"Kemudian kami akan mengestimasi seberapa banyak dari rata-rata penggunaan itu, dengan ekstrapolasi terhadap jumlah penduduk di suatu DAS. Hasilnya untuk bahan kimia aktif dapat dilihat bahwa ternyata paracetamol dan amoxilin menjadi APIs dengan penggunaan paling besar di DAS Citarum Hulu," terang Rosetyati dalam keterangan di laman resmi BRIN seperti dikutip detikHealth, Senin (8/7).

Penggunaan antibiotik di DAS Citarum Hulu ternyata relatif besar, dengan penggunaan Paracetamol di posisi tertinggi dengan jumlah 460 ton per tahun dan amoxilin 335 ton per tahun.

Rosetyati menjelaskan sumber-sumber kontaminasi bahan aktif obat yang mungkin masuk ke dalam Sungai Citarum bisa teridentifikasi dari banyak hal.

Mulai dari kegiatan peternakan yang dinilai banyak menggunakan obat-obatan dan hormon untuk meningkatkan hasil peternakan, penggunaan obat rumah tangga dan industri, serta sistem pengelolaan limbah obat di rumah sakit yang mungkin terdapat kebocoran, sehingga mengakibatkan masuknya obat ke ekosistem akuatik.

(wip/yum)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads