Sesuai kesepakatan, narasumber yang menyuarakan penolakan itu meminta agar identitasnya dirahasiakan. Ketidaksepakatannya tentang wacana itu pun didasari karena seorang penjudi akan terus melakukan aktivitas terlarang ini karena sudah kecanduan dengan iming-iming kekayaan secara instan.
"Kebanyakan yang main judi itu pengen dapat uang banyak secara instan. Akhirnya rela ngeluarin uang berapa pun supaya uang modalnya itu balik secara cepet dan berlipat-lipat," kata sumber tersebut dalam perbincangannya dengan detikJabar, Selasa (18/6/2024).
Sumber detikJabar pun tak menampik pernah tergiur untuk bermain judi beberapa tahun ke belakang. Tapi kini, ia berkomitmen untuk mengurangi kecanduannya meski tak bisa langsung berhenti secara total.
Dalam perbincangannya, pilihan itu ia putuskan lantaran banyak temannya yang kini mengalami kehancuran dalam hidupnya akibat dunia perjudian. Ada yang kerja lalu gajinya habis dipakai judi, ada yang rumah tangganya hancur akibat perjudian, bahkan ada yang diusir keluarganya lantaran sudah kecanduan parah akan judi tersebut.
"Banyak temen yang hidupnya ancur. Contoh aja ini mah, ada temen saya kerja jadi kuli, gajian seminggu sekali. Tiap dapat gaji, langsung didepoin, terus kalah, duitnya abis. Terus ada yang udah rumah tangga sampe cerai karena istrinya enggak kuat hidup sama temen yang suka judi. Jadi emang bisa separah itu," ucapnya.
Ia menyatakan, penanganan terhadap kecanduan judi wajib dimulai sikap tegas terhadap diri sendiri. Sebab, seorang penjudi hanya bisa berhenti kalau dirinya telah rugi atau bahkan mengalami kehancuran dalam kehidupan.
Lantas, ia kemudian melontarkan pernyataan apakah ada yang mau mengalami kondisi itu. Tentu, dari lubuk hati setiap orang, termasuk mereka yang kecanduan dunia perjudian, tak ingin mengalami nasib mengerikan seperti yang terjadi di beberapa orang.
"Kuncinya memang harus dari diri sendiri. Memang enggak mudah, tapi harus terus dicoba. Termasuk lingkungan keluarga, buat saya itu jadi penentu banget. Yang jelas harus ada kesadaran emang dari orang-orangnya," ucapnya.
Ia juga turut menyoroti wacana pemerintah tetap memberikan bansos penjudi ataupun keluarga orang yang terjerumus dalam perjudian. Ia mengaku tak sepakat dengan wacana itu lantaran malah memanjakan orang tersebut.
Seharusnya, kata dia, pemerintah harus lebih fokus untuk menangani kemiskinan di berbagai wilayah di Indonesia. Jika penjudi mendapat bansos, yang mengkhawatirkan justru bantuan yang diterimanya malah akan dipakai untuk judi kembali.
"Jelas enggak setuju. Sekarang aja yang judi banyak ngeluarin harta bendanya, eh malah mau dikasih bansos. Bisa-bisa dipakai buat judi atuh. Intinya enggak setuju, masih banyak orang memerlukan, kok, harus dikaji lagi," tuturnya.
"Yang jelas, kalau kayak gitu, saya takutnya mereka yang kejebak sama judi jadi dimanjakan. Takutnya berpikir, biarin habis uang buat judi, toh bakal dapat bantuan dari pemerintah. Enggak elok juga jadinya yah," tandasnya menambahkan.
Cerita lainnya juga datang dari salah satu warga Bandung yang sepertinya patut menjadi renungan semua kalangan. Cerita itu menggambarkan bagaimana judi sudah mengakar tak hanya di kalangan generasi sekarang, tapi orang tua yang akhirnya ikut menjadi korban.
Sesuai kesepakatan dengan narasumber tersebut, pria yang usianya beranjak 30 tahunan ini meminta supaya identitasnya agar dirahasiakan. Ceritanya kemudian bermula ketika hampir setahunan ini ia membuka warung klontong yang berada di depan rumahnya.
Selain menjual sembako maupun jajanan bagi kebutuhan warga, ia juga menyediakan jasa transaksi keuangan dengan sistem aplikasi dompet digital. Dari situ, ceritanya tentang interaksi dengan seorang penjudi pun lalu dimulai.
Simak Video "Video: Kemensos Akan Ke BI untuk Cek Penerima Bansos yang Terlibat Judol"
(ral/orb)