Pengusaha-Buruh Sukabumi Tolak Iuran Tapera: Jangan Tambah Penderitaan Kami

Pengusaha-Buruh Sukabumi Tolak Iuran Tapera: Jangan Tambah Penderitaan Kami

Siti Fatimah - detikJabar
Kamis, 30 Mei 2024 20:45 WIB
KPR-Tapera
Ilustrasi Tapera (Foto: Istimewa Dok KPR-Tapera)
Sukabumi -

Perserikatan buruh dan pengusaha di Kabupaten Sukabumi menolak mentah-mentah kebijakan pemerintah yang mengharuskan semua pekerja membayar iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Diketahui, kebijakan itu baru disahkan melalui Peraturan Pemerintah (PP) No 21 Tahun 2024 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

Ketua SP TSK SPSI Kab Sukabumi Mochamad Popon mengatakan, kebijakan itu merugikan kaum buruh. Terlebih, upah saat ini masih belum layak dan diperparah dengan kondisi biaya kebutuhan rumah tangga dan harga yang semakin naik.

"Aturan mengenai Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera ini diberlakukan hanya akan menambah deret penderitaan bagi kaum buruh. Dengan upah yang masih rendah saja saat ini, pekerja atau buruh sudah dibebani potongan iuran BPJS di antaranya Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Pensiun dan Jaminan Kesehatan," kata Popon, Kamis (30/5/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Popon mengatakan, kondisi buruh dengan upah yang minim masih dibebankan untuk membayar cicilan bulanan seperti kendaraan dan KPR rumah. Alih-alih menambah iuran, dia mendorong agar pemerintah menambah subsidi bagi masyarakat.

"Kalau pemerintah memang punya itikad baik untuk mendorong kepemilikan rumah bagi rakyat kecil atau masyarakat berpenghasilan rendah, mestinya mereka disubsidi pemerintah agar mereka mendapatkan rumah, bukan malah dipaksa untuk mensubsidi negara untuk membiayai program pemerintah dengan embel-embel Tapera," ujarnya.

ADVERTISEMENT

"Atau mestinya program ini diberlakukan secara sukarela bukan malah dipaksa untuk ikut program Tapera dan membayar iurannya, sementara pendapatan mereka dengan tidak dipotong iuran Tapera saja sudah kecil dan sudah berat menanggung beban kebutuhan hidup yang semakin hari semakin tinggi," sambungnya.

Pihaknya menilai, program ini terlalu dipaksakan sehingga muncul dugaan strategi pemerintah untuk menutupi defisit keuangan negara demi program pemerintah yang akan datang.

"Dan hal ini sangat kontraproduktif juga dari program Tapera ini, kalangan buruh yang notabenenya upahnya masih rendah sudah memaksakan diri mendapatkan rumah dengan cara Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dari lembaga perbankan. Sehingga kalau mereka dipaksa lagi oleh negara untuk membayar Tapera, sebenarnya program ini untuk siapa? Dan pastinya ini kalau dilanjutkan akan menjadi resiko terjadinya pemiskinan terhadap buruh," katanya.

Pihaknya lantas mendesak pemerintah untuk membatalkan pemberlakuan Tapera yang mewajibkan pekerja atau buruh untuk membayar iuran Tapera sebesar 2,5% dari upah dan pengusaha sebesar 0,5% dari upah.

"Karena sekali lagi kalau dipaksakan hanya semakin menambah deret penderitaan bagi kaum buruh," sambungnya.

Pernyataan Sikap Pengusaha Kabupaten Sukabumi

Kalangan pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) juga menolak kebijakan iuran Tapera. Pihaknya menilai kebijakan itu memberatkan para pengusaha dan pemangkasan gaji karyawan juga akan membebani pekerja.

"Sikap DPK APINDO Kabupaten Sukabumi, atas PP Nomor 21 Tahun 2024 Tentang Penyelenggaraan Tapera, bahwa akan mematuhi dan melaksanakan arahan dari Dewan Pimpinan Nasional APINDO dan Dewan Pimpinan Provinsi APINDO Jawa Barat atas terbitnya peraturan tersebut," kata Ketua DPK APINDO Kabupaten Sukabumi, Sudarno.

"Karena hal tersebut, akan semakin memberatkan tambahan beban labor cost dan operasional cost bagi pengusaha, yang dalam situasi dan kondisi dunia usaha dan industri sekarang ini masih belum pulih dan belum stabil, akibat dampak pandemi Covid-19 dan resesi ekonomi global," sambungnya.

Sudarno menilai, program kepemilikan rumah bagi pekerja sudah cukup terfasilitasi melalui program bantuan uang muka dari BPJS Ketenagakerjaan, Program KPR Rumah RSH Bersubsidi dari PUPR dan Perbankan, serta banyaknya pengembang perumahan yang telah bekerjasama dengan para pengusaha di sektor industri manufacture, untuk menyediakan perumahan bagi para pekerja.

"DPK APINDO Kabupaten Sukabumi, meyakini bahwa program Tapera tidak menjadi solusi dan dapat menjamin bagi para pekerja untuk dapat memiliki rumah, karena beberapa alasan," ujar Sudarno.

Alasannya, kata dia, karena jangka waktu lamanya ikatan hubungan kerja para pekerja di perusahaan relatif tidak sama dan belum tentu akan berlangsung lebih lama. Selain itu, akumulasi total nilai uang dari pembayaran iuran Tapera yang akan diterima oleh seorang pekerja, apabila telah terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), baik itu karena usia pensiun, mengundurkan diri ataupun karena PHK. Sehingga, logikanya tidak akan cukup untuk membeli rumah.

"Iya, karena harga rumah nilainya lebih besar dari nilai uang hasil Tapera dan harga rumah juga akan terus meningkat pada setiap tahunnya," timpalnya.

Oleh sebab itu, pihaknya meminta agar pemerintah fokus memperbaiki dan mengoptimalkan program-program untuk peningkatan kesejahteraan para pekerja yang sudah ada, tanpa harus penerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) baru yang dapat berdampak membahayakan perkembangan dunia usaha dan industri, khususnya sektor industri padat karya.

"Hal ini juga dapat menurunkan daya tarik dan daya saing bagi para investor pengusaha untuk berinvestasi pada sektor industri di Indonesia, jika dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia," tutupnya.

(mso/mso)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads