Resesi Seks, Setengah Warga Kota Jepang Diprediksi Hilang Seabad Lagi

Kabar Internasional

Resesi Seks, Setengah Warga Kota Jepang Diprediksi Hilang Seabad Lagi

Averus Kautsar - detikJabar
Minggu, 26 Mei 2024 04:30 WIB
Eita Sato, 15, and Aoi Hoshi, 15, who are the only two students at Yumoto Junior High School, attend a Japanese traditional calligraphy class to write a message that will be engraved into the schools closing memorial stone, a few days before their graduation and the institutions closing ceremony, in Ten-ei Village, Fukushima Prefecture, Japan, March 9, 2023. Eita and Aoi, who have been together since three, are the last two graduates of Yumoto Junior High, a public school established in 1947 that in its prosperous years sent out more than 50 graduates, but with only a few enrolments expected in the coming years, the village decided to close the school for good.
Krisis populasi Jepang (Foto: REUTERS/ISSEI KATO)
Bandung -

Rendahnya angka pernikahan dan pasangan muda yang enggan memiliki anak menjadi masalah besar untuk Jepang.

Profesor Tomoya Mori dari Universitas Kyoto melakukan simulasi bagaimana situasi kota-kota di Jepang pada tahun 2120 yang dalam skenario terburuk, penduduk diperkirakan akan berkurang sepertiga dari saat ini.

Dikutip dari detikHealth, hal tersebut dilakukan dengan model statistik berdasarkan data dari 50 tahun terakhir dan menggabungkan faktor-faktor seperti penurunan populasi, tren urbanisasi, dan perubahan biaya transportasi serta komunikasi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tomoya menyampaikan bahwa pada tahun 2020, Jepang memiliki 83 kota dengan sedikitnya 100 ribu penduduk dan 21 kota dengan sedikitnya 500 ribu penduduk. Pada tahun 2120, berdasarkan skenario tingkat kesuburan sedang, jumlah kota dengan sedikitnya 100 ribu dan 500 ribu penduduk akan berkurang masing-masing menjadi 49 dan 11 kota, dan itu juga akan tersebar lebih luas.

Dalam skenario terburuk saat angka kesuburan berada di tingkat terendah, jumlah kota yang tersedia hanya 42 untuk kota dengan 100 ribu penduduk dan enam untuk kota dengan 500 ribu penduduk. Singkatnya setengah kota di Jepang akan menghadapi 'eradikasi' pada abad mendatang.

ADVERTISEMENT

"Penurunan ini akan memiliki dampak buruk yang sama atau lebih besar dibandingkan dengan pemanasan global. Karena keahlian saya adalah ekonomi perkotaan, tujuan saya adalah untuk menunjukkan dampak spesifik dari penurunan demografi dengan harapan dapat meningkatkan kesadaran yang lebih luas," kata Tomoya dikutip dari The Japan Times, Senin (20/5/2024).

Tanda-tanda menua dan berkurangnya populasi nampak jelas di wilayah pedesaan di Jepang. Salah satunya terjadi di desa Nanmoku, Prefektur Gunma yang mana 67,5 persen jumlah penduduknya adalah orang berusia 65 tahun ke atas.

Tidak hanya itu, jumlah rumah-rumah kosong dan terabaikan juga semakin banyak di Jepang. Berdasarkan survei Kementerian Dalam Negeri yang dilakukan pada Oktober tahun lalu, rumah kosong berjumlah 9 juta rumah.

Jumlah tersebut meningkat dua kali lipat dari 4,48 juta pada tahun 1993, serta pada tahun 205 diprediksi 744 dari 1.729 kota di Jepang mungkin akan hilang karena penurunan populasi yang tajam, berdasarkan laporan Dewan Strategi Kependudukan akhir April.

Para akademisi dan pemimpin bisnis mengusulkan agar Jepang memiliki target populasi stabil di angka 80 juta pada tahun 2100 untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi. Namun, Tomoya meragukan hal tersebut dapat terjadi.

Institut Nasional Penelitian Kependudukan dan Jaminan Sosial Jepang memproyeksikan jumlah penduduk Jepang pada tahun 2120 mencapai 71 juta pada tingkat kesuburan tinggi, 50 juta pada tingkat kesuburan sedang, dan 36 juta pada tingkat kesuburan rendah.

Tomoya mengatakan angka kelahiran yang sangat rendah saat ini dan kurangnya inisiatif yang masuk akal untuk membalikkan tren ini kemungkinan besar akan menyebabkan jumlah penduduk Jepang berada di bawah perkiraan.

"Jika jumlah penduduk turun hingga mencapai angka 30 juta, jumlah tersebut hampir sama dengan periode Edo (1603-1868)," katanya.

"Beberapa orang mungkin berkata, 'Baiklah, saat itu segala sesuatunya dapat dikelola, bukan masalah besar.' Namun jangan lupa bahwa infrastruktur kita saat ini didasarkan pada populasi sekitar 130 juta jiwa," ujarnya.

Artikel ini telah tayang di detikHealth dengan judul Angka Kelahiran Jeblok, Setengah Kota Jepang Diprediksi 'Hilang' dalam 100 Tahun

(avk/yum)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads