Tragedi Kematian Tragis Anak TK di Sukabumi Jangan Lagi Terulang

Tragedi Kematian Tragis Anak TK di Sukabumi Jangan Lagi Terulang

Siti Fatimah - detikJabar
Selasa, 07 Mei 2024 19:00 WIB
Pelajar SMP berinisial S (14), yang diduga mencabuli dan membunuh bocah laki-laki berinisial MA (7), menjalani rekonstruksi kejadian.
Rekonstruksi ABG Bunuh Bocah di Sukabumi (Foto: Siti Fatimah)
Bandung -

Dinas Pendidikan Kabupaten Sukabumi angkat bicara mengenai kasus pelajar SMP berinisial S (14) yang memaksa menyodomi hingga membunuh bocah berusia 7 tahun. Pihaknya akan menerjunkan satgas untuk melakukan evaluasi dan pencegahan peristiwa serupa.

Diketahui, peristiwa memilukan itu terjadi pada bulan Ramadan tepatnya pada 14 dan 16 Maret 2024. S diduga melakukan sodomi kepada korban di kebun pala wilayah Kadudampit sebanyak tiga kali baik saat korban masih hidup maupun setelah korban meninggal dunia.

Saat ini, S sudah ditahan dan telah ditetapkan sebagai anak yang berhadapan dengan hukum (istilah tersangka bagi anak) atas dugaan kekerasan seksual menyimpang dan pembunuhan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kepala Seksi Kesiswaan dan Manajemen SMP Dinas Pendidikan Kabupaten Sukabumi, Devi Indra Kusumah mengatakan, pihaknya sudah mendatangi keluarga korban untuk mengkonfirmasi kejadian tersebut.

"Kita baru tahu kemarin, itu kejadian di bulan Maret. Kita melalui bidangnya masing-masing sudah berkomunikasi ke keluarga korban. Pelakunya pun sudah ditangkap, betul siswa SMP di Kecamatan Cisaat, tinggalnya di Kadudampit," kata Devi kepada detikJabar, Selasa (7/5/2024).

ADVERTISEMENT

Devi mengakui, kasus tersebut merupakan cerminan dari kurangnya pengawasan dari berbagai pihak. Tak hanya satuan pendidikan namun orang tua dan lingkungan pun turut bertanggungjawab dalam pengawasan terhadap perkembangan anak.

"Makanya sekali lagi untuk pencegahan marilah kita sama-sama semua 24 jam melindungi anak, dengan siapa mereka berteman, dengan siapa mereka keluar, karena untuk yang di Kadudampit ada indikasi (pelaku) pernah disodomi juga," ujarnya.

Sebagai langkah tindak lanjut atas kejadian tersebut, pihaknya akan menggencarkan kembali tindakan pencegahan di masyarakat sekolah. Satgas yang meliputi guru, komite sekolah, BNNK hingga kepolisian akan melakukan edukasi secara menyeluruh.

"Jangan sampai terjadi lagi hal begini-begini, konyol, nggak ada gunanya, dan mereka itu terkontaminasi oleh lingkungannya. Sedikit kita lengah, baik satuan pendidikan, sosial anak itu menyimpang, itu sudah pasti (terjadi)," kata dia.

"Iya (lebih banyak terpengaruh lingkungan sosial) kejadian-kejadian di kita seperti tawuran biasanya kan diindikasikan ada alumni yang bermasalah. Kalau lingkungan mereka kuat, filter mereka kuat tidak akan terpengaruh, selama dia goyah ya akan goyah," sambungnya.

Meski ditangani aparat kepolisian, pihaknya juga akan berupaya untuk kesembuhan psikologi pelaku. Pasalnya, pelaku masih anak di bawah umur dan dikhawatirkan akan menularkan perilakunya kepada yang lain.

"Makanya nanti ke depan harus tuntas, seperti kasus Emon, ini harus ada pendampingan terus karena kalau tidak nanti ada geliat mereka menularkan. Kita akan komunikasi dengan DP3A (Dinas Pemberdayaan Perlindungan Perempuan dan Anak)," jelasnya.

Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Sukabumi Kota AKP Bagus Panuntun mengatakan, proses pemeriksaan pelaku anak masih dilakukan. Dalam waktu dekat, rencananya pelaku anak akan diperiksa kejiwaannya oleh ahli psikologi.

"Belum ada perkembangan. Sementara untuk pemeriksaan psikologi masih berkoordinasi dengan tenaga ahli terkait," kata Bagus.

Sebelumnya diberitakan, polisi mengungkap motif ABG inisial S (7) menghabisi nyawa bocah berinisial MA (7). S tega membunuh bocah yang masih duduk di bangku TK itu lantaran menolak untuk hubungan sesama jenis.

Dalam penanganan perkara pelaku anak, polisi mengacu pada Undang-undang nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Pihaknya memastikan, pelaku anak akan tetap diproses hukum namun tidak mengenyampingkan hak-haknya sebagai anak.

Atas perbuatannya, S terancam dengan pasal berlapis yaitu Pasal 82 ayat 1 atau pasal 80 ayat 3 UU nomor 17 tahun 2016 tentang Perpu nomor 01 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU nomor 23/2002 tentang perlindungan anak pidana penjara minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun.

Kemudian, Pasal 338 KUHPidana tentang pembunuhan pidana penjara 15 tahun dan Pasal 351 ayat 3 KUHPidana tentang penganiayaan mengakibatkan meninggal dunia pidana penjara 7 tahun.

(yum/yum)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads