Memasuki bulan Mei 2024, penyakit demam berdarah dengue (DBD) masih terus ngegas di sejumlah daerah di Indonesia. Hal tersebut diungkapkan oleh Kementerian Kesehatan RI.
Pada data minggu ke-17 di 2024 ini, angkanya terus bertambah hingga tiga kali lipat dibandingkan periode yang sama di tahun lalu. Ngerinya, Kota dan Kabupaten Bandung sama-sama jadi 'juara' jumlah kasus DBD baru terbanyak dan kematian tertinggi di 2024.
Kota Bandung mencatat sebanyak 3.468 kasus DBD, menjadi daerah nomor satu tertinggi di Indonesia pada awal tahun 2024 ini. Disusul Kabupaten Tangerang, Banten dengan 2.540 kasus dan Kota Bogor pada peringkat ketiga yakni 1.944 kasus.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kota Kendari, Sulawesi Tenggara menjadi satu-satunya daerah luar Jawa yang masuk 5 besar daerah DBD tertinggi, yakni 1.659 kasus. Sementara ranking lima kasus DBD tertinggi yakni Kabupaten Bandung Barat dengan 1.576 kasus.
Sementara pada 5 besar Kabupaten/Kota dengan kematian akibat DBD, paling tinggi dicatat oleh Kabupaten Bandung dengan 29 kematian. Kabupaten Jepara, Jawa Tengah mencatat 21 kematian.
Disusul Kota Bekasi dengan 19 kematian dan Kabupaten Subang sebanyak 18 kematian. Sementara Kabupaten Kendal, Jawa Tengah menduduki peringkat kelima tertinggi dengan 17 Kematian.
Dari lima besar daerah baik untuk jumlah kasus maupun jumlah kematian tertinggi se-Indonesia, Provinsi Jawa Barat masing-masing menyumbang tiga daerah angka tertinggi.
Sementara itu, total ada 88.593 kasus kumulatif DBD di Indonesia tahun 2024. Padahal, tahun lalu angkanya 'hanya' tercatat sebanyak 28.579 kasus. Peningkatan nyaris tiga kali lipat juga terjadi pada tren kematian akibat DBD.
Kemenkes RI juga melaporkan total kematian mencapai 621 jiwa, meningkat dari 209 kematian di 2023 pada rentang waktu yang sama.
Di lain sisi, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan dr Imran Pambudi sebelumnya menjelaskan, kenaikan kasus juga berkaitan dengan perubahan iklim. Nyamuk bertahan dan berkembang biak lebih lama sehingga jumlahnya lebih banyak.
"Perubahan iklim tak hanya membebani pelayanan kesehatan, karena membuat kasus semakin naik dan naik, tetapi kami juga menimbang bahwa perubahan iklim akan membebani sistem kesehatan. Sebagai contoh, kekeringan," jelas Imran beberapa waktu lalu.
Artikel ini telah tayang i detikHealth. Baca selengkapnya di sini.
(aau/sud)