Menyingkap Misteri Penemuan Laras Panjang-Granat Nanas di Sukabumi

Menyingkap Misteri Penemuan Laras Panjang-Granat Nanas di Sukabumi

Siti Fatimah - detikJabar
Rabu, 01 Mei 2024 16:30 WIB
Penemuan senjata api di Sukabumi.
Penemuan senjata api di Sukabumi. Foto: Istimewa
Sukabumi -

Warga Sukabumi digegerkan dengan penemuan dua pucuk senjata organik laras panjang yang terkubur di bawah tanah. Peristiwa penemuan senjata di Kecamatan Cisaat itu bukan yang pertama kali terjadi.

Berdasarkan catatan detikJabar, pada 2022 lalu, granat nanas juga sempat ditemukan dalam kondisi berkarat dan masih aktif di Lapang Cikiray, Kecamatan Cisaat. Sejarawan menduga kuat temuan senjata itu berhubungan dengan kisah Cisaat di masa lalu.

Sejarawan sekaligus penulis buku 'Soekaboemi The Untold Story' Irman Firmansyah mengatakan banyak dugaan yang mengaitkan temuan ini dengan senjata yang digunakan pada perang kemerdekaan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tidak seluruhnya keliru juga karena Cisaat adalah wilayah perang yang dijadikan area tempur karena lokasinya tidak jauh dari basis persembunyian para pejuang di lereng Gunung Gede," kata Irman kepada detikJabar, Rabu (1/5/2024).

Dia mengatakan sejak awal kemerdekaan, Cisaat sudah menjadi basis laskar rakyat yang dipimpin oleh Sambik, seorang mantan Digulis yang bergabung dengan partai Proletar. Digulis adalah mereka yang kritis dan melawan kebijakan Kolonial

ADVERTISEMENT

"Sambik sangat terkenal karena tindakannya yang Bengal yaitu menggorok leher lurah Cipurut pada masa pendudukan karena dituduh bersekutu dengan Belanda dan menculik orang Tionghoa yang dijadikan koki di markasnya di daerah Cijurey, Gegerbitung," ujarnya.

Memasuki perang Bojongkokosan, Cisaat pun jadi wilayah pertempuran. Pasukan yang dipimpin Komandan Batalion II Mayor Harri Sukardi (adik Letkol Edi Sukardi) menanam ranjau di sepanjang jalan.

"Maka tak heran ketika pertempuran konvoi Bojongkokosan Cisaat merupakan 'neraka' bagi pasukan Inggris karena sepanjang jalan ditanami ranjau hingga meledakkan dua tank mereka. Pertempuran besar terjadi akibat serangan gencar sehingga pasukan Inggris mundur ke Cikukulu," sambungnya.

Ketika masa pendudukan Belanda pascaagresi militer ke Sukabumi, Cisaat juga menjadi medan tempur yang dimulai dari pembakaran Pabrik Tjiboenar (Cibunar) oleh para pejuang supaya tidak bisa digunakan oleh Belanda. Pertempuran tak seimbang menyebabkan para pejuang melarikan diri melalui jalur aman yaitu jalur utara Cisaat-Cigunung hingga Parungseah.

"Meskipun pasukan Belanda sudah menguasai Kota Sukabumi, namun para pejuang dengan pimpinan TKR yang dipimpin Kapten Isak Djuarsa masih menguasai area pedalaman yaitu sekitar kaki Gunung Gede Cibadak, Pasir Datar hingga Cisaat bagian utara," kata dia.

Oleh karena itu Cisaat lagi-lagi menjadi tempat kekacauan yang ditujukan kepada Belanda dan antek-anteknya. Misalnya, pada tanggal 24 Agustus 1947 rumah mantan tantara NIL Belanda dibakar, enam hari kemudian para pejuang juga menempatkan tiga buah ranjau di Cisaat.

"Namun sesudah perjanjian Renville para pejuang kemudian diwajibkan hijrah ke Jawa Tengah dan Yogyakarta sehingga dengan terpaksa para pejuang berangkat karena mematuhi instruksi pemerintah," ucapnya.

Irman mengatakan, sebagian dari mereka menyembunyikan senjatanya supaya kelak saat kembali ke Sukabumi dapat digunakan lagi. Sebagian ada yang menguburnya di kebun atau hutan, sebagian lagi di dasar kolam, dan sebagian lagi di gua-gua.

"Menurut keterangan Kemal Idris, senjata yang tersimpan di gua-gua sempat diambil lagi ketika para pejuang kembali ke Sukabumi, namun tidak bisa dipergunakan karena lembab dan berkarat," kata Irman.

Saat kembali ke Sukabumi, para pejuang sudah melihat jika Sukabumi sudah diatur oleh pemerintah Recomba negara Pasundan bikinan Belanda, kemudian membentuk pemerintahan bayangan yang disebut Civil Staf. Pertumparah darah di Cisaat tak selesai sampai di situ saja.

"Pertempuran di Cisaat juga banyak terjadi yang salah satunya dilakukan oleh desersir tantara Belanda yang membelot ke pihak republik bernama Princen. Princen dan pasukannya menyerang pabrik tekstil di Pada Asih, Cisaat pada 28 Maret 1949," katanya.

Princen merampas senjata jenis Mauser, Karaben Jungle dan Bren serta membawa para penjaga sebagai sandera dengan sebuah truk. Para penjaga dan truknya kemudian ditinggalkan di Situ Gunung, sedangkan Princen dan pasukannya lari ke arah Gunung Gede karena situasi keamanan semakin kacau.

"Banyak terjadi pertempuran antara para pejuang dengan pasukan Belanda, Ipik Gandamanah yang menjabat asisten Residen Bogor versi civil staf pindah ke Rambay Cisaat untuk memudahkan gerakan pemerintah bayangan," tambahnya.

Dookumen peringatan untuk berhati-hati terhadap Van Kleef, warga Belanda yang membantu penyelundupan senjata untuk DII TII.Dokumen peringatan untuk berhati-hati terhadap Van Kleef, warga Belanda yang membantu penyelundupan senjata untuk DII TII. Foto: Dokumentasi Dapuran Kipahare

Dugaan Berkaitan dengan Gerakan DI TII

Irman menuturkan, penemuan senjata maupun granat yang ditanam di dalam tanah oleh para pejuang itu diduga dilakukan saat peristiwa hijrah maupun untuk menghindari penggeledahan pasukan Belanda pada masa pendudukan. Namun, dia juga memiliki dugaan lain terkait penggunaan senjata itu.

Jika merujuk pada jenis senjata laras panjang, polisi menyebut senjata itu berjenis senjata bahu merk stand kaliber 9 mm berkaliber 7.92. Ditemukan dengan kotak peluru dan peluru berkaliber 7.92.

Pihaknya menilai, jenis senjata tersebut agak janggal jika disebut merk stand, umumnya disebut stens atau stengun. Dia pun mencoba berkoordinasi dengan komunitas reenactor yaitu Bandung World War 2 Reenactors.

Hasilnya, kemungkinan jenis senjata tersebut bukan stand hanya memiliki kemiripan. Dari bentuknya, senjata tersebut adalah merk Madsen M50 SMG (Sub Machine Gun) kaliber 9 mm buatan Denmark yang diproduksi sekitar tahun 1950.

"Jika melihat kemiripan senjata tersebut dengan Madsen M50 yang diproduksi tahun 1950 maka besar kemungkinan senjata tersebut adalah terkait dengan peristiwa pasca-1950 hingga 1950 seperti pemberontakan DI TII yang dominan di Utara Sukabumi pada era 1949 hingga tahun 1960 ataupun peristiwa Bambu Runcing yang dominan di wilayah Selatan Sukabumi," jelasnya.

Pada masa tersebut, kata dia, banyak tokoh DI TII yang bersembunyi di sekitar lereng Gunung Gede Sukabumi misalnya Noar Bajo Siregar yang disebut-sebut sebagai Bupati Militer Sukabumi berpangkat Letnan I. Kemudian Achmad Sungkawa komandan resimen Militer Sukabumi berpangkat letnan Kolonel dan tokol lokal Haji Engkar yang menguasai wilayah lereng Gunung Gede.

Sementara tokoh DI TII yang terkenal di wilayah Cisaat-Kadudampit di antaranya Kosasih Harsono, H Komar, Sarhadi, Tamilho, dan Sarodin. Selain itu, ada juga tokoh lain Mualim Mukri dan Mamad Setiawan.

"Mereka seringkali melakukan penculikan dan pembunuhan baik yang dilakukan oleh anggota DI TII kepada masyarakat yang ditengarai mendukung TNI atau mendukung PKI. Misalnya Sarodin yang menciduk dua orang PKI di Parungseah. Keduanya dibawa ke tengah sawah pada malam hari dan disembelih menggunakan kaleng sarden," ujarnya.

Pasukan TNI kemudian melakukan operasi hingga dapat membunuh tokoh DI TII. Batalyon 320 juga dikerahkan memukul mundur gerombolan di Kampung Garuda, Desa Cipetir, 50 gerombolan dan satu TNI tewas.

"Penumpasan terus dilakukan, pada akhirnya Bupati Militer DI TII Noar Bajo ditangkap di Cipelang pada 7 September 1961. Sementara seorang Belanda yang mendukung Gerakan DI TII yaitu CH Van Kleef, mantan anak buah Westerling, akhirnya tewas juga di wilayah Cisaat pada tahun 1960-an," tambahnya.

Senjata merk Madsen M50 juga sempat digunakan pasukan Kostrad saat menumpas G/30/S-PKI. Ada kemungkinan, senjata itu milik tentara Indonesia yang direbut DI TII dan disembunyikan di bawah tanah.

"Boleh jadi senjata ini digunakan tentara Indonesia saat menumpas DI TII kemudian berhasil direbut oleh DI TII dan disembunyikan supaya tidak diketahui TNI. Namun bisa jadi juga itu adalah senjata milik DI TII sendiri karena mereka juga mendapatkan pasokan persenjataan dari luar negeri atas peran Van Kleef, seorang warga Belanda yang bergabung dengan DI TII dan melakukan penyelundupan senjata lewat Palabuhanratu," ungkapnya.

Dia menerangkan perlu ada penelusuran dan penelitian ahli untuk mengungkap penemuan senjata laras panjang dan granat nanas yang ditemukan di wilayah Cisaat. "Masih menarik ditelusuri, namun kita patut bersyukur bahwa senjata-senjata tersebut sudah berhasil diamankan oleh pihak berwenang," tutupnya.

(sud/sud)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads