Pada tanggal 24 Maret 1946, Bandung Selatan dibumihanguskan oleh para pejuang. Hal ini harus dilakukan demi melindungi kota tercinta dari sergapan musuh.
Kini, 78 tahun sudah peristiwa bersejarah itu terjadi. Memori perjuangan tersebut diabadikan dengan Monumen Bandung Lautan Api. Berikut rangkuman sejarahnya, dilansir dari sejumlah literatur.
Sejarah Bandung Lautan Api
Her Suganda dalam buku Wisata Parijs van Java, menuliskan peristiwa Bandung Lautan Api, didahului dengan aksi perebutan senjata-senjata di tangan serdadu Jepang oleh para pemuda dan pejuang selama bulan September-Oktober 1945.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kala itu, datang pasukan Sekutu pada Oktober 1945 yang dibonceng NICA (Netherlands Indies Civil Administration). Pasukan itu juga memaksa warga Bandung untuk menyerahkan senjata yang mereka peroleh setelah merebut persenjataan tentara Jepang lebih dulu.
Puncaknya, tentara sekutu malah terkesan mengusir penduduk setempat dari wilayah tempat mereka tinggal.
"Pimpinan tentara Inggris di kota Bandung, Brigjen Mac Donald mengultimatum, paling lambat tanggal 29 November 1945, penduduk yang masih tinggal di daerah Bandung utara harus pindah ke daerah di selatan jalan kereta api. Ultimatum tersebut sudah barang tentu sangat menguntungkan Belanda yang berusaha menduduki kembali kota Bandung dengan berbagai cara," tulis sejarawan dan jurnalis itu.
Laman Ensiklopedia Sejarah Indonesia Kemdikbud menyebut rakyat saat menghadapi ultimatum itu, langsung mendirikan pos-pos gerilya di berbagai tempat. Selama bulan Desember 1945 hingga awal tahun 1946, terjadilah pertempuran di berbagai wilayah Bandung.
Serangan dilakukan lantaran warga Bandung tidak ingin dijajah kembali setelah memperoleh kemerdekaan. Serangan juga menjadi jawaban atas tindakan Sekutu yang membagi Bandung menjadi wilayah utara dan selatan dengan lintasan rel yang membelah kota.
![]() |
Wilayah Bandung Utara pun diduduki tentara Sekutu. Sementara Bandung Selatan ditempati oleh Tentara Republik Indonesia (TRI) yang dahulunya bernama Tentara Keamanan Rakyat (TKR).
Hingga akhirnya, sekutu mengeluarkan ultimatum kepada Perdana Menteri Syahrir, agar rakyat Bandung meninggalkan kota dengan radius sebelas kilometer. Akhirnya, Kolonel AH Nasution selaku Komandan Divisi III Tentara Republik Indonesia (TRI), memerintahkan evakuasi Kota Bandung bagian selatan.
Pada tanggal 23 Maret 1946 malam, rombongan besar penduduk Bandung meninggalkan kota. Mereka pergi sembari membakar habis tanah Kota Bandung bersama dengan gedung-gedung pentingnya, agar tak bisa digunakan oleh tentara sekutu.
Bangunan-bangunan yang diledakkan adalah Bank Rakyat Bandung, Kawasan Banceuy, Cicadas, Braga, Tegalega, hingga Asrama Tentara Rakyat Indonesia. Langkah tersebut juga diambil karena pasukan TRI dan rakyat, tidak sanggup melawan musuh berkekuatan militer lengkap dan lebih modern.
Di tengah malam itu, Bandung Selatan telah kosong dari penduduk dan hanya tersisa kebakaran di seluruh kota yang terlihat seperti lautan api. Sekutu pun tidak dapat menggunakan Bandung sebagai markas strategis militer.
Diperkirakan, sekitar 200.000 penduduk Bandung membakar kediaman mereka sendiri dalam peristiwa tersebut. Penduduk kemudian meninggalkan kota menuju pegunungan di daerah selatan Bandung.
Moh Toha dan Moh Ramdan, Dua Pahlawan yang Gugur di Bandung
Tak hanya tragedi itu, pertempuran juga terjadi di beberapa wilayah. Salah satu pertempuran yang paling besar terjadi di Desa Dayeuhkolot, lokasi gudang amunisi milik tentara Sekutu.
Dalam pertempuran ini, Mohammad Toha dan Moh Ramdan, dua anggota milisi BRI (Barisan Rakyat Indonesia) gugur setelah berhasil menghancurkan gudang amunisi tersebut dengan dinamit.
Sekelumit kisah dituliskan Her Suganda, mengutip dari keterangan Lettu (Purn) Sayyid Abbas Makbul yang saat itu menjabat Komandan BPRI Front Pasir Cina.
Regu pertama dipimpin Moh Toha dan regu kedua dipimpin Achmad. Persenjataan mereka, selain karaben dan pistol, masing -masing membawa dua atau tiga granat yang digantungkan di pinggangnya.
Mereka merencanakan melakukan sabotase di markas dan gudang mesiu Belanda yang berada di seberang Sungai Citarum. Ia sempat mengawal kedua regu tersebut menyeberangi Sungai Citarum.
"Beberapa puluh menit setelah berada di seberang sungai, tiba-tiba terdengar ledakan ranjau. Seketika itu juga terdengar serentetan tembakan dari pasukan Belanda, mengakibatkan korban luka dan meninggal. Salah seorang di antaranya adalah Moh Ramdhan yang namanya kemudian diabadikan menjadi nama jalan di kota Bandung: Jalan Moh Ramdhan," tulis Her Suganda dalam bukunya.
Sementara itu, Moh Toha tak diketahui nasibnya. Ia diduga terkena tembakan saat memasuki gudang mesiu Belanda. Dugaan ini diperkuat saat langit di atas Dayeuhkolot dipenuhi asap hitam tebal disertai ledakan-ledakan dahsyat.
"Menurut seorang penduduk, yang ditemukan hanya sepotong tubuh mulai dari pinggang hingga kaki dalam keadaan terbakar. Potongan tubuh lainnya tidak diketahui. Diduga, potongan tubuh itu berasal dari tubuh Moh Toha," ceritanya.
![]() |
Nama Pahlawan Bandung Selatan itu pun kemudian diabadikan menjadi nama jalan di kota Bandung, Jalan Moh Toha. Letak antara Jalan Moh Toha dan Moh Ramdan pun tak berjauhan.
Monumen dan Lagu Mengisahkan Bandung Lautan Api
Hingga kini, tanggal 24 Maret diperingati dengan Hari Peringatan Bandung Lautan Api. Guna mengenang peristiwa bersejarah ini, dibangun monumen setinggi 45 meter yang diberi nama Monumen Bandung Lautan Api, di Taman Tegallega.
Mengutip laman Humas Kota Bandung, konstruksi monumen itu berbentuk tiga buah bambu yang menjadi penyulut kobaran api dan berwarna kuning keemasan. Tapi tak cuma monumen, peristiwa Bandung Lautan Api juga telah melahirkan inspirasi lahirnya lagu Halo-halo Bandung.
![]() |
Lagu ciptaan Ismail Marzuki itu, memiliki lirik pada baris terakhir yakni 'mari bung rebut kembali'. Lirik ini menggambarkan semangat para pejuang dan masyarakat kota Bandung, agar dapat mengungsi kembali ke kota kecintaannya.
Sementara itu, di tempat yang dulunya merupakan gudang mesiu Belanda yang berhasil diledakkan, kini berdiri Monumen Moh Toha. Letaknya bersebelahan dengan Markas Batalyon Zeni Tempur 3/Yudha Wyogrha di Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, sebelah selatan Kota Bandung.
(aau/yum)