Apa itu Hilal? Pengertian, Metode Pemantauan, dan Dalilnya

Apa itu Hilal? Pengertian, Metode Pemantauan, dan Dalilnya

Dian Nugraha Ramdani - detikJabar
Senin, 11 Mar 2024 09:42 WIB
Pengamatan hilal dilakukan serentak di Indonesia. Salah satu lokasi pengamatan hilal berada di Jakarta.
Pengamatan Hilal (Foto: Andhika Prasetia)
Bandung -

Menjelang bulan puasa, sering muncul kata hilal. Terutama dalam penentuan awal puasa dalam sidang isbat oleh Kementerian Agama RI, hilal menjadi bahasan utama. Lalu apa itu hilal? Berikut penjelasannya.

Setiap tahun, hilal akan menjadi penentu bulan Ramadhan. Begitupun untuk puasa Ramadhan tahun 2024 ini, terlihatnya hilal menentukan awal Ramadhan. Tentu ada metode lain jika hilal terhalang mendung.

Lalu, di penghujung Ramadhan, hilal akan kembali dipantau untuk menentukan akhir bulan puasa. Apakah puasa hanya 29 hari atau 20 hari.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pengertian Hilal

Mengutip kamus klasik bahasa Arab, "Lisaanul Arab" karya Ibnu Manzur, hilal adalah permulaan bulan yang terlihat oleh manusia. Hilal muncul dalam dua malam di setiap bulannya. Yaitu di awal dan di akhir yang juga penanda perpindahan waktu ke bulan berikutnya.

Khusus untuk puasa, ada perintah khusus dari Rasulullah SAW terkait hilal. Yaitu, masyarakat Islam diwajibkan berpuasa ketika melihat hilal, dan diwajibkan selesai berpuasa jika kembali melihat hilal di penghujung bulan.

ADVERTISEMENT

Melihat hilal kemudian menjadi metode dalam penentuan awal bulan Ramadhan. Metode ini disebut 'Rukyatul Hilal'. Rukyat atau transliterasinya ru'yat berarti pengelihatan atau pemantauan. Sementara hilal adalah lengkung bulan sabit muda yang terlihat di ufuk barat beberapa saat setelah matahari tenggelam.

Metode Pemantauan Hilal

Rukyatul hilal atau pemantauan atas munculnya hilal adalah metode penentuan awal Ramadhan yang menuntut aktivitas memantau hilal di tempat terbuka.

Biasanya, pemantauan hilal dilakukan di pantai dengan arah pandang ke laut lepas. Hilal bisa diamati dengan mata telanjang atau dengan menggunakan teropong.

Hilal sebenarnya muncul setelah fase bulan baru (new moon). Yaitu, di mana posisi bulan berada di tengah antara bumi dan matahari. Setelah fase ini, barulah hilal yang berbentuk huruf U terlihat. Ini seperti posisi bulan saat new moon bergeser sedikit sehingga lengkung cahaya matahari terlihat tipis membentuk bulan sabit.

Pemantauan dilakukan pada tanggal 29 pada bulan Syaban. Jika terlihat sesuai kriteria, yaitu ketinggian 3 derajat, sebagaimana yang dipedomani Nahdlatul Ulama (NU), maka magrib itu pula sudah masuk Ramadhan dan esoknya puasa.

Jika Hilal Tak Terlihat?

Situs NU Online menyebutkan kondisi jika hilal sudah memenuhi kriteria sebagaimana dalam hitungan hisab menggunakan metode Ilmu Falak yang qath'i, namun hilal tidak bisa terlihat oleh mata karena cuaca mendung, maka berlaku istikmal, yaitu penyempurnaan jumlah bulan Syaban menjadi 30 hari.

Tetapi, jika hilal sudah sangat tinggi secara hisab, namun tidak dapat terlihat karena mendung cuaca, maka tidak bisa istikmal. Sebab, istikmal pada kondisi tersebut akan memotong bulan yang akan datang menjadi hanya 28 hari.

"Apabila posisi hilal telah demikian tinggi berdasarkan minimal lima metode falak yang qath'iy, tetapi tidak terukyah, sedangkan bulan Hijriah berikutnya berpotensi terpotong menjadi tinggal 28 hari apabila terjadi istikmal, maka berlaku nafyul ikmal (diabaikannya istikmal)," tulis situs tersebut.

Hilal dipantau di seluruh wilayah hukum Indonesia. Kriteria penetapan (imkan) rukyah yang dipedomani NU saat ini adalah 3 derajat untuk tinggi hilal mar'ie dan 6,4 derajat untuk elongasi hilal hakiki.

Dalil Tentang Hilal

Rukyat hilal didasarkan pada dalil-dalil yang menunjukkan kepada perintah metode tersebut. Di dalam Al-Quran, telah diisyaratkan bahwa orang Islam harus berpuasa tatkala "syahida" atau menyaksikan dan hadir pada bulan Ramadhan itu.

فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ

"Maka, barang siapa di antara kamu menyaksikan (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan tersebut." (QS. Al-Baqarah: 185)

Dikutip dari berbagai sumber, dalil dari Al-Quran itu kemudian dikuatkan dengan hadis Rasulullah SAW.

صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ وَانْسُكُوا لَهَا فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا ثَلَاثِينَ فَإِنْ شَهِدَ شَاهِدَانِ فَصُومُوا وَأَفْطِرُوا

"Berpuasalah kalian karena melihatnya, berbukalah kalian karena melihatnya dan sembelihlah kurban karena melihatnya pula. Jika -hilal- itu tertutup dari pandangan kalian, sempurnakanlah menjadi tiga puluh hari, jika ada dua orang saksi, berpuasa dan berbukalah kalian".

(iqk/iqk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads