Ketika Susi Pudjiastuti menggandeng Solihin GP saat pelantikan dirinya sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara, 27 Oktober 2014, banyak pihak maklum. Sebab Solihin diketahui sebagai sesepuh Jawa Barat yang punya kepedulian terhadap kaum petani dan nelayan.
Mantan gubernur Jawa Barat itu juga sudah mengenal Susi sejak remaja dan sudah menganggap Susi sebagai anak asuhnya.
Tidak demikian halnya ketika Solihin datang bersama pengusaha nasional Tomy Winata (TW) ke kediaman Susi di Pangandaran beberapa hari kemudian. Banyak pihak bertanya-tanya, ada apa gerangan? Tak heran bila berbagai komentar sinis dan prasangka tak elok berkembang secara liar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kedua orang itu anak asuh saya," kata Aki Ihin saat detik.com menemui di kediamannya, 5 November 2014.
Aki mengajak kami duduk lesehan di ruang tamu. Untuk mengurangi suasana panas, asisten di rumahnya menyuguhi kami air jeruk. Juga beberapa potong cake.
"Mah, mah, mah... Masak naon? Ieu karunya barudak ti Jakarta bisi lapareun (mah..mah..mah.. masak apa? ini anak-anak dari Jakarta kalau-kalau lapar)," ujarnya kemudian dengan lantang.
Kami sontak menolak. Juru kamera saya beri isyarat untuk langsung 'On'.
Kesamaan Susi dan TW
Susi dan TW, menurut Aki, punya banyak kesamaan. Keduanya adalah pengusaha sukses yang merangkak dari bawah, nol. Keduanya punya bisnis di sektor kelautan dan perikanan, serta transportasi udara.
Susi dan Tomy juga sama-sama cuma berbekal ijazah SMP. Cuma kalau Tomy kiprahnya sering diliputi kontroversi, Susi menjadi kontroversi pas baru jadi menteri. Itu juga cuma karena dia merokok dan bertato.
Aki Ihin mengaku mengenal Susi sejak masih remaja, sewaktu dirinya masih gubernur Jawa Barat. Dia mengikuti sepak terjangnya dari mulai jadi tukang panggul ikan. Keliling ke sana kemari.
Kalau dengan Tomy Winata dia baru kenal semasa menjabat Sesdalopbang (Sekretaris Pengendali Operasi Pembangunan) yang kantornya berdampingan dengan kamar kerja Presiden Soeharto di Bina Graha. Kala itu, entah bagaimana mulanya, Tomy datang menemuinya di kantor. Cuma ngobrol ngalor-ngidul.
![]() |
Tomy banyak cerita soal macam-macam operasi ABRI yang pernah diikutinya. Mulai dari Kalimantan dan daerah lainnya. Tomy juga hapal dan kenal kapten-kapten yang memimpin operasi.
"Wah siapa ini anak muda kok mau ikut berjuang dengan ABRI. Ya dari situlah, akhirnya saya kenal dia," kenang lelaki kelahiran 21 Juli 1926 itu.
Ketika akhir pekan, Aki melanjutkan, Tomy suka datang ke rumah membawa anaknya. Sekali waktu, pas jalan-jalan, anaknya itu duduk di depan. Aki Ihin memangkunya. "Eh, malah saya diompolin sampai kuyup ha-ha-ha."
Tomy termasuk pengusaha muda yang ulet dan mau maju. Dia merintisnya dari nol, mulai dari ngecat mobil di rumahnya. Lama-lama karena tekun usahanya berkembang, lalu menjadi kontraktor di lingkungan Angkatan Darat. Aki Ihin tentu senang kalau ada orang mampu untuk melakukan loncatan jauh dalam prestasinya.
Tapi begitu sudah menjadi pengusaha besar, dalam sebuah pertemuan Aki Ihin menyampaikan sebuah peribahasa, 'sejinak-jinak anak harimau, bila sudah besar tetap berbahaya'. Bisa diterkam tengkuk kita. Karena itu, sebaiknya diserahkan ke kebon binatang.
"Sekarang, karena kamu sudah menjadi pengusaha besar maka sebaiknya hubungan dibatasi dengan tegas. You go your way, I go my way," kata Aki Ihin kepada Tomy.
Jadi, ia melanjutkan, ketika Tomy terus tumbuh menjadi pengusaha dan konglomerat, sampai terdengar ada yang menyebutnya mafia ini-itu, Aki Ihin menegaskan dirinya sudah tidak ada lagi hubungan dengannya.
"Saya baru dihubungi lagi pas musim kampanye presiden kemarin. Dia bilang akan ikut menyukseskan Jokowi-Jusuf Kalla menjadi Presiden," ujar Aki Ihin.
Apalagi dalam salah satu debat diketahui Jokowi punya komitmen untuk fokus membangun dunia maritim di Tanah Air. Dia bilang, "Presiden Jokowi benar, laut kita harus dikuasai penuh. Saya mendukung tekad itu dan akan ikut mensukseskan ibu Susi," kata Solihin menirukan pernyataan Tomy.
Pamali Nolak Kanyaah ti Aki
Tentang pertemuan Tomy dengan Susi, Solihin memberikan kesaksian. Anak asuhnya itu mengaku punya bisnis perikanan di Tual. Investasinya puluhan juta dolar. Tapi belakangan pasokan ikan dari para nelayan setempat tersendat karena mereka tak punya kapal tangkap yang cukup. Agar bisnis tetap berjalan, dia lalu membeli ikan dari kapal-kapal asing.
"Nah ini dia akui jelas keliru. Karena itu dia merasa perlu menemui Susi untuk menyampaikan persoalan yang dihadapinya. Kasarnya mungkin dia itu mau bertobat lah dan akan menjalankan investasinya sesuai peraturan perundangan Indonesia. Saya sih tidak ikut bicara, tidak punya hak. Terserah Susi saja," tutur Aki Ihin.
![]() |
Di sela obrolan, Aki tak menolak saat kami memintanya mempraktikkan beberapa jurus Merpati Putih yang ditekuniya untuk menjaga kebugaran.
Selain soal hubungan dua anak asuhnya, Susi dan Tomy, perbincangan juga mengupas hubungan Aki dengan Pak Harto. Hingga pertengahan 1980-an, Aki Ihin menyebut Soeharto sebagai presiden terbaik di dunia.
"Saya pernah nongkrong bareng di sungai untuk BAB (buang air besar)," ujarnya sambil terkekeh.
Usai wawancara, Aki Ihin mengeluarkan ponsel lalu menghubungi sebuah restoran langganannya. "Ini incu-incu ti Jakarta rek makan siang kadinya. Siapkeun nu arenak (ini cucu-cucu dari Jakarta mau makan siang ke sana. Siapkan yang enak-enak)," titahnya.
Karena kami berkeras menolak, Aki Ihin memanggil seorang asisten. Kami diberi beberapa kilo beras merah organik dan setandang pisang. "Bawa jang di jalan. Pamali nolak kanyaah ti Aki (bawa untuk di jalan, pamali kalau menolak kasih sayang dari aki)," ujarnya tegas.
Materi ini dicuplik dari Majalah detik edisi 10-16 November 2014.
(jat/yum)