Tak terasa, bulan Ramadhan segera menjelang. Kira-kira 10 hari lagi memasuki hari pertama bulan Ramadhan 2024. Apakah utang puasa Ramadhan tahun lalu sudah dibayar seluruhnya?
Meski belum ada penetapannya namun kita bisa memperkirakan awal Ramadhan 2024 dengan melihat kalender Islam Hijriah tahun 2024 yang diterbitkan oleh Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI).
Dari kalender Hijriah 2024, awal Ramadhan 2024 diperkirakan jatuh pada tanggal 10-11 Maret 2024. Hal ini dilihat dari perhitungan kalender hari libur nasional dan cuti bersama Hari Raya Idul Fitri yang ditetapkan pada tanggal 10-11 April 2024. Dengan menghitung puasa dilaksanakan 30 hari, maka puasa Ramadhan akan dimulai sekitar tanggal 10-11 Maret 2024.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penetapan awal Ramadhan oleh pemerintah hingga saat ini masih belum diputuskan. Karena biasanya pemerintah melalui Kementerian Agama RI akan melakukan sidang isbat sebelum kemudian mengumumkan tanggal 1 Ramadhan.
Pelaksanaan sidang isbat biasanya sidang isbat ini dilakukan menjelang hari-hari terakhir di bulan Syaban untuk melihat hilal. Namun jika diperkirakan, dihitung dari hari ini, Selasa (27/2/2024) ke tanggal 10-11 Maret 2024 hanya berselang 10-11 hari saja.
Seiring dengan makin dekatnya memasuki bulan Ramadhan, banyak muslim yang kemudian mempertanyakan kapan batas waktu terakhir untuk membayar utang puasa di bulan Ramadhan lalu. Apakah di 10 hari menjelang Ramadhan seperti ini masih diperbolehkan puasa Qadha?
10 Hari Jelang Ramadhan 2024, Apakah Masih Bisa Puasa Qadha?
Puasa di bulan Ramadhan adalah kewajiban bagi muslim. Namun ada sejumlah uzur yang membuat umat Islam akhirnya membatalkan puasa, misalnya karena sakit atau karena haid bagi wanita.
Namun puasa yang ditinggalkan itu kemudian menjadi utang yang harus dibayar. Tapi banyak yang belum mengetahui, kapan batas waktu membayar utang puasa atau qadha ini.
Sebaiknya untuk membayar atau mengganti puasa Ramadhan, sebaiknya segera dilakukan setelah Ramadhan selesai misalnya di bulan Syawal. Hal ini agar seorang muslim terbebas dari utang pada Allah dan bisa melaksanakan puasa sunah lainnya tanpa terbebani utang.
Meski begitu Ustaz Abdul Somad menjelaskan dalam video yang beredar di Youtube bahwa mengganti puasa Ramadhan alias qadha bisa dilakukan hingga hari terakhir bulan Syaban atau bulan sebelum Ramadhan.
"Siapa yang mengganti puasa di bulan Syakban dan di hari senin, otomatis dapat 3 pahala. Puasa qadha lunas 1 hari, puasa sunah Syaban dan puasa senin juga dapat. Niatnya 1 saja untuk qadha," tutur ustaz yang akrab disapa UAS ini.
Jika masuk puasa Ramadhan namun utang puasa tahun lalu masih belum lunas, maka masih bisa membayarnya setelah Ramadan.
"Tapi bedanya, kalau sudah ketemu Ramadan lagi, nanti bayarnya jadi dua, qadha dan fidyah," katanya.
Dalil Qadha Ramadhan
Dalam ilmu Ushul Fiqh, ada kaidah seperti ini: "Awalnya semua ibadah adalah batal, hingga ada dalil yang menunjukkan perintah melakukan ibadah itu".
Dengan kaidah tersebut, maka penting umat Islam mengerti perintah setiap ibadah yang dikerjakan, tak terkecuali ibadah mengganti puasa yang terlewatkan di bulan Ramadhan sebelum datang Ramadhan berikutnya.
Qadha puasa Ramadhan tercantum jelas dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 184, sebagai berikut:
أَيَّامًا مَّعْدُودَٰتٍ ۚ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۚ وَعَلَى ٱلَّذِينَ يُطِيقُونَهُۥ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ ۖ فَمَن تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهُۥ ۚ وَأَن تَصُومُوا۟ خَيْرٌ لَّكُمْ ۖ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ
Artinya:
"Beberapa hari tertentu. Maka barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Tetapi barangsiapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lebih baik baginya, dan puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui."
Kewajiban qadha puasa Ramadhan juga dapat dilacak pada hadis yang memuat percakapan istri Rasulullah SAW, Aisyah RA dengan Mu'adzah.
Hadis ini diriwayatkan Imam Muslim:
عَنْ مُعَاذَةَ رضي الله عنه قَالَتْ: سَأَلْتُ عَائِشَةَ رضي الله عنها، فَقُلْتُ: مَا بَالُ الْحَائِضِ تَقْضِي الصَّوْمَ وَلاَ تَقْضِي الصَّلاَةَ؟ فَقالَتْ: أَحَرُورِيَّةٌ أَنْتِ؟ قُلْتُ: لَسْتُ بِحَرْورِيَّةٍ. وَلكِنِّي أَسْأَلُ. قَالَتْ: كَانَ يُصِيبُنَا ذلِكَ فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلاَ نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلاَةِ. رواه مسلم
Artinya:
Dari Mu'adzah dia berkata, "Saya bertanya kepada Aisyah kenapa gerangan wanita yang haid qadha puasa dan tidak qadha shalat?". Maka Aisyah menjawab, "Apakah kamu dari golongan Haruriyah?" Aku menjawab, aku bukan Haruriyah, akan tetapi aku hanya bertanya. Dia menjawab, "Kami dahulu juga mengalami haid, maka kami diperintahkan untuk mengqadha' puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqadha shalat". (HR Muslim).
Batas Waktu Qadha Ramadhan
Wakil Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU) Alhafiz Kurniawan menjelaskan bahwa tidak ada batas waktu mengganti utang puasa Ramadhan di bulan Sya'ban. Hal ini berlaku untuk orang-orang yang membatalkan puasa karena ada uzur, seperti sakit, dan hal-hal lain sehingga harus mengganti di bulan lain. "Boleh mengqadha puasa hingga akhir bulan Sya'ban," kata Hafiz seperti dikutip dari laman resmi NU.
Akan tetapi, tambah Hafiz, sebagian ulama megharamkan mengqadha puasa setelah lewat Nisfu Sya'ban sebagai antisipasi masuknya bulan Ramadhan. Hafiz juga menerangkan menjelaskan bagi orang yang membatalkan puasanya demi orang lain seperti ibu menyusui atau ibu hamil; dan orang yang menunda qadha puasanya karena kelalaian hingga Ramadhan tahun berikutnya tiba mendapat beban tambahan.
"Keduanya diwajibkan membayar fidyah di samping mengqadha puasa yang pernah ditinggalkannya," terang Hafiz.
Ia juga mengingatkan bahwa beban fidyah itu terus muncul seiring pergantian tahun dan tetap menjadi tanggungan orang yang yang berutang (sebelum dilunasi).
Hal itu ia kutip dari keterangan Syekh M Nawawi Banten dalam kitab Kasyifatus Saja ala Safinatun Najah halaman 114.
"Dari keterangan Syekh Nawawi Banten ini, kita dapat melihat apakah ketidaksempatan qadha puasa hingga Ramadhan berikutnya tiba disebabkan karena sakit, lupa, atau memang kelalaian menunda-tunda. Kalau disebabkan karena kelalaian, tentu yang bersangkutan wajib mengqadha dan juga membayar fidyah sebesar satu mud untuk satu hari utang puasanya," jelas Hafiz.
Sebagaimana diketahui, satu mud setara dengan 543 gram menurut Malikiyah, Syafi'iyah, dan Hanabilah. Sementara menurut Hanafiyah, satu mud seukuran dengan 815,39 gram bahan makanan pokok seperti beras dan gandum.
Itu dia penjelasan terkait apakah boleh membayar utang puasa Ramadhan tahun lalu atau puasa Qadha di 10 hari jelang Ramadhan. Semoga membantu!
(tya/tey)