Curhat Kondektur Bus Cicipi Masa Jaya Sebelum Dihajar Pandemi

Curhat Kondektur Bus Cicipi Masa Jaya Sebelum Dihajar Pandemi

Whisnu Pradana - detikJabar
Kamis, 28 Des 2023 10:00 WIB
Suasana Terminal Bayangan di Rest Area Tol Cipularang KM 125 Cimahi
Suasana Terminal Bayangan di Rest Area Tol Cipularang KM 125 Cimahi (Foto: Whisnu Pradana/detikJabar)
Bandung -

Rest area Tol Cipularang KM 125, di Kota Cimahi, jadi salah satu terminal bayangan bagi bus antar kota antar provinsi (AKAP) dan antar kota dalam provinsi (AKDP) mengangkut penumpang.

Bus menuju Jakarta, Bogor, Depok, Bekasi, Cianjur, Sukabumi, yang bertolak dari Terminal Leuwipanjang, Kota Bandung pasti masuk ke rest area dari Bandung arah Jakarta itu.

Kondektur dengan cekatan turun dari bus, lalu mendatangi tempat penumpang menunggu bus yang akan mereka tumpangi sesuai jurusan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Salah satunya ialah Rafli (38), kondektur bus Primajasa jurusan Bandung-Bekasi via Tol Cipularang. Sudah hampir 15 tahun belakangan, ia berkutat dengan rutinitas mengantarkan penumpang ke tujuannya.

"Sudah 14 tahun lebih ya jadi kondektur. Pindah-pindah sih, baru 5 tahunan ini masuk ke PJ (Primajasa)," kata Rafli saat ditemui di Rest Area Tol Cipularang KM 125, Rabu (27/12/2023).

ADVERTISEMENT

Rafli sempat mencicipi masa jaya menjadi kondektur. Tentunya jauh sebelum pandemi COVID-19 menyerang. Saat itu busnya tak pernah sepi penumpang. Penumpang justru berebut bisa naik bus.

"Zaman dulu itu selalu ramai, enggak pernah sepi. Jadi turun 2 naik lagi 2, malah sempat saya di bus itu penumpang bela-belain berdiri. Dari terminal (Leuwipanjang) ke Bekasi itu full, masuk ke rest area cuma buat isi bensin kalau enggak ya terus maju," tutur Rafli.

Semuanya berubah setelah pandemi COVID-19 terjadi. Penumpang merosot drastis, bus selalu kosong. Bahkan di momen mudik lebaran sekali pun, selalu ada kursi kosong yang tersisa.

"2020 ke sini mungkin turun (penumpang) sampai 50 persen. Mau libur panjang, mudik lebaran, ya sama saja. Paling penuh itu kalau hari biasa 25 orang. Itu sudah paling bagus, malah saya pernah bawa 2 penumpang ya tetap saja kita jalan," ujar Rafli.

Menurut Rafli, yang sangat berpengaruh pada penurunan jumlah penumpang bus AKDP dan AKAP yakni PHK massal di sektor industri yang tersebar di wilayah Cikarang, Bekasi.

"Kalau dulu kan penuhnya itu sama pegawai pabrik yang di Cikarang. Nah waktu COVID-19 itu kan banyak PHK massal di pabrik Cikarang, jadi merosot penumpangnya. Yang dari Bandung itu nggak ada lagi, dulu kan yang banyaknya dari Bandung ke Bekasi pegawai di Cikarang," kata Rafli.

Tetap Jadi Andalan

Sepi atau penuhnya penumpang bus, tak terlalu dipusingkan oleh Krisna Sanjaya (32), warga Kota Cimahi, yang menjadi pengguna setia bus primajasa jurusan Lebak Bulus.

"Ya sebetulnya kalau kosong (penumpang bus) untung buat kita, jadi nggak berebut. Kalau dulu kan ya berebut, harus berangkat subuh biar dapat bus atau nggak ya langsung terminal," kata Sanjaya.

Ia bekerja di Jakarta sejak 2016 silam, di salah satu perusahaan yang bergerak di bidang jasa keuangan. Ia memilih naik bus karena tak perlu repot-repot mengendarai kendaraan sendiri.

"Kalau baik bus ya praktis, tinggal duduk terus tidur. Kalau bawa mobil, harus nyetir sendiri, belum bensin," katanya.

Lain lagi ketika diberi pilihan menggunakan Kereta Cepat Whoosh, menurutnya harga tiket Whoosh tak terlalu terjangkau bagi kocek pegawai korporat seperti dirinya.

"Kalau bus kan mentok-mentok Rp100 ribu, kalau kereta cepat bisa lebih dari Rp250 ribu. Belum angkutan di sananya masih jauh ke kosan dan tempat kerja, mending pilih bus sih," katanya.

(yum/yum)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads