Dua belas siswa SMK dan SMA di Kota Tasikmalaya berurusan dengan polisi terkait kasus penganiayaan dua pejalan kaki di Jalan Mayor SL Tobing, Kelurahan Sambongpari, Kecamatan Mangkubumi, Kota Tasikmalaya, Minggu (17/12/2023) dini hari lalu. Anak-anak yang diduga terlibat aktivitas geng motor itu menuai keprihatinan dari berbagai pihak. Apalagi penganiayaan yang mereka lakukan tanpa ada alasan yang jelas.
Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat Wahyu Mijaya menyatakan keprihatinan dan akan menjadikan kasus itu sebagai bahan evaluasi bagi pihaknya. Salah satu yang dia tekankan adalah peran guru wali kelas yang harus mengenal lebih dekat siswanya secara detail, orang per orang.
Wahyu mengatakan pihaknya terus melakukan optimalisasi perangkat atau instrumen yang dimiliki oleh Dinas Pendidikan. "Kami mencoba optimalisasi melalui jejaring yang kami bangun. Kami punya cabang dinas, punya sekolah. Di situ, ada Wakasek, Wali Kelas, guru BP," kata Wahyu saat melakukan peresmian pembangunan di SMK Negeri 2 Tasikmalaya, Rabu (27/12/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita mengoptimalkan fungsi itu. Saya selalu mengingatkan Wali Kelas harus tahu setiap siswa yang ada di lingkungan kelas, orang per orang," imbuh Wahyu.
Dia mengatakan jika Wali Kelas mampu mengenal semua siswanya lebih dekat, maka upaya antisipasi bisa dilakukan dengan segera. "Misalnya ada keluhan apa, potensi kelebihannya, termasuk potensi kekurangannya. Saya mintakan kepala sekolah mengenal setiap siswa, potensinya. Dengan mengenal, kita bisa mengantisipasi," kata Wahyu.
Upaya memaksimalkan peran Wali Kelas untuk mengenali semua anak didiknya, menurut Wahyu terus digaungkan. Dalam setiap kesempatan bertemu dengan para kepala sekolah, hal ini terus dia tekankan.
Hal lain yang dilakukan Wahyu adalah mendorong agar semua guru tidak hanya fokus pada bidang ajarnya saja. Tapi harus juga mampu memberikan pembinaan karakter, kedisiplinan dan lainnya.
"Kedua, guru itu tidak hanya mengajar sesuai bidang ajar. Lebih dari itu, mereka harus mengajar mengenai karakter, seperti kedisiplinan, menghormati, dan lainnya. Itu coba kami sampaikan, sehingga setiap guru tetap membangun karakter siswa," kata Wahyu.
Wahyu menambahkan upaya lain yang dilakukan untuk antisipasi kenakalan pelajar, terutama geng motor, adalah memaksimalkan peran Wakasek Kesiswaan. Pihaknya membangun wadah komunikasi antar Wakasek Kesiswaan sehingga pengawasan bisa terintegrasi.
"Kami juga bangun kerja sama antar Wakasek Kesiswaan, dibuatkan grup atau forumnya. Ketika ada kumpulan atau potensi negatif, segera antisipasi. Termasuk kami kerja sama juga dengan aparat penegak hukum agar bisa diantisipasi," kata Wahyu.
Terkait 12 siswa SMA dan SMK di Kota Tasikmalaya yang sudah berurusan dengan kepolisian, sejauh ini pihaknya belum mengambil tindakan atau sanksi, meski diakuinya pihak sekolah berhak memberi sanksi dikeluarkan ketika rangkaian peringatan sudah diabaikan.
"(Sanksi dikeluarkan dari sekolah) Itu ada mekanismenya. Pertama dari sisi sekolah, kedua dari ketentuan hukum. Biasanya, itu ada tahapan sanksi. Namun kami akan membina dulu anak agar tidak seperti itu," kata Wahyu seraya mengatakan fenomena geng motor di kalangan anak sekolah menjadi bahan evaluasi penting bagi jajarannya.
Sebelumnya Polres Tasikmalaya Kota mengamankan 10 dari 12 pelajar SMA/SMK yang terlibat aksi penganiayaan dua orang pejalan kaki di Jalan Mayor SL Tobing Kelurahan Sambongpari Kecamatan Mangkubumi Kota Tasikmalaya, Minggu (17/12/2023) dini hari. Dalam keadaan mabuk mereka ugal-ugalan di jalan dan menganiaya tanpa sebab.
Dalam beberapa hari terakhir, daftar 12 siswa itu beredar di media sosial. Nama, foto dan asal sekolah anak-anak itu tersebar luas, dibarengi dengan narasi Kota Tasikmalaya sedang rawan geng motor.
(iqk/iqk)