Sepanjang tahun 2023 di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, tercatat ada berita viral di media sosial yang menjadi perhatian publik. Salah satunya perjodohan massal santri di pondok pesantren di Kabupaten Ciamis. Perjodohan di era modern memang sudah tidak lazim. Tapi berbeda dengan di pesantren, perjodohan masih sering dilakukan bahkan secara massal.
Pada Januari 2023, perjodohan atau khitbah massal santri yang dilaksanakan di Pondok Pesantren Miftahul Huda 2 Bayasari, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, viral di media sosial tiktok.
Sebelumnya ada video viral yang beredar, nampak 5 santri perempuan dan 5 santri laki-laki dengan baju rapi dan seragam yang disaksikan oleh para santri lain. Kegiatan itu seperti acara perjodohan dipandu oleh seorang kiai. Santri laki-laki mengambil gulungan kertas dalam toples yang berisi nama santri perempuan yang akan dijodohkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hasil penelusuran, perjodohan massal santri tersebut benar adanya. Namun untuk undian gulungan kertas itu ternyata hanyalah sebuah gimmick saja. Sebelum acara digelar, para santri itu memang telah dipasangkan masing-masing tanpa ada paksaan.
Mereka melewati proses syuro, para dewan kiai dan pimpinan umum lalu musyawarah dan istikharah oleh ulama langitan, untuk melihat pasangan yang akan dijodohkan bagus atau tidak.
KH Nonop Hanapi, Ketua Yayasan Pondok Pesantren Miftahul Huda 2 Bayasari Ciamis membenarkan hal itu. Menurutnya, khitbah atau perjodohan massal itu adalah agenda dari pondok pesantren. Pada tahun 2023, ada 10 pasang santri mereka yang dijodohkan dan akan melangsungkan pernikahan massal. "Agenda rutin pernikahan massal, dimulai dengan khitbah secara massal juga," ujar KH Nonop Hanafi kepada detikJabar pada Minggu (8/1/2023).
Perjodohan atau khitbah massal itu bukan ujug-ujug atau dadakan, tapi melalui proses yang cukup panjang. Kedua belah pihak orang tua santri yang dijodohkan sebelumnya dipertemukan. Perjodohan itu pun telah melalui proses pertimbangan dewan kiai. Ketika kedua keluarga setuju, maka dilanjutkan dengan proses perjodohan. "Proses khitbah itu dilakukan di pondok, tidak datang ke rumah masing-masing," cerita Nonop.
Dijelaskan Nonop, beberapa kegiatan seperti undian atau pengocokan seperti yang terlihat pada video, menurut Nonop itu hanya untuk memeriahkan atau gimmick.
Perjodohan massal itu sudah yang kelima kalinya dan hampir setiap tahun dilaksanakan. Proses perjodohan ini pun sudah dipertimbangkan dan diperhitungkan oleh dewan kiai. Sehingga pilihannya menjadi yang terbaik untuk semuanya. "Penentuan jodohnya pun dipertimbangkan di mana kiprahnya nanti (santri) sudah disesuaikan. Jadi sudah dengan matang," jelasnya.
Perjodohan massal tersebut juga untuk lebih memudahkan dan meringankan biaya pernikahan. Menikah di pesantren juga langsung dihadiri oleh para kiai dan ribuan santri.
"Digelar di pondok itu lebih memudahkan. Kalau harus dihadirkan kiai di tempat yang jauh kan berabe, pengaturan waktu sulit. Juga meringankan biaya. Kalau di rumah masing-masing itu dobel-dobel. Dihadiri dalam satu waktu, juga ribuan santri dan semua dewan kiai," ungkapnya.
Sorotan MUI Soal Perjodohan di Pesantren Ciamis
Perjodohan di pesantren Ciamis juga disoroti Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ciamis. Sekretaris Umum MUI Ciamis KH Fadlil Yani Ainusyamsi atau biasa disapa Kang Icep menerangkan secara hukum Islam, perjodohan di pesantren tidak ada masalah. "Tidak masalah, yang penting ada izin orang tua. Khitbah dimana pun boleh apalagi di pesantren, ada kiai yang jadi saksi," ujar Kang Icep.
Setiap pesantren di Ciamis memiliki tradisi masing-masing. Termasuk dalam hal perjodohan, daripada di luar tidak karuan cari jodoh lebih bagus yang paham tentang agama.
"Tentunya kiai memiliki alasan menjodohkan. Tradisi jodoh menjodohkan itu sudah lama, sejak dulu. Kalau persoalannya sekarang itu lebih banyak hal, kaitan LGBT. Sekarang menjaga wibawa kaum santri. Berjodoh lagi dengan paham Islam," ungkap Kang Icep.
Kang Icep menyebut dalam Islam tidak ada pacaran dan sebaiknya seperti itu. Orang tua dulu, kata Kang Icep, setiap gadis yang akhir balik atau sudah dewasa akan dicirii. Menurutnya tradisi tersebut bagus, karena kedua calon mendapat bibit bobo yang sepadan.
Adapun tradisi perjodohan di pesantren itu juga sebagai salah satu upaya melanjutkan estafet kesinambungan nilai kepesantrenan dengan menyebarkan nilai keagamaan.
Baca juga: 5 Fakta Eks Bupati Anne Menikah Lagi |
Perjodohan Diakhiri Nikah Massal
Setelah melalui proses cukup panjang, perjodohan massal di Pesantren Miftahul Huda 2 Bayasari berakhir bahagia. Tepat pada Senin, 23 Januari 2023, sebanyak 10 pasang santri dan santriwati itu resmi menikah.
Nikah massal itu digelar di masjid komplek pesantren. Prosesi akad nikah tersebut berlangsung penuh haru, calon pengantin pria didampingi 2 saksi dan wali perempuan menempati 10 meja yang disediakan.
Petugas Kantor Urusan Agama (KUA) Jatinagara mendatangi satu per satu meja untuk melaksanakan akad nikah. Akad nikah tersebut dilaksanakan menggunakan bahasa Arab. Mas kawin masing-masing pasangan sebesar 25 gram. Pada prosesi akad nikah ini dihadiri juga tamu undangan yang hadir dari 20 keluarga mempelai.
Usai akad nikah, panitia kembali menggelar gimik yang tidak kalah menarik. Setiap pengantin pria harus memilih istrinya. Pengantin wanitanya duduk di becak sambil membelakangi dan mengacungkan nomor dari 1 sampai 10.
Ternyata dari 10 pasangan mempelai ini hanya 3 pasang yang berhasil memilih dengan tepat. Sedangkan 7 lainnya salah dan diulang sampai pasangannya sesuai.
Kemudian 10 pasang pengantin ini diarak berkeliling di jalan kampung menggunakan becak dan dikawal dengan Pasukan Korps Brimok. Diiringi marawis dan lengser anak-anak, menuju pelaminan di Aula Pesantren. Nikah massal itu berlangsung meriah dan dihadiri ribuan santri dan tamu undangan.
Nonop menjelaskan nikah massal tersebut dilakukan bagi para santri yang sudah purna atau kelasnya Ma'had Ali. Artinya para santri ini telah selesai melakukan proses tahap pendidikan. "Bahkan semua sudah jadi ustadz dan ustazah, sudah pengabdian di sini," jelasnya.
Nonop mengatakan nikah massal ini adalah salah satu agenda pesantren. Ketika santri sudah dewasa, mereka dinikahkan dan diminta jadi kader dakwah di sejumlah tempat. "Jadi setelah mereka dinikahkan, ada jeda waktu satu minggu untuk honeymoon. Lalu mereka dipersiapkan kembali untuk ditempatkan di tempat proyek dakwah," jelasnya.
Terkait dengan biaya pernikahan massal itu tidak membebankan kepada orang tua santri. Namun tergantung kemampuan orang tua. Nonop menyebut tujuan awal nikah massal ini untuk efektifitas waktu dan efisiensi anggaran.
"Efisiensi anggaran, setelah orang tua dipanggil bahwa anaknya akan dinikahkan. Mereka pun bertanya kaitan dengan pembiayaan. Tapi pesantren tidak membebankan pada orang tua, akhirnya semampunya mereka saja," ucap Nonop.
Nonop kemudian merinci soal anggaran yang digelontorkan untuk pernikahan massal. Biaya kursi pelaminan mencapai Rp 150 juta. Kemudian, mas kawin 25 gram emas per pasangan, totalnya 250 gram dari 10 pasangan.
"Tidak mengenal siapa calonnya dari latar belakang orang tuanya. Karena ada yang mutlak tidak punya orang tua secara syariat mengandalkan pesantren. Makanya dengan 25 gram per pasangan, berarti 250 gram," ungkap Nonop.
Usman (26) salah seorang santri yang mengikuti nikah massal menikah dengan Euis Lilis (25) sudah bahagia dan mengucapkan terima kasih ke ponpes. Usman menceritakan proses perjodohan dengan istrinya tersebut berlangsung setahun. Di mana para guru bermusyawarah hingga istikharah mencari gambaran jodoh yang cocok. "Ada pertimbangan. Didatangkan kedua keluarga," ucapnya.
Usman pun mengenal istrinya karena masih satu pesantren. Namun selama 12 tahun menimba ilmu di pesantren tidak pernah saling sapa dan hal lainnya. "Jadi hanya sekadar tahu saja, tahu nama dan orangnya. Kita tentunya punya keyakinan kalau jodoh sudah ada takdirnya," ucapnya.
Setelah menikah, Usman sudah diutus untuk berdakwah di Cikarang sejak 10 bulan lalu. Ia dipercaya mengelola madrasah untuk mengaji anak-anak. "Sama guru saya diutus di Cikarang sudah 10 bulan. Jadi saya mondok tahun 2009, lalu ke Cikarang ada madrasah," kata Usman.