Seorang siswi SD berusia 12 tahun disetubuhi dan dijual oleh dua pria kepada 22 pria hidung belang. Kasus ini bermula dari anak tersebut yang memutuskan pergi dengan pria yang baru dikenalnya di sosial media, setelah mengalami konflik di rumahnya.
Hal ini disorot oleh Ketua Komisi D DPRD Kota Bandung, Aries Supriyatna. Sebagai sosok orang tua, ia mengaku kaget dan ikut takut. Aries merasa prihatin kasus ini bisa terjadi.
"Itu miris ya, ngeri sekali. Nangis saya bacanya. Saya sebagai orang tua merasa miris, sedih, dan takut sekali. Karena titik pangkalnya anak jadi korban dari kepolosan dan ketidaktahuan mereka. Jadi korban pergaulan buruk," ucapnya dihubungi detikJabar, Kamis (21/12/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Aries menyayangkan masih ada orang tua yang cenderung lepas pengawasan. Menurutnya, anak adalah titipan yang harus dididik dan diawasi dengan baik. Terlebih anak di bawah umur memang masih memerlukan perhatian dan kasih sayang.
"Kesalahan ini utamanya pada orang tua ya, tidak bisa melakukan pembinaan dan pengawasan. Itu kan mulanya dari sosial media, handphone itu kan juga dari orang tua. Bagaimana anak bisa main medsos, sehingga bisa komunikasi dengan orang lain. Orang tua ke anak harus beri kasih sayang dan perhatian. Ibarat binatang aja induknya menjaga dan melindungi terus anaknya," ucap Aries.
"Sebab kasus ini jangan dibawa disalahkan terus ke orang lain. Jangan salahkan pemerintah, sekolah, guru, dan lain-lain sehingga orang tua jadi tidak punya rasa takut untuk proteksi anaknya. Dalam ayat Al-Quran pun jelas anak dititipkan pada orang tuanya, jadi tanggung jawabnya," lanjutnya.
Ia menyebut dalam hal ini, pengawasan menjadi tugas utama orang tua. Sebab tidak adanya kedekatan dan komunikasi yang baik bisa membuat anak terpengaruh hal buruk.
Guna mencegah kasus serupa, pemerintah punya peran bukan cuma pada sosialisasi tapi juga pengawasan. Tapi, Aries mengaku sebetulnya pesimis dengan langkah pengawasan dari pemerintah dan aparat setempat. Ia pun mendorong agar pengetatan pengawasan bisa dilakukan lebih ekstra.
"Saya sebetulnya tidak tertarik ya menggabungkan kasus ke pengawasan pemerintah. Kita kalau mau ekspektasi ke pemerintah ini pesimis, karena ini kan cerita mengenaskan dan terjadi sangat lama. Saya nggak tahu apakah ada permainan di balik semua itu. Ini ancaman nyata dan kalau pembahasan ya sudah sering diskusi dengan DPRD juga melalui proses yang panjang," kata Aries.
"Apartemen itu sekarang dijadikan tempat seperti itu. Pemerintah ini persoalan apartemen dan sindikat jual beli orang atau anak, ini sudah masalah klasik. Bagian pemerintah ini kan pengendalian media sosial, aparat juga harus dipertanyakan keseriusannya. Mereka punya kewenangan pada regulasi dan penegakan hukum soal apartemen, pengawasan harus harus lebih ketat. Ini harus jadi perhatian karena kasus ini sudah seperti gunung es," lanjutnya.
Aries pun berharap peran media bisa lebih masif membantu sosialisasi, agar orang tua punya kesadaran dan rasa takut adanya ancaman penjahat yang mengincar anak-anak.
"Orang tua jangan biarkan anak lepas pengawasan dan komunikasi. Terus komunikasi dengan anak, sekolah, dan guru. Anak sekecil itu jangan biarkan pegang handphone. Akhirnya apa, karena kemarahan ia bertemu orang asing dan terjadi hal ini," kata Aries.
"Jadi media juga harus ada pemberitaan masif yang jadi warning kepada semua orang tua. Hati-hati dan waspada, harus membina dan mendidik anak dengan baik karena ada penjahat mengincar anak-anak kita," pesannya.
Seperti diketahui, kasus miris menimpa seorang gadis berusia 12 tahun yang menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Pemasalahan di rumah membuatnya memutuskan untuk ikut pergi bersama pria yang ia kenal dari sosial media. Nahas, siswi SD di Kota Bandung tersebut malah disetubuhi dan dijual kepada 20 pria hidung belang.
(aau/sud)