Sejarah Cikapundung Riverspot, Berawal dari Wajah Muram Sungai

Sejarah Cikapundung Riverspot, Berawal dari Wajah Muram Sungai

Anindyadevi Aurellia - detikJabar
Kamis, 07 Des 2023 16:40 WIB
Cikapundung Riverspot, Kota Bandung.
Cikapundung Riverspot, Kota Bandung. (Foto: Wisma Putra/detikJabar)
Bandung -

Sungai Cikapundung merupakan sebuah sungai sepanjang 28 kilometer, yang memotong pusat Kota Bandung. Sungai ini berhulu di sekitar Gunung Bukit Tunggul atau umumnya dari kawasan Lembang di utara Kota Bandung, mengalir menuju selatan bermuara ke Sungai Citarum.

Asal usul nama Sungai Cikapundung Namanya berasal dari bahasa Sunda, ci (air) dan nama tanaman kapundung atau kepundung (Baccaurea spp).

Dulu, beberapa wilayah di Kota Bandung memang ditanam banyak pepohonan jenis tertentu. Kemudian nama daerahnya pun dikenal dari jenis tanaman yang banyak ditemui, contohnya daerah Kebon Kawung dan Kebon Jati. Pada wilayah Sungai Cikapundung kala itu banyak tanaman kapundung, sehingga dinamai Cikapundung.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sungai Cikapundung berasal dari Curug Ciomas, Lembang, atau hulunya di Bukit Tunggul. Ada juga yang mengatakan berhulu di Maribaya Kabupaten Bandung Barat dan berujung di Sungai Citarum di Baleendah atau dulunya Karapyak, Kabupaten Bandung.

Sungai ini dikenal karena alirannya membelah jalan Asia Afrika, dan mengalir di bawah jalanan jantung kota Bandung seperti jalan Braga dan Wastukencana. Cikapundung telah menjadi hal penting bagi tiga peradaban di Jawa Barat, yaitu prasejarah, Sunda klasik, dan masa kolonial.

ADVERTISEMENT

Pada tahun 1960-an, nama sungai tersebut bahkan diabadikan dalam lagu yang dibawakan Titim Fatimah berjudul "Cikapundung", juga dalam lagu pop Sunda "Sorban Palid".

Dikutip dari laman resmi Humas Pemerintah Kota Bandung, seorang warga Belanda bernama Dr Hidding mengungkapkan dalam esai tentang sisindiran, "Kali Cikapundung Loro-loroning Atunggal", dua tapi satu.

Total daerah wilayah sungai itu sekitar 154 kilometer persegi atau 15.400 hektare. Sungai Cikapundung melintasi 11 kecamatan di dua kabupaten dan satu kota, yaitu Kota Bandung, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Bandung Barat.

Sungai di tengah kota ini pernah beberapa kali kebanjiran sejak masa kolonial pada 1919 dan menjelang kemerdekaan 1945. Oleh pemerintah kolonial, selain tersedia program perbaikan bantaran sungai, juga dibangun lintasan kereta api atau viaduk di atas sungai dan jalan raya pada 1939. Maka daerah Kebon Jukut ini kemudian lebih dikenal dengan sebutan Viaduk.

Sungai ini sempat menjadi urat nadi perkembangan Kota Bandung dan menjadi sumber air dalam berbagai pembangunan dan penunjang kehidupan perkampungan di sekitar Braga.

Masyarakat dulu memenuhi kebutuhan air untuk mandi, mencuci, dan lain-lain di sungai itu. Termasuk anak-anak dan remaja yang kerap berenang dan bermain di area sekitar sungai.

Aktivitas di sisi sungai yang ngabaraga (artinya mejeng atau tampil) itu yang konon menjadi asal-usul daerah bagian timur sungai ini menjadi Braga. Hingga kini, masih bisa dilihat jembatan dengan plang nama Kampung Cikapundung di salah satu sisi, dan Kampung Braga di sisi lainnya. Nama dua kampung itu masih dipakai oleh penduduk.

Namun sayang, aktivitas warga di sungai seperti dulu sudah jarang. Sepanjang aliran sungai mulai terbangun rumah-rumah warga yang padat penduduk. Banyak sampah yang ikut terbawa aliran sungai. Kini, Sungai Cikapundung tak secantik dan sebersih zaman dulu kala.

Hingga akhirnya Pemerintah Kota Bandung ingin mengubah citra Sungai Cikapundung. Dibangunlah Cikapundung River Spot (CRS) pada 2015 di area Jalan Dr Ir Sukarno dan Teras Cikapundung bekerja sama dengan komunitas dan masyarakat dalam Cikapundung Rehabilitation Program.

Pada tahun 2016, Wali Kota Bandung Ridwan Kamil bersama Direkrur Jendral Sumber Daya Air (SDA) Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Mudjiadi, meresmikan restorasi sungai Cikapundung II (Teras Cikapundung).

Teras Cikapundung menjadi bagian dari restorasi Sungai Cikapundung, sebagai upaya melakukan penataan di sepanjang kawasan sempadan sungai yang menampung aktivitas sosial masyarakat. Cikapundung Riverspot juga menjadi tempat bagi masyarakat untuk menggali potensi di sekitarnya, salah satunya dengan berdagang.

Pembangunannya dilaksanakan pada tahun 2013 dan 2015 dengan menghabiskan anggaran Rp18 miliar untuk konstruksinya, bersumber dari APBN melalui BBWS Citarum. Teras ini juga sekaligus menjadi pelengkap dari 17 taman tematik yang ada di Kota Bandung.




(aau/tey)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads