Peristiwa terbakarnya Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sarimukti memberikan imbas yang cukup signifikan terhadap penumpukan sampah yang berada di Kota Bandung. Status darurat sampah diberlakukan dan masih berlangsung hingga akhir tahun 2023.
Berbagai cara terus dilakukan untuk mengatasi masalah sampah di Kota Bandung. Salah satunya adalah dengan melakukan pengelolaan sampah secara mandiri, khususnya sampah komersil. Hal ini dilakukan dengan maksud untuk mengurangi penarikan sampah ke TPA dan memanfaatkannya dengan sebaik mungkin.
Saat ini, terdapat salah satu pusat perbelanjaan (mall) di Kota Bandung yang telah melakukan pengelolaan sampah secara mandiri, yakni Trans Studio Mall (TSM) di Jalan Gatot Subroto. TSM kini telah melakukan pengelolaan sampah mandiri dengan memanfaatkan maggot, pembuatan pupuk organik cair, dan mikroorganisme lokal atau eco enzyme.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jajat Eka Octavia G, Operasional TSM Bandung mengatakan, bahwa pengelolaan sampah secara mandiri ini telah dilakukan sebelum status darurat sampah di Kota Bandung diberlakukan. Proses pengelolaan sampah secara mandiri ini sudah mulai berjalan secara merintis.
"Sebenernya pengelolaan sampah mandiri itu sudah ada sebelum Bandung darurat sampah imbas kebakaran di TPA. Sebenernya kita sudah mulai, cuman memang masih merintis. Waktu kemarin kita baru tujuh biopond, alhamdulillah sekarang baru selesai kemarin malam, kita udah nambah lagi jadi total 14 biopond, itu untuk pengelolaan sampah organiknya," ucap Jajat kepada detikJabar Jumat (17/11/2023).
"Selebihnya itu, nanti dari awal maggot berkembang, kemudian kita buat pupuk organik cair, mikroorganisme lokal, dan sekarang itu kita sedang progres terkait kompos," lanjut Jajat.
Terdapat berbagai kendala dalam proses pengelolaan sampah secara mandiri ini. Kendala utamanya, kata Jajaat, yang dihadapi adalah menjaga siklus maggot, supaya siklus tersebut tetap aman. Proses perkembangan yang bermula dari telur, kemudian berkembang, dan berubah menjadi lalat, itulah yang menjadi kendala.
Selain itu, faktor cuaca pun menjadi kendala, musim hujan menjadi penghambat karena maggot sendiri memerlukan panas sinar matahari agar perkembangbiakannya menjadi respons dan tinggi.
Jajat mengatakan, bahwa pihak terkait telah memberikan surat dan edukasi kepada 80 hingga 90 tenant Food and Beverage (F&B) di lingkungan dan area TSM. Para tenant F&B telah melakukan pemilahan sampah terlebih dahulu, sebelum akhirnya melalui proses pengolahan.
"Untuk teknisnya sendiri tenant F&B di kita kan banyak, nah kita udah keluarin surat, sudah kita edukasi juga, hampir 80 sampai 90 tenan F&B untuk memilah sampah. Jadi si tenant F&B harus memilah sampah antara organik dan anorganik," jelas Jajat.
"Kemudian kita di TSM pun, di pabrik areanya menyediakan tempat sampah yang terpilah juga, antara organik dan anorganik. Dari situ langsung ke tempat pengelolaan, sampah yang organiknya difermentasi terlebih dahulu dalam ember supaya baunya tidak bau busuk sampah. Setelah difermentasi selama beberapa hari, kita masukkan ke maggot, sebagian kita pakai untuk eco enzyme, terus VOC, dan mikro organisme lokal.
Pengelolaan sampah secara mandiri pun, memberikan dampak dan manfaat positif bagi perusahaan. Pengelolaan sampah ini dapat mengurangi biaya pembuangan atau penarikan sampah. Dari sebelum melakukan pengelolaan mandiri 30 kali penarikan sampah, hingga sekarang telah melakukan pengelolaan mandiri menjadi 8 hingga 12 kali penarikan.
Jajat berharap, pengelolaan sampah mandiri ini dapat terus berjalan kedepannya. Selain itu, pengelolaan sampah mandiri ini dapat menciptakan dan merubah TSM menjadi green building.
"Harapannya, yang pertama pengelolaan sampah mandiri ini bisa terus berjalan. Kemudian kita ingin gedung TSM ini menjadi green building, karena jujur kemarin kita sudah menyelesaikan solar panel di atas. Mudah-mudahan dari proses menuju ke green building ini bisa terlaksana dan berjalan lancar," ungkap Jajat.
Acil, Pendamping Pengelolaan Sampah di Kawasan Komersil DLH mengatakan bahwa pengelolaan sampah mandiri ini dapat menjadi solusi bagi Kota Bandung agar sampah organik tidak ditarik ke TPA. Selain itu, Acil berusaha untuk mendorong teman-teman komersil untuk turut melakukan pengelolaan sampah secara mandiri.
Baca juga: Akankah Febri Hariyadi Selincah Dulu? |
"Mudah-mudahan selain pembiayaan sampah yang berkurang, bisa menjadi solusi Kota Bandung agar sampah organik ini tidak lari ke TPA. Mungkin nanti beberapa metode bisa kami terapkan, di DLH itu ada 14 hingga 15 metode yang bisa diterapkan, yang terpenting adalah konsistensi untuk pengelolaan sampah ini," ucap Acil.
"Nantinya akan kita dorong teman-teman komersil sejenis mall, hotel, dll, harus mulai melakukan. Ini juga sebagai bentuk dari pelaksanaan program dari Kota Bandung untuk mengelola sampah organik agar tidak lari ke TPA, jadi komersil itu sampah organiknya harus selesai di wilayahnya masing-masing," pungkasnya.
(mso/mso)