Alika (17), wanita nekat membuat skenario penculikan demi menutupi perbuatannya menitipkan sang anak yang baru berusia 12 hari tanpa sepengetahuan suami dan keluarga. Ibu muda itu mengaku jika dirinya mengalami baby blues.
"Mungkin saya terkena baby blues, karena banyak tekanan dari sana-sini," ujar Alika, Rabu (15/11/2023).
Menurut dia tekanan paling besar datang dari keluarga, dimana dirinya dipaksa untuk memberikan ASI eksklusif, sedangkan air susunya tidak keluar. Pihak keluarga juga melarang Alika memberikan susu formula kepada anak pertamanya itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Harus terus kasih asi, sedangkan ASI saya seret. Kasihan ke si dede (bayi), jadinya demam terus," ujar dia.
Alika juga mengaku dirinya merasa belum sanggup mengurus anak dengan baik, sehingga memilih menitipkan anaknya untuk diurus temannya.
"Saya belum sanggup, belum bisa mengurus anak saya. Jadinya saya titipkan. Tanpa sepengetahuan suami, karena pasti tidak diizinkan," ucapnya.
"Saya minta maaf atas perbuatan saya, tidak akan mengulanginya lagi. Sekarang saya akan mengurus anak sendiri," tambahnya.
Sementara itu, Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Cianjur Ramlan Rustandi, mengatakan kondisi belum siapnya seorang ibu dalam mengurus anak terutama anak pertama bisa disebabkan karena belum matangnya usia ibu.
Hal itu rentan terjadi pada pasangan atau ibu muda yang menikah pada usia di bawah 21 tahun, terlebih pada mereka yang berusia di bawah umur.
"Menikah itu kan bukan hanya siap dari finansial, tapi harus siap dalam segi fisik dan mental. Makanya dibuatkan aturan usia pernikahan minimal 21 tahun, karena di usia itu dianggap sudah siap dan matang dari sisi mental, fisik, dan finansial," kata dia.
"Mereka yang menikah di usia belia rentan mengalami berbagai masalah. Baik baby blues, bahkan bisa memicu stunting. Karena ibu tersebut belum paham bagaimana mengurus anak, bagaimana memaksimalkan masa tumbung kembang anak. Makanya kami imbau untuk menikah di usia matang," kata dia.
Di sisi lain, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur dr Irvan Nur Fauzi, mengatakan fenomena baby blues terjadi karena adanya gangguan pada psikologi, terutama bagi ibu di usia muda.
"Utamanya terjadi pada anak pertama. Ibu merasa belum bisa mengurus anak, sehingga mengalami tekanan. Ini butuh support dari segala pihak agar tidak berkepanjangan dan kondisinya semakin parah," kata dia.
Baca juga: Drama Hilangnya Bayi Daffa di Cianjur |
Irvan juga menyinggung terkait pemberian ASI yang diutamakan namun boleh diimbangi jika tidak memungkinkan.
"Baiknya ASI ekslusif. Tapi pada kondisi tertentu, misalnya ASInya tidak keluar, bisa diimbangi dengan susu formula. Sehingga ibu bayi tidak tertekan, sebab faktor psikologi juga dapat mempengaruhi kelancaran ASI," pungkasnya.
(yum/yum)