DPRD Soroti Transportasi Publik Bandung

DPRD Soroti Transportasi Publik Bandung

Anindyadevi Aurellia - detikJabar
Rabu, 18 Okt 2023 23:45 WIB
Bus Trans Metro Bandung.
Bus Trans Metro Bandung. Foto: Sudirman Wamad/detikJabar
Bandung -

Kota Bandung tak bisa dipungkiri makin dipadati penduduk. Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung pun harus putar otak memberikan pelayanan transportasi terbaik dan untuk tercepat menghindari kemacetan di tiap ruas jalan.

Muncul isu bahwa moda transportasi kota Bandung sepenuhnya akan diintegrasi menjadi bus. Namun Anggota Komisi C DPRD Kota Bandung, Sandi Muharram pun mengaku belum ada tanda-tanda pemberlakuan transportasi ini bisa segera dilakukan.

Pasalnya, hingga kini DPRD pun masih mempertimbangkan soal regulasi. Sandi mengatakan DPRD Kota Bandung juga sudah mencoba untuk melakukan studi banding di beberapa daerah lain yang sudah mengadopsi cara serupa, salah satunya di Yogyakarta. Namun, Sandi mengakui penerapan di kota Bandung bukan semudah membalikkan telapak tangan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pernah kami bahas dengan Dinas Perhubungan (Dishub), namun ini perlu perda yang menaunginya. Dalam raperda sedang kita bahas. Memang tujuan besarnya mengurangi kemacetan, karena jumlah kendaraan yang banyak di jalan. Supaya berkurang jadi diganti angkot dengan mikrobus, dikonversi. Tapi kalau ada isu tahun depan (konversi), ini memang belum sampai rencana itu, masih dalam tahapan membahas perda perhubungan," kata Sandi dihubungi detikJabar, Rabu (18/10/2023).

Ia mengku ada klausul tentang konversi angkutan umum dalam raperda tersebut. Namun, Sandi menyebut masih banyak aspek yang harus diperhatikan salah satunya soal keberlangsungan para sopir angkot.

ADVERTISEMENT

DPRD perlu menyiapkan dulu perda perhubungan. Namun, perda tersebut belum bisa dipastikan kapan ditetapkan. Menurutnya, perlu banyak penyesuaian termasuk memikirkan penyediaan lembaga BUMD dan swasta yang seharusnya memiliki satu kewenangan untuk mengurus transportasi darat kota Bandung ini.

Ia mengatakan jika ingin meniru Transjogja yang sudah memiliki banyak trayek dan menjangkau berbagai jalur, maka perlu ada satu instansi yang mengurus melalui kerja sama antara BUMD dan swasta.

"Kita belum sampai ke sana, konsorsium penyedia juga belum. Tiap ada pergantian moda transportasi kan ada dampak sosialnya, salah satunya supir angkot. TMP (Trans Metro Pasundan) kan dulu sopir mengeluh juga, jadi ini mungkin perlu dipertimbangkan sebelum moda transportasi baru itu diluncurkan," ucap Sandi.

"Secara teknis belum sampai kesana, karena Perdanya ada 293 pasal, yang dibahas saja belum setengahnya. Perubahan layanan dan rute juga tidak sederhana. Saat angkot dirasa kurang peminat, tapi betul tidak perubahan moda transportasi itu akan efektif yang pribadi pindah ke kita? Kita harus siapkan secara matang. Transportasi publik aman nyaman dan terjangkau," tambahnya.

Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu mengatakan memang intansi penyelenggara yang ideal harus berupa badan atau lembaga hasil dari gabungan merger BUMD dan swasta. Sejauh ini Sandi belum bisa banyak bicara soal pandangan tersebut.

"Tapi saya sepakat kalau sopir angkot itu direkrut. Jadi tidak ada sopir angkot yang jalurnya diakuisisi, jalurnya sama, atau ada trayek baru. Masa pembahasan Raperda maksimal satu tahun. Kami satu sisi ingin segera agar kepastian semakin jelas, tapi tidak bisa terburu-buru, (khawatir) nanti yang perlu perhatian malah terlewatkan," kata Sandi.

Ia mengambil contoh saat melakukan kunjungan kerja ke Kota Cirebon. Menurutnya, masalah moda angkot ini terlihat sederhana, tapi di Cirebon pada prakteknya masih punya angkot yang tak mendapat perhatian meski sudah melewati masa layak pakai yakni 7-10 tahun.

"Tapi prakteknya tidak dilaksanakan. Pengusaha angkot juga kasihan, belum tutup modal tapi sudah dituntut ganti yang baru. Jadi jangan sampai tidak konsisten. Jangan sampai kita melanggar aturan yang kita buat sendiri. Harus diperhatikan yang menyentuh langsung di kota Bandung," ucap Sandi.

KCJB Harus Dibarengi Opsi Moda Transportasi

Di tengah banyaknya rencana-rencana dari pemkot agar kotanya tak semrawut, Kota Bandung sempat bersemarak dengan hadirnya Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) Whoosh. Banyak yang menyambut baik kemajuan transportasi untuk Bandung Raya ini.

Harapannya, KCJB bisa membawa dampak baik untuk kota Bandung. Tapi ada juga yang pesimis, mengkritisi jika Kota Bandung tak serius mengurus transportasi maka bisa jadi KCJB malah timbul masalah kemacetan baru.

Seperti dikatakan oleh Ketua DPRD Kota Bandung Tedy Rusmawan. Ia memahami bagaimana kepadatan arus lalu lintas setempat di jam-jam tertentu. Tedy khawatir kemacetan malah justru bertambah panjang jika transportasi dari stasiun KCJB tak mendukung.

"Moda alternatif menuju kota Bandung ini yang harus dipikirkan. PR-nya kita harus merespons prediksi arus pendatang dari Jabodetabek ke Bandung. Apakah itu ada bandros, rental mobil, atau moda transportasi yang dibutuhkan. Belum lagi orang Jakarta kalau ingin ke Lembang, harus diantisipasi apakah ada moda transportasi yang sudah siap? Belum lagi dengan feeder, dari Padalarang terus menggunakan feeder untuk ke Kota Bandung. Kalau yang dari Tegalluar bagaimana, dan lainnya," ucap Tedy mengandaikan.

Selain itu, Tedy yang sehari-hari berangkat dari kediamannya di wilayah Bandung Timur, sebetulnya merasa lega saat Exit Tol Km 149 dibuka. Sayangnya, jam operasionalnya hingga kini masih terbatas.

Anggota fraksi PKS ini bercerita bahwa nyaris kemacetan selalu mengular terutama saat weekend tiba. Maka ia pun mendorong operasional sepenuhnya tol ini, serta pelebaran jalan di sekitar akses utama dari Tegalluar dan Padalarang.

Selain itu, ia juga menyinggung soal rencana adanya Tol jalur Km 151 di area Gedebage. Tapi sayangnya, hingga saat ini belum terdengar ada progres dari rencana tol tersebut.

"Jumat sore, Sabtu, Minggu, itu padat dan Al Jabbar juga dibuka. Penambahan kepadatan dari Tegalluar juga pasti semakin tinggi mobilitasnya. Jadi saat ini ya kita harap ada pembukaan jalur Tegalluar ke tol. Kalau perlu Km 149 dibuka 24 jam, karena kalau pelebaran dan pembukaan baru tidak ada, fungsional kendaraannya ya pasti macet," katanya.

Tapi, ia mengaku mengapresiasi pemerintah dalam transformasi transportasi ini. Tedy optimis KCJB bisa jadi harapan baru untuk kota Bandung dalam meningkatkan pendapatan daerah.

"Ya orang pasti banyak yang penasaran, pergerakan bertambah, kunjungan meningkat, orang Jakarta yang ingin kuliner ke Bandung juga meningkat. Ya semoga ini juga dibarengi dengan kesiapan termasuk di seluruh wilayah Provinsi Jawa Barat," doa Tedy.

(aau/sud)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads